Bagian 26

3.9K 467 27
                                    

Melihat tangan yang terulur di depannya, Diki meraih tangan itu ragu-ragu. "Te-terima kasih." Ucapnya setelah berdiri.

Bisikan-bisikan pun kembali terdengar di sekitar mereka. Banyak orang yang tidak menyukai interaksi keduanya.

"Ngapain sih si culun?"

"Ga tau tuh. Caper dia sama Prince Deon kita."

"Najis banget gue liat mukanya. Udah pasti kegeeran tuh gara-gara ditolongin Deon."

Kebanyakan suara adalah dari murid perempuan yang memang tidak menyukai Diki karena penampilan culunnya.

Diki tentu saja mendengar semua bisikan-bisikan yang menyerupai pengumuman itu. Tampaknya orang-orang memang sengaja ingin dia mendengarnya. Tangan yang menyatu di depan tubuhnya itu saling bertaut dengan erat, tersembunyi dari balik wajah sendunya, hatinya saat ini benar-benar terasa panas.

Apa salahnya jika dia ingin dekat dengan Deon dan yang lain?

Orang-orang itu terang-terangan membicarakan dirinya pasti karena cemburu.

Benar, mereka pasti cemburu karena tidak bisa berinteraksi dengan Deon seperti yang dia lakukan.

Pemikiran itu akhirnya membuat hati Diki terasa lebih baik. Dia menatap Deon dan tersenyum. "Makasih Deon udah nolongin aku."

"Hm."

"Deon mau makan? Mau makan bareng?" Diki tiba-tiba saja menjadi bersemangat.

Deon menatap pada seragam Diki yang kotor membuat Diki kemudian tersadar. "Ah iya, baju aku kotor." Dia langsung merengut saat teringat jika makanan miliknya juga sudah tumpah dan tidak mungkin bisa di makan. "Kalo gitu aku duluan ya Deon."

Sebelum melangkah, Diki melihat Deon lagi. "Besok... aku boleh makan bareng Deon?"

___

Setelah menarik paksa Aldrean untuk mengikutinya, Nevan menghentikan langkahnya begitu mereka tiba di tempat yang benar-benar sepi.

Nevan berbalik, pemuda itu menatap Aldrean dengan tatapannya yang tajam. "Lo--" dia terlihat marah dan bahkan tidak menyelesaikan perkataan yang ingin dikeluarkannya. Hanya tangannya yang bergerak untuk menyentak lengan Aldrean yang semula dia genggam dengan keras.

Aldrean menatapnya bingung. "Ada apa?"

Nevan mendengus. "Masih bisa lo nanya ada apa?"

"Gue ga ngerti." Yang Aldrean tahu, pemuda di depannya itu lah yang tiba-tiba menarik dan membawanya tanpa persetujuannya.

Seingatnya, Nevan itu paling anti berinteraksi dengan Aldrean di lingkungan sekolah.

Ada apa dengan pemuda itu yang tiba-tiba menariknya saat di kantin yang ramai? Apa tidak masalah baginya jika orang-orang mulai mempertanyakan hubungan mereka?

"Lo ke mana aja bangs*t?! Lo ngilang ga ada kabar dan buat nyokap gue cemas *njing! Tau diri dikit dong lo itu bisa hidup sampe sekarang itu karena bokap sama nyokap gue."

"Kalo bukan karena mereka lo itu mungkin udah tinggal di jalanan dari lama."

"Lo ga ada bersyukur-syukurnya ya jadi orang?!"

Nevan terus berbicara, seolah dia benar-benar tengah melampiaskan amarahnya, dia terus berbicara hampir tanpa jeda.

"Gue..." Aldrean tidak tahu harus mengatakan apa karena banyak dari perkataan Nevan yang menamparnya.

Tiba-tiba Aldrean jadi merasa bersalah karena memang dia lupa untuk mengabari Bibi dari pemilik tubuh asli. Bibinya, orang yang telah merawatnya sejak kedua orang tuanya meninggal.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang