Bagian 20

5.7K 615 18
                                    

"Si-sialan. Sebenarnya siapa kalian?" Elang berusaha mempertahankan kesadarannya yang mulai memburam. Dia tidak ingin kalah seperti ini.

Seorang pria berpakaian hitam yang tampaknya menjadi pemimpin penyerangan, mendekatinya. Pria itu berdiri sambil menatap ke bawah pada Elang yang meringkuk dilantai, tatapannya merendahkan. "Anda tidak perlu tahu siapa kami."

"L-lo... apa lo ga tau siapa kita?" Marco yang kesadarannya juga diambang batas menyahuti. Dia mencoba mendudukkan diri walau pun seluruh tubuhnya terasa nyeri.

Pria yang berdiri tegak di dekat Elang itu melirik acuh pada Marco, sama sekali tidak peduli pada pria itu.

"Apa itu penting? Bahkan, Antonio, Bos kalian itu tidak bisa melakukan apa-apa pada tuan mudaku."

Deg.

Jantung Elang mau pun Marco sama-sama berdetak kencang saat nama Bos mereka ikut disebut. Pikiran mereka sama yaitu, bagaimana bisa orang di depan mereka itu mengenal Bos mereka? Sebenarnya siapa mereka dan siapa juga yang orang itu sebut sebagai tuan muda?

Tiba-tiba Elang merasa sedikit tercerahkan. "Apa mungkin--" dia mengingat sosok pemuda cantik yang dia tangkap beberapa hari yang lalu.

Setelah menyerahkan pemuda itu kepada Bos mereka, Elang tidak mengetahui lagi bagaimana kabarnya. Apa benar pemuda itu yang di maksud orang di depannya?

Seorang pria berpakaian hitam lain mendekati pria yang berdiri di dekat Elang, pria lain itu tampak membisikkan sesuatu sebelum keduanya berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Elang awalnya berpikir sudah selesai tapi suara pria berpakaian hitam lainnya memupuskan harapannya.

"Ini belum selesai. Kalian tunggu keputusan tuan muda untuk kalian."

Sementara itu pria berpakaian hitam yang sebelumnya saat ini menghampiri mobil hitam yang terparkir tidak jauh dari lokasi kejadian.

Saat kaca mobil itu diturunkan dan memperlihatkan seseorang di dalamnya, pria berpakaian hitam itu menunduk hormat.

"Kami sudah menyelesaikan perintah anda, Tuan muda Deon."

Deon, orang yang berada di dalam mobil itu melirik tempat yang tidak jauh darinya, tempat di mana Elang dan kelompoknya berada. "Kerja bagus."

Mendengar pujian itu membuat pria berpakaian hitam itu merasa senang. Sangat jarang dia mendengar tuan mudanya memuji seseorang. Dia merasa beruntung karena menjadi salah satunya. "Saya juga menemukan motor milik anda, harus kah saya meminta yang lain untuk membawanya ke mansion atau ke apartement anda?"

Ah benar, Deon bahkan tidak mengingat motor itu sama sekali. Setelah mendengarnya Deon jadi ingat Aldrean yang tampaknya merasa bersalah karena telah menghilangkan motornya. Walau pun sebenarnya Deon sendiri sama sekali tidak peduli pada motor itu tapi, jika motor itu bisa kembali Aldrean mungkin akan senang kan? Aldrean juga tampak menyukai motor itu, harus kah Deon memberikan motor itu pada Aldrean?

Lama berpikir, Deon akhirnya menjawab, "Apartement."

Deon kemudian menatap pria berpakaian hitam dengan serius. "Orang-orang itu, bawa dan laporkan ke polisi!"

Mana mungkin dia membiarkan mereka bebas semudah itu. Orang-orang itu telah melukai Aldrean.

Sementara pria berpakaian hitam masih terkejut karena tiba-tiba saja Deon mengeluarkan aura yang menyeramkan, tuan mudanya itu sudah berkata lagi. "Haris, bantu mereka!"

Kalimat itu bukan ditujukan untuk pria berpakaian hitam melainkan untuk Haris yang sejak awal hanya diam dengan tenang di balik kemudi.

Mendengar ada perintah untuknya, Haris lantas mengangguk. "Akan saya lakukan tuan muda."

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang