Bagian 51 (Season 2)

1.5K 271 22
                                    

Karena kedatangan Louis di rumah sakit membuat Aldrean mengurungkan niatnya untuk meninggalkan tempat itu. Dokter datang setelah dipanggil oleh pengawal dan Aldrean yang memang tidak bisa meninggalkan ruangan terpaksa kembali berbaring diranjang pesakitan.

Infus yang dilepas telah kembali dipasangkan. Hanya saja Aldrean menolak saat dokter akan kembali memasangkan masker oksigen.

Dokter yang melihat pasien di depannya menggeleng saat akan dipasangkan masker oksigen tidak ingin memaksa. "Bagaimana dengan nasal kanula? Seharusnya kamu masih merasa sesak bukan?"

Memang sedikit sesak. Itu hanya sedikit dan menurut Aldrean, dia tidak membutuhkan alat-alat medis yang merepotkan itu.

"Tidak apa-apa."

Melihat pasien di depannya sulit untuk dibujuk, dokter itu menoleh menatap Louis yang dia kira sebagai keluarga pasien seolah meminta bantuan untuk membujuk.

Louis yang peka pada arti tatapan dokter hanya balik menatap pria yang tampaknya hanya beberapa tahun lebih tua dari Frans itu tanpa mengatakan apa pun. Sebaliknya Louis malah bertanya pada Aldrean. "Apa sungguh tidak masalah?"

Aldrean juga menatap Louis lalu mengangguk ringan.

Melihat anggukan itu Louis tidak memaksa Aldrean untuk menggunakan alat bantu pernapasan seperti keinginan dokter. Louis tahu Aldrean di depannya alias Zero bukanlah anak biasa, jika itu anak biasa mungkin dia telah mati sejak beberapa jam lalu setelah racun memasuki tubuhnya.

Jika Aldrean mengatakan dia tidak masalah maka itu pasti bukanlah sebuah masalah.

Menatap dokter kembali, Louis membuka suara. "Dia tidak menginginkannya."

Dokter seperti tidak percaya saat mendengar kalimat itu. "A-apa? Tapi--"

"Dia bilang tidak apa-apa." Louis langsung memotongnya. Tatapan pria tua itu menatap lurus Aldrean saat mengatakannya. Tatapannya seolah menyiratkan jika sesuatu yang buruk terjadi setelah ini karena anak di depannya itu menolak perawatan maka bersiap-siaplah untuk menerima hukuman.

Aldrean yang anehnya seperti bisa membaca isi pikiran Louis merasa tulang belakang lehernya dingin. Dia tidak ingin bertemu tatap lagi dengan sepasang manik hijau yang penuh dominasi itu jadi, dia membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menarik selimut sampai ke leher, dia mulai memejamkan matanya.

Dokter tidak berkata apa-apa lagi setelah melihat Aldrean yang telah memejamkan matanya selain pamit untuk kembali ke ruangannya.

"Jika ada masalah anda bisa memanggil saya di ruangan saya."

Louis memberikan anggukkannya dan begitulah akhirnya diruangan itu hanya menyisakan Louis dan Aldrean.

Mata Aldrean terpejam tapi Louis tahu anak di depannya itu tidak tidur hanya saja Louis membiarkannya. Dengan santai Louis duduk menempati sofa panjang di dalam ruangan.

Punggung disenderkan dan satu kaki disilangkan, tatapan Louis tidak beranjak dari sosok Aldrean sedikit pun. Seringai tipis muncul diwajahnya yang tidak lagi muda itu.

Akan dia lihat sampai kapan anak di depannya itu tahan berpura-pura tidur seperti itu.

___

Diki mengerjap perlahan. Dia merasa tidurnya terasa nyenyak dan menyenangkan tapi anehnya tiba-tiba saja dia merasa pegal dibagian punggungnya seperti dia baru saja tertidur dengan posisi duduk dalam waktu yang lama.

Sadar akan sesuatu yang aneh, Diki memaksa kedua matanya yang masih mengantuk untuk terbuka dengan sempurna.

Buram.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang