Bagian 28

5.2K 590 75
                                    

Beberapa menit sebelumnya saat Edwin pertama datang ke belakang sekolah. Tempat itu sangat luas dan banyak pohon-pohon besar yang dibiarkan tumbuh dengan sengaja untuk menjaga keasrian tempat itu.

Rumput-rumput yang telah memanjang juga sedikit menjelaskan jika tempat di belakang sekolah memang cukup terabaikan. Salah satu tempat yang banyak digemari oleh murid-murid nakal yang gemar membolos dan melakukan hal-hal buruk lainnya.

Walau pun suasananya sama sekali tidak suram tapi bagi Edwin yang mencintai kebersihan dan kerapihan, tatanan tempat itu dengan rumput liar dan beberapa sampah yang tidak berada di tempatnya membuat Edwin langsung mengerutkan pandangan dengan rasa tidak suka.

Karena sulit menemukan Aldrean di tempat seluas itu, terlebih sejauh matanya memandang Edwin tidak bisa menemukan kehadiran siapa pun, Edwin mulai mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Aldrean.

Setidaknya walau pun tidak diangkat jika Aldrean berada di sekitarnya Edwin mungkin bisa mendengar bunyi dering ponsel pemuda itu untuk mengetahui lokasinya.

Drrttttt!

Walau pun samar tapi karena belakang sekolah yang sepi membuat Edwin bisa mendengar bunyi getaran itu.

Getaran itu berasal dari balik pohon yang hanya dua langkah di depannya.

Melihat dari depan, Edwin tidak bisa menemukan apa pun di balik pohon itu karena batang pohon itu cukup besar. Begitu Edwin menghampiri belakang pohonnya, Edwin bisa melihat sosok Aldrean yang memejamkan matanya sambil duduk menyandar.

Angin ditempat itu berhembus pelan dengan lembut, mengacak-ngacak helaian rambut Aldrean yang telah tumbuh memanjang.

Edwin menghela napas, campuran dari rasa lelah dan lega yang dia rasakan. Edwin berjongkok dan menyamakan posisinya dengan Aldrean yang betah memejamkan mata.

Tangannya bergerak di depan wajah Aldrean. "Al..." Edwin mencoba memanggil. Dia ingin tahu Aldrean benar-benar tidur atau hanya sekedar memejamkan mata saja.

Saat mendapati Aldrean yang tidak bergeming, Edwin pun mencoba memindahkan tubuh Aldrean ke atas punggungnya. Edwin melakukannya dengan hati-hati agar Aldrean tidak terjatuh.

Walau pun sudah berpindah tempat ke punggung Edwin, Aldrean bukannya terbangun malah semakin menyamankan posisinya. Tangannya yang bebas itu memeluk leher Edwin dengan erat dan kepalanya yang lemah dia biarkan jatuh di atas bahu lebar Edwin.

"Al lo bangun?" Edwin menyadari pergerakkan Aldrean dan dia mengira pemuda itu terbangun, tapi saat dia menoleh untuk melihat ke sisi di mana kepala Aldrean berada di bahunya, dia mendapati mata Aldrean yang masih terpejam seperti semula.

"...ngantuk." gumam Aldrean pelan tanpa membuka matanya. Dia memang terbangun karena gerakkan yang dilakukan Edwin. Dia sebenarnya tidak ingin digendong karena tidak ingin merepotkan Edwin tapi punggung Edwin terlalu nyaman. Dia jadi tidak ingin turun.

Edwin yang mendengar gumaman Aldrean terkekeh pelan. Dia memperbaiki kembali posisi Aldrean. "Kita ke UKS ya, lo bisa istirahat di sana nanti."

Aldrean sekali lagi menyamankan posisi tubuhnya, punggung Edwin tegap dan lebar, juga terasa hangat. Aldrean menyukai sensasi nyaman yang diberikan punggung itu hingga dia kembali ke alam mimpi dengan cepat.

Saat Edwin akan melangkah pada saat itulah dia melihat Deon yang datang bersama Diki yang mengikutinya.

"Lo balik aja ke kelas duluan. Bentar lagi bel. Gue mau bawa Al ke UKS dulu. Badannya hangat kayaknya demam lagi."

Deon melihat pada wajah Aldrean yang terlelap, wajah itu sekali lagi terlihat pucat, dia pun mengangguk.

Akan lebih baik jika dia tidak menahan Edwin terlalu lama agar Aldrean bisa segera berbaring di tempat yang nyaman.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang