Bagian 18

7.7K 847 13
                                    

Pintu bercat putih itu tertutup rapat, Selena di depannya kebingungan memilih antara membuka pintu itu atau tidak. Setelah mempersiapkan diri, wanita itu mencoba mengukir sedikit senyuman di atas wajahnya.

Setelah bunyi 'cklek' yang menandakan pintu telah berhasil dibuka, Selena mulai melangkah masuk dengan perlahan.

Senyuman yang coba wanita itu tampilkan luntur begitu saja saat melihat bungsunya yang tengah memandang keluar, entah apa yang anak itu lihat hingga wajahnya yang biasa ceria itu saat ini berhias kesenduan.

Bisma, pemuda itu saat ini duduk di atas kursi roda, berada tepat di dekat jendela kamar, dia tampak menikmati pemandangan langit biru yang berhias awan putih. Cuaca yang cerah dan hangat dengan tambahan sinar matahari.

Sayangnya, Bisma dan perasaannya tidak sama seperti cuaca di luar.

Pemuda itu saat ini begitu mendung hingga menciptakan air yang seolah siap untuk ditumpahkan.

Sebagai seorang ibu, melihat pemandangan yang tidak biasa dari bungsunya, Selena hanya bisa menahan tangis yang mendesak ingin keluar. Hatinya terasa sakit dan perih.

Dengan langkahnya yang pelan, Selena menghampiri Bisma dan mengambil tempat di belakang kursi roda anak itu. Selena tidak ingin Bisma menyadari wajahnya yang terlihat jelek karena saat ini dia yang tengah berusaha keras untuk menahan air matanya.

"Lagi ngapain sih, hm?"

Bisma menoleh ke belakang, dia kemudian bisa melihat Maminya yang tersenyum tipis. Sangat jelas senyuman itu begitu palsu dan dipaksakan. Mata Maminya tidak bisa berbohong.

Melihat itu Bisma menghela napasnya. "Ga ngapa-ngapain, Mih."

Bisma tidak menyukai keadaannya yang saat ini lemah tapi dia lebih tidak menyukai keadaannya saat ini telah membuat orang-orang di sekitarnya berduka. "Padahal Mami udah janji ga bakal nangis lagi..." lirihnya.

Merasa tertangkap basah, Selena buru-buru mengelak. "Mana ada Mami nangis. Ini Mami senyum." Dia berusaha menunjukan senyuman yang lebih lebar.

Senyuman itu tetap palsu. Bisma melengos, enggan menatap kebohongan itu lebih lama. "Cuma ga bisa jalan, Bisma ga pa-pa kok, Mih."

Bibir Selena seketika terkatup. Walau pun dia ingin berbicara tapi dia telah kehilangan semua kata-katanya.

Kenyataannya orang yang ingin dia hibur malah adalah orang yang menghibur dirinya.

"...Bisma kangen temen-temen?" Tanya Selena akhirnya.

Sejak datang ke negara lain untuk pengobatannya Bisma memang belum menghubungi teman-temannya sama sekali.

Dipikirkan lagi dia memang merindukan teman-temannya.

Tapi, Bisma sedikit takut.

Dengan keadaannya yang saat ini cacat, apakah teman-temannya masih mau menerimanya?

___

Mobil yang dikemudikan oleh Ron itu melaju dengan kecepatan sedang. Di samping kemudi ada Kei, lalu di jok belakang ditempati oleh Louis dan Aldean.

Yang paling muda di antara mereka itu lebih memilih menutup mata.

Mereka dalam perjalanan kembali dari rumah sakit setelah melakukan berbagai pemeriksaan untuk Aldrean.

Aldrean awalnya menolak karena merasa dirinya baik-baik saja tapi karena paksaan Louis, Aldrean pun berakhir melakukannya.

Semua pemeriksaan yang dilakukannya berjalan sangat lama, itu hampir tiga jam lebih dan benar-benar menguras tenaga. Aldrean kelelahan dan membuatnya jatuh tertidur di dalam mobil.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang