Louis tidak mengatakan di mana letak kamar pastinya jadi begitu keluar dari lift dan melihat pintu berwarna cokelat terdekat, Aldrean memutuskan untuk memilih kamar itu sebagai kamar pribadinya.
Ruangan itu besar. Tidak ada dekorasi khusus selain semua barangnya benar-benar mahal, semua warna memiliki dominan putih yang membuat kamar terlihat jauh lebih luas dan cerah.
Ada juga balkon yang bisa digunakan untuk bersantai. Balkon itu menyajikan pemandangan langsung ke arah taman belakang.
Aldrean saat ini telah mendapatkan keinginannya untuk merebahkan diri, helaan napas lelahnya keluar padahal dia tidak melalukan hal yang melelahkan sama sekali.
Saat dia teringat sesuatu, tangannya merogoh saku celana denim yang dikenakannya, mengeluarkan ponsel miliknya dari sana.
Dia mulai membuka aplikasi pesan dan mengetik beberap kata sebelum menekan tombol kirim.
Di sekolah, Deon yang baru menyelesaikan pembelajarannya karena bel istirahat baru saja berbunyi mendapati suara notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya.
Pemuda itu membuka pesan yang masuk dan tanpa sadar menyunggingkan senyuman tipis setelah melihat siapa yang telah mengiriminya pesan.
'Gue pindah.'
Itulah isi pesan yang diterima Deon diiringi tanda sharelock.
Deon pun mengetik beberapa kata untuk membalasnya sebelum kembali mengantongi ponsel miliknya. Sepertinya dia juga akan pergi ke kantin, dia bangkit dan meninggalkan kursinya.
Beberapa hari terakhir ini pergi ke sekolah menjadi hal yang sangat membosankan baginya, tidak ada Aldrean, tidak ada Bisma, juga tidak ada Edwin. Deon benar-benar sendirian.
Walau pun tentu saja ada banyak orang yang ingin dekat dan berteman dengannya, Deon tidak bisa merasa nyaman dengan mereka semua.
Begitu sampai di kantin seketika Deon menyelesali keputusannya untuk datang ke tempat itu. Kantin sangat ramai.
Karena tidak ingin kembali dengan tangan kosong sementara perutnya juga lumayan kelaparan, Deon pun memilih untuk mengantre di sebuah stan makanan yang cukup lenggang.
Setelah mendapatkan makanannya Deon pun mencari tempat yang kosong. Kantin benar-benar ramai dan semua meja tampak telah terisi penuh, itu sebelum Deon melihat sebuah tangan yang melambai ke arahnya.
Pemilik tangan itu adalah Revano sang ketua OSIS YHS.
Tidak memiliki pilihan lain, Deon pun menghampiri Revano yang duduk di salah satu meja bersama teman-temannya.
Melihat Deon sudah menghampiri mereka Revano pun tersenyum. "Duduk!" Dia menyediakan ruang yang cukup untuk Deon bisa duduk.
Deon pun hanya duduk. Mengabaikan Revano yang terus menerus tersenyum ke arahnya.
Teman-teman Revano juga tersenyum dan menyapa Deon tapi tentu saja Deon hanya membalas mereka dengan anggukan kecil, bahkan tidak ada senyum basa basi sama sekali di wajahnya.
"Em Yon, gimana keadaan Bisma? Terus temen lo yang satu lagi, gue juga denger dia lagi sakit ya?" Tanya Revano mencoba memulai pembicaraan.
Deon menghentikan acara suapannya, dia menatap Revano sebentar sebelum kembali menunduk menyantap makanannya.
"Temen lo sakit apa? Kapan dia balik ke sekolah?"
Deon kembali menghentikan suapannya. Dia menatap Revano datar. "Lo berisik, kak."
Revano sontak tertawa canggung. "Ha ha sorry-sorry. Silahkan lo bisa makan lagi!"
Teman-teman Revano yang melihat tingkah pemuda itu pun hanya bisa menggeleng tidak habis pikir. Sebenarnya, Revano memang terkenal sebagai ketua OSIS kesayangan semua orang bukan karena wajahnya yang tampan tapi sikap pemuda itu yang penuh perhatian kadang juga menyerempet kebodohan, itu membuat orang-orang kadang dibuat gemas oleh tingkahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO
Teen FictionDia Zero. Sosok spesial yang akan hadir setelah kematian seseorang. [Selesai]