"Ron!" Aldrean memanggil pria yang ditugaskan untuk membantunya dalam segala hal itu.
Sungguh seorang bawahan yang terlalu menurut pada majikan.
Akibat dari Louis yang memintanya untuk melayani semua kebutuhannya selama dalam masa pemulihan, Ron membantu hampir semua kegiatannya.
Aldrean bahkan masih mengingat dengan jelas kejadian pagi tadi saat Ron bahkan ingin membantunya untuk mandi.
Jelas saja Aldrean menolak usulan itu dan memilih melakukannya sendiri.
Tapi, Ron dengan wajah tabahnya justru berkata padanya. "Kemarin orang yang memandikan anda juga saya."
Saat itu Aldrean tidak bisa menahan ekspresi cemberut diwajahnya.
Kemarin dia tampaknya sedang dalam keadaan tidak sadar saat Ron membantunya membersihkan diri, mana mungkin dia akan mengizinkannya jika dia sedang dalam keadaan sadar.
Tapi, Ron lagi-lagi menambahkan. "Lagi pula tuan muda masih kecil, apa yang membuat anda malu? Kita juga sama-sama laki-laki."
Aldrean memilih mengabaikan dan akan melupakannya seolah-olah dia tidak pernah mendengarnya.
Pria yang dipanggil datang dengan cepat. Karena tugasnya, Ron memang tidak pernah meninggalkan Aldrean jauh-jauh.
Ron berdiri tepat di belakang sofa yang diduduki Aldrean. "Ada yang bisa saya bantu tuan muda?" Tanyanya dengan sopan.
Untuk panggilan yang disematkan Ron padanya sebenarnya Aldrean telah mengatakan pada pria itu untuk memanggilnya nama saja, tapi Ron menolaknya dan mengatakan itu tidak sopan.
Karena Aldrean yang malas berdebat dan tampaknya Ron jauh lebih keras kepala dari pada tuannya sendiri-- Louis, Aldrean lebih memilih untuk mengalah.
Lagi pula itu hanya sebuah panggilan baginya.
Aldrean pun melirik Louis yang tidak terganggu sedikit pun dengan bacaannya. "Saya ingin menghubungi seseorang, kamu bisa pinjamkan saya handphone?" Tanyanya pada Ron. Dia perlu menoleh ke belakang untuk melihat ke arah pria berpakaian pelayan itu.
"Tidak masalah, tuan muda." Ron merogoh saku jas pelayannya dan mengeluarkan benda pipih miliknya. "Ini..." dia menyodorkannya pada Aldrean dan diterima dengan baik.
Beruntungnya Aldrean mengingat semua nomor ketiga temannya di luar kepala.
Pemilik asli tampaknya memang sangat-sangat bergantung pada teman-temannya. Selain nomor ketiga orang itu, Aldrean tidak mengingat nomor yang lainnya.
Edwin yang saat ini berada di luar negeri Aldrean jadikan pengecualian. Dia tidak mungkin menghubungi orang yang jauh.
Dia juga tidak ingin langsung menghubungi Deon.
Dia belum memiliki keberanian untuk mengatakan jika dia telah menghilangkan motor milik pemuda itu yang telah dia pinjam bahkan tanpa meminta izin.
Walau pun dia yakin Deon seharusnya tidak akan memarahinya tapi tetap saja, dia mengecualikan Deon.
Pilihannya hanya tersisa pada Bisma.
Tanpa banyak berpikir lagi Aldrean mulai mengetikkan angka yang telah dihafalnya di luar kepala itu.
Tut.
'Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif. Mohon--'
"Hm?" Aldrean menatap ponsel ditangannya dengan heran.
Nomor milik Bisma tidak aktif.
Mencoba untuk kedua bahkan ketiga kalinya, jawaban operator yang sama adalah yang menjawab panggilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO
Teen FictionDia Zero. Sosok spesial yang akan hadir setelah kematian seseorang. [On Going]