Aldrean berdiri di teras lantai dua, hanya sekitar 500 meter di depannya, Aldrean bisa melihat pemandangan laut yang membentang luas.
Sinar kemerahan matahari yang tenggelam menyatu sempurna dengan warna biru laut yang berubah gelap.
Aroma asin laut pun bisa tercium dengan jelas dan suara debur ombak samar-samar bisa Aldrean tangkap dipendengarannya.
Aldrean menghela napas. Teringat kembali kejadian menikmati teh bersama sore tadi.
Jika saja Mary tidak memperingatkannya, Aldrean sama sekali tidak menyadari jika teh yang diminumnya benar-benar masih panas.
Flashback__
Tenggorokannya terasa kering, Aldrean pun mengambil air teh bagiannya.
Aldrean langsung menyesap teh itu setelah mencium aroma wanginya sekilas.
Sebelum Aldrean meneguk lebih banyak, suara Mary yang memperingatkannya membuat gerakkan tangan Aldrean seketika kaku.
"Al, hati-hati tehnya masih panas."
Aldrean menatap Mary. Keterkejutan untungnya berhasil dia sembunyikan dengan raut wajahnya yang datar. "Ga pa-pa kak. Ga sepanas itu."
Mary menggeleng mendengar sahutan Aldrean. Dia juga mulai mengambil cangkir tehnya sendiri. "Ini masih cukup panas padahal."
Mary pun meletakkan kembali cangkirnya tanpa meminum isinya.
Kei yang melihat itu juga mengambil cangkir tehnya dan dia meminum sedikit isinya. "Memang masih panas tapi tidak sepanas itu." Komentarnya.
Flashback end.
Saat ini, angin laut sore yang menghantam tubuhnya bahkan tidak terasa apa-apa bagi Aldrean walau pun keadaannya hanya mengenakan kaos tipis tanpa tambahan apa pun.
Sebenarnya Aldrean sudah menebak resiko apa yang akan di dapatkannya kali ini karena dia berusaha menyembuhkan Deon, tapi tetap saja, kehilangan indera untuk merasakan perubahan suhu itu cukup menyulitkan untuknya.
Salah sedikit dalam bertindak, orang-orang disekitarnya pasti akan tahu masalah yang terjadi pada tubuhnya.
Aldrean tidak ingin jika sampai Kei atau siapa pun itu menyadari kondisinya.
Sinar matahari semakin menghilang dan angin yang berhembus juga semakin dingin. Aldrean tetap betah ditempatnya berdiri menatap laut tanpa beranjak.
Tanpa Aldrean sadari wajah dan kulitnya telah memucat tapi dia tetap tidak merasakan apa-apa.
"Keluarlah!"
Aldrean bersuara. Suaranya terdengar sangat jelas di keheningan tempat itu.
Kemudian dari arah tembok sebelah timur, Sion muncul dengan wajah datar andalannya.
Sion melihat Aldrean yang tidak menoleh kepadanya sedikit pun, diam-diam dia terkejut karena keberadaannya bisa diketahui oleh Aldrean.
Menyembunyikan keterkejutan dibalik wajah datarnya, Sion bertanya pada Aldrean. "Bagaimana kamu menyadarinya?"
"Kamu terlalu jelas bagaimana mungkin aku tidak sadar." Balas Aldrean masih tanpa melihat Sion yang sudah berdiri tidak jauh di belakangnya.
Sion diam. Dalam hati Sion bertanya-tanya tentang bagaimana cara Aldrean menyadari bahwa dia bersembunyi.
Padahal biasanya saat Sion mulai bersembunyi untuk memata-matai orang, Sion tidak pernah ketahuan.
Apa keahliannya sudah menurun?
Sion jadi meragukan dirinya sendiri.
"Kenapa?" Tanya Aldrean saat dia tidak mendengar lagi suara Sion padahal pemuda itu masih berdiri di belakangnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO
Teen FictionDia Zero. Sosok spesial yang akan hadir setelah kematian seseorang. [On Going]