Bagian 35 (Season 2)

3K 375 32
                                    

Chapter sebelumnya.

"Siapa?" Aldrean pun bertanya lebih dulu saat keheningan diam-diam menghampiri mereka karena pria di depannya tampaknya enggan membuka suara.

Pria di depannya itu sekali lagi menatapnya seperti menelisik penampilannya, Aldrean mencoba berwajah tidak peduli meski dalam hati dia mengutuk setengah mati.

'Dia bisu atau gimana sih?!'

Saat Aldrean sibuk dengan kata-kata kotor dalam pikirannya, suara rendah pria di depannya tiba-tiba masuk ke telinganya.

"Alan Wijaya."

.

.

.

Flashback.

16 Tahun lalu.

Hari itu hujan turun dengan lumayan deras. Hera terjebak dihalte bis saat gadis itu berniat ke rumah kakaknya-- Hana.

Di saat menunggu hujan untuk reda, dering ponsel Hera menyita perhatian gadis itu.

Begitu melihat jika pelaku penelepon adalah sang kakak, Hera langsung bergerak cepat untuk mengangkatnya.

"Ya halo kak, kenapa? Hera kejebak hujan bentar lagi ke rumah kok." Gadis itu menjelaskan keadaannya yang terjebak hujan tanpa diminta.

"Kamu ga perlu ke rumah. Sebagai gantinya kamu bisa tolong kakak?" Suara Hana terdengar dari seberang.

Sebenarnya Hera sudah berjanji pada Bayu jika dia akan datang ke rumah untuk menengok Hana yang dikatakan sedang sakit tapi, mendengar jika Hana membutuhkan pertolongan lain, Hera pun tidak bisa mengatakan tidak.

"Minta tolong apa kak?"

"Kamu datang ke hotel xxx ya, kamar 103."

Mendengar nama tempat yang disebutkan, Hera lantas merasa ragu. "Itu..."

"Teman kakak nungguin di sana. Dia bilang dia nungguin kakak tapi kakak ga bisa datang. Kamu tahukan kakak lagi ga enak badan." Suara Hana memotong perkataan yang ingin diucapkan Hera.

"K-kenapa dihotel kak?" Tanya Hera memberanikan diri.

Selama ini selain kedua orang tuanya, Hana adalah orang yang selalu Hera hormati. Hera tidak pernah berani menentang atau pun mempertanyakan keputusan Hana.

Itu semua karena Hera begitu menyayangi kakak satu-satunya itu.

"Kakak ga tau, Ra. Teman kakak cuma minta ketemu kakak di sana. Kayaknya dia lagi perlu bantuan, kakak mau datang tapi Mas Bayu pasti ga bakal izinin. Kamu tolong kakak ya? Kakak khawatir sama temen kakak itu."

Nada suara Hana yang terdengar khawatir itu membua Hera menjadi bimbang.

Hera tidak ingin pergi tapi dia tidak ingin kakaknya itu terus mengkhawatirkan temannya.

Masih dengan banyak keraguan dihatinya, Hera pun menyanggupi. "I-iya udah deh, Hera ke sana kak."

"Makasih ya, Ra."

Tut.

Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Hana. Hera menghela napas. Dia sudah terbiasa dengan sikap kakaknya itu.

Meski sikap Hana cenderung buruk kepadanya tapi Hera tidak pernah bisa membencinya.

Bersamaan dengan berakhirnya panggilan telepon, suara hujan pun reda.

Hera yang masih berdiri di halte bis hanya bisa menengadah melihat langit yang berwarna kelabu sebelum gadis itu mulai melangkahkan kakinya menjauh dari sana.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang