Bagian 64 (Season 2)

1.8K 287 24
                                    

Sepanjang karirnya sebagai pembunuh bayaran, Thomas tidak pernah merasa takut bahwa dia akan mendapat pembalasan.

Tapi malam ini rasanya berbeda, saat melihat sepasang mata berwarna merah yang menyorot tajam ke arahnya, Thomas bisa merasakan belakang punggungnya dingin oleh sesuatu.

Pikirannya langsung dihantui oleh ketakutan. Thomas pikir, apa-apaan dirinya? Dia adalah seorang pembunuh bayaran profesional yang telah hidup dalam dunia gelap selama puluhan tahun, mana mungkin dia dibuat gentar hanya oleh tatapan seorang anak.

Saat Thomas masih berusaha melupakan tatapan yang terus menerus terbayang di kepalanya itu tiba-tiba saja lampu ruangan hotel yang dia tempati mati.

Thomas beranjak ke arah jendela, melihat ke arah luar di mana pemandangan sekeliling hotel telah berubah gelap gulita.

Itu berarti terjadi pemadaman listrik skala besar, pikirnya.

Setelah berpikir tentang hal itu pikiran buruknya yang semula melayang ke mana-mana mendadak merasa lega.

Hanya mati listrik. Itu bukan sesuatu masalah yang serius.

Baru saja Thomas berpikir demikian, pria itu terkejut karena begitu berbalik badan dia bisa melihat seseorang sudah berdiri di dalam kamar hotelnya.

Jelas bahwa pintu kamar hotelnya terkunci, bagaimana cara orang itu masuk?

Thomas tidak bisa melihat sosok itu dengan jelas, hanya sepasang matanya yang berwarna merah yang terlihat bersinar dalam kegelapan, melihat sosok itu Thomas tidak sadar jika dirinya diliputi ketakutan.

Tubuhnya bergerak mundur untuk menjauh tapi terhalang oleh jendela kamar hotelnya.

Karena tirai jendela yang terbuka, hanya cahaya dari temaram bulan yang menyinari ruangan gelap gulita itu.

"Ka-kamu... bagaimana bisa?" Thomas tidak pernah merasa setakut ini sebelumnya.

"Terkejut?" Zero yang saat ini memiliki penampilan aslinya berjalan santai mendekati Thomas yang terpaku di tempatnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi sama sekali. Bahkan tatapannya datar tanpa adanya emosi.

Hanya saja Thomas melihatnya dalam sudut pandang berbeda, bagi Thomas sosok pemuda di depannya itu sudah seperti malaikat pencabut nyawa yang akan mengambil nyawanya.

"Jelas-jelas aku mengunci kamar ini, bagaimana caramu bisa masuk? Siapa kamu?"

Walau pun Thomas mengingat sepasang mata merahnya yang familiar, Thomas tidak mengenali wajah Zero.

Tentu saja karena wajah Zero berbeda dengan wajah Aldrean yang pernah Thomas lihat.

"Entah," Zero berhenti di depan Thomas, selongsong peluru telah mengarah tepat ke arah kepalanya.

Tampaknya walau pun serigala sudah tua serigala tetap lah serigala, dia tidak akan lupa cara memburu bagaimana pun keadaannya.

Sayangnya saat ini, serigala tua itu telah berhadapan dengan singa yang baru saja dibangunkan dari tidurnya.

"Bergerak selangkah lagi, kupastikan peluru akan bersarang di kepalamu!" Thomas menyeringai senang, merasa kini lawan tidak lagi bisa berkutik di bawah todongan senapan.

"Aku benci mengotori tanganku tapi," Zero masih menatap Thomas dengan sorot matanya yang datar. Tidak ada ketakutan sama sekali dimatanya meski Thomas sudah bersiap untuk menarik peluru. "...aku lebih benci pada seseorang yang berusaha mengganggu seseorang yang kulindungi."

Thomas nyaris tidak bisa berkedip karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan pemuda di depannya. Walau pemuda itu tanpa senjata tapi Thomas merasa dia memang harus waspada.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang