Bagian 40 (Season 2)

4K 465 19
                                    

Aldrean tidak kembali ke kelas, berbicara dengan Diki membuat perasaannya menjadi buruk, sebagai gantinya pemuda itu membawa dirinya pergi ke atap sekolah. Aldrean memutuskan untuk membolos.

Tempat itu sepi dan sunyi karena pelajaran memang sedang berlangsung.

Memejamkan matanya, Aldrean berusaha menikmati semilir lembut angin yang menyapu wajahnya saat dia membiarkan tubuhnya duduk bergelantung di atas tembok pembatas.

Dari atas pemandangan di bawah terlihat dengan jelas.

Ada beberapa anak yang sedang melakukan kegiatan olahraga di lapangan outdoor. Mereka adalah anak-anak kelas 11-5. Kelas di mana Nevan berada.

Walau dari kajauhan Aldrean bisa menangkap sosok Nevan yang tengah beradu permainan bola basket dengan teman-temannya.

Melihat Nevan, Aldrean baru teringat kembali dengan ucapan Nevan yang akan membawanya bertemu Hana. Setelah mereka berbicara hari itu Nevan tidak ada menghubunginya atau menemuinya sama sekali jadi Aldrean benar-benar lupa.

Aldrean merogoh saku celana hingga saku dikemeja seragamnya tapi barang yang dia inginkan tidak bisa dia temukan.

Dia lupa membawa ponselnya.

Entah di mana benda itu sekarang. Mungkin tertinggal di tas yang berada di kelas atau mungkin di kost an.

"Kalo gue lompat mati ga ya?" Aldrean bertanya pada dirinya sendiri. Wajah dengan kulit pucat itu tidak memiliki ekspresi selain tatapan matanya yang acuh tak acuh.

Sementara itu Diki yang kembali ke kelas merasa heran karena tidak bisa menemukan keberadaan Aldrean di kelas, padahal Aldrean kembali lebih dulu darinya.

Tidak mungkin baginya untuk bertanya pada yang lain apalagi saat ini guru tengah menerangkan di depan kelas, Diki akhirnya hanya duduk dibangkunya dengan perasaan tidak karuan.

Awalnya Diki masih sempat berharap jika dia bisa membujuk Aldrean dan hubungan mereka bisa kembali seperti semula sebelum Aldrean tiba-tiba menjauhinya tapi, setelah berbicara dengan Aldrean dan melihat responsnya Diki tahu hal untuk hubungan mereka kembali seperti dulu itu tidak mungkin. Saat ini anggap saja Diki tidak memiliki pilihan lain. Jika terjadi sesuatu itu adalah salah Aldrean.

Tanpa Diki sadari ada beberapa pasang mata yang terus memperhatikannya alih-alih memperhatikan pelajaran yang diterangkan di depan kelas. Salah satu pemilik sepasang mata itu adalah Edwin. Tatapan pemuda itu terkesan begitu dingin saat dia menelusuri penampilan Diki begitu anak itu kembali ke tempat duduknya.

Sebelumnya, setelah Aldrean izin ke toilet pada guru tidak lama kemudian Diki juga mengatakan izin yang sama. Diki telah kembali tapi Aldrean yang pergi lebih dulu malah tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Edwin dapat memastikan jika memang telah terjadi sesuatu.

Lalu, tatapan Edwin dia alihkan pada Deon yang kebetulan duduk tepat di depannya.

Deon tentu tidak sadar jika saat ini Edwin di belakangnya tengah menatapnya dengan begitu intens.

Edwin tidak ingin melarang Deon untuk berteman dengan siapa pun dan membebaskannya untuk memilih berteman dengan siapa pun tapi, Edwin akan mengatakan dengan jujur jika dia tidak menyukai kedekatan yang Deon bangun dengan Diki.

Diki, anak itu selalu memasang tampang polos dan menyedihkan tapi kenyataannya dia tidak sepolos dan sebaik kelihatannya.

Saat SMP, Edwin tidak berada di satu sekolah yang sama dengan Aldrean jadi saat mengetahui jika Aldrean akan bersekolah di YHS milik keluarganya, Edwin merasa sangat senang dan bersemangat untuk segera masuk ke jenjang SMA.

ZEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang