Bagian 74 (Season 3)

941 239 23
                                    

Masih dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya, Aldrean membawa langkahnya berlari dengan sekuat tenaga. Sesekali anak itu akan menengok ke belakang, memastikan para pengejar tidak bisa mengejarnya.

Bruk!

Tidak terlalu memperhatikan langkahnya, anak itu tersandung dan jatuh telungkup ke depan. Wajah, tangan, kaki, semua bagian itu tidak luput dari lecet dan memar.

Sebelum berhasil berdiri lagi, orang-orang yang mengejarnya sudah sampai ke tempatnya.

Sepasang cokelat cerah itu gemetar ketakutan dan wajahnya berubah pucat pasi. "A-ampun Ren..." pinta Aldrean dengan suaranya yang gemetar.

Ada tiga orang anak laki-laki berseragam sama dengannya yang mengejarnya, anak laki-laki yang berdiri di tengah kemudian berjongkok, menyamakan posisinya dengan posisi Aldrean yang masih terduduk di tanah.

Suasana malam yang gelap, hanya cahaya remang-remang bulan yang menyinari tempat mereka.

Anak yang berjongkok itu menyeringai, sebelah tangannya memukul-mukul kepala Aldrean yang tertunduk tidak berani menatapnya.

"Ayo lari lagi, nanti gue kejar lagi!" Tangan itu benar-benar tidak berhenti dan terus memukul-mukul kepala Aldrean. Pukulannya bahkan tidak ringan.

Melihat Aldrean yang terus menerus tertunduk tanpa menjawab, wajah anak laki-laki yang berjongkok itu dipenuhi kemarahan. "Ayo bangun! Lari! Lo budeg?!"

"Ma-maaf Ren..."

Anak laki-laki yang dipanggil Ren itu berhenti memukul. Wajah marahnya berganti tersenyum. "Sana lari, nanti kalo lo ketangkep, lo harus siap-siap---"

Tanpa mendengarkan perkataan itu selesai, Aldrean memaksa tubuhnya yang kesakitan di mana-mana untuk kembali berlari sekuat tenaga.

Rasa sakit dalam setiap langkah yang dia ambil itu begitu menyiksa tapi, Aldrean mengabaikan rasa sakitnya, dia hanya terus berlari dan berlari.

Dalam pikirannya dia terus meneriakkan kalimat tidak boleh tertangkap, tidak boleh tertangkap... terus lari... lari...

"Hah... hah... hah..."

Aldrean terbangun dengan napas memburu seperti dia baru saja berlari sejauh ratusan kilo meter. Pemuda itu mengusap wajah kasar sebelum melirik jam di dinding yang sebentar lagi menunjuk pukul tujuh malam. Rupanya dia sudah tertidur hampir selama empat jam.

"Mimpi sialan!" Makinya pada keheningan kamar.

Aldrean kemudian berusaha turun dari kasur tapi saat akan berdiri, tubuhnya malah limbung ke belakang dan membuatnya terduduk kembali ke atas kasur. Kakinya gemetar lemas, mimpi yang datang ke dalam tidurnya itu benar-benar menguras tenaganya.

"Sial Al! Gue udah bilang kan kalo ingatan ga penting ga usah lo inget-inget!" Aldrean meremas kepalanya yang terasa pusing. "Ngapain lo inget-inget kenangan yang--" napas Aldrean tercekat saat mengingat kembali mimpinya. Rasa takut yang muncul dari mimpi itu terasa sampai dunia nyata. "...buruk." lanjutnya dengan suara yang lebih pelan.

Selama ini ingatan yang dia terima setelah menghuni tubuh Aldrean memang tidak lengkap dan dia pun tidak berusaha untuk menggali ingatan pemilik asli kecuali, membiarkan ingatan itu datang dengan sendirinya.

Baru kali ini dia menerima ingatan tentang pembulian yang pernah terjadi pada pemilik asli.

Aldrean memejamkan matanya. Setelah dia bangun, rentetan ingatan yang tidak pernah dia ketahui tiba-tiba saja memenuhi kepalanya dengan cepat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang