Kelopak mata yang tertutup mulai terbuka. Mata dengan lensa kecokelatan itu terlihat mulai membiasakan diri dengan keadaan cahaya di sekitar sebelum tubuhnya dipaksa untuk duduk.
Melihat ke sekeliling ruangan, Zero-- sosok itu mulai menyadari jika dirinya baru saja berganti tubuh kembali. Ditambah dengan beberapa ingatan baru yang saat ini bergantian menyerbu kepalanya, membuat kepalanya pusing.
Aldrean Dimas. Itu nama tubuh barunya saat ini.
Aldrean merupakan yatim piatu. Orang tuanya meninggal dunia dalam kecelakaan saat Aldrean berusia delapan tahun.
Sebelum ini, Aldrean tinggal bersama keluarga Bibinya tapi Aldrean memutuskan untuk hidup sendiri setelah dia resmi menginjak bangku SMA.
Setelah mengamati sekeliling ruangan yang ditempatinya saat ini dan menyatukan semua ingatan yang baru saja memasuki kepalanya, Zero atau yang saat ini telah resmi menjadi Aldrean menyadari jika dia berada di kamar kost nya.
Entah apa yang terjadi pada Aldrean asli sehingga membuat sosok seorang Zero dapat menempati raganya saat ini. Tapi satu hal yang pasti, jika sosok Zero telah menempati raga orang lain itu berarti pemilik raga asli telah mati.
___
Tidak membutuhkan waktu lama bagi Zero untuk beradaptasi menjadi Aldrean. Pagi ini, pemuda itu telah siap dengan seragam sekolah nya.
Jarak antara kost-an miliknya dengan sekolah cukup dekat dan hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit dengan berjalan kaki. Tapi, Aldrean biasanya akan menaiki angkot untuk pergi ke sekolah.
Setelah turun dari angkot yang dinaikinya, Aldrean mulai berjalan mendekati gerbang besar sekolah. Yudika High School atau biasa disingkat YHS, nama sekolah itu terpampang dengan jelas di samping gerbang sekolah itu.
Menurut ingatan yang diterimanya, keluarga Bibinya memang merupakan keluarga kaya yang cukup berada, itu di sebabkan karena Pamannya-- suami Bibi merupakan salah satu pengusaha yang cukup terkenal di Kota B. Mungkin sebab itulah mereka tidak keberatan menyekolahkannya di sekolah elit yang bergengsi.
Keluarga Bibinya memang selalu memperlakukannya dengan baik, Bibinya bahkan pernah menolak keras keputusannya yang ingin mencoba hidup sendiri. Sampai saat ini, Bibinya bahkan tidak pernah absen mengiriminya uang jatah bulanan.
Sayangnya, Aldrean itu tipe orang yang jika ada jalan yang sulit kenapa harus memilih yang mudah.
Di saat dia bisa memilih hidup tenang dan nyaman di rumah Bibinya, Aldrean justru memilih untuk hidup susah di kost-an kecilnya. Alih-alih menggunakan uang pemberian Bibinya, Aldrean justru lebih suka bekerja paruh waktu untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Tap.
Langkah Aldrean berhenti tepat di depan pintu kelas. Menyesuaikan ingatannya, kelas 10-3 itu merupakan kelasnya.
"Woi Al, ngapain lo bengong disitu?"
Suara yang cukup nyaring untuk ukuran suara laki-laki itu terdengar bersamaan dengan sebuah tangan asing yang tiba-tiba melingkari pundak Aldrean.
Aldrean menoleh dan menatap remaja lain yang tampaknya perlu sedikit berjinjit untuk merangkulnya. Dalam ingatannya, remaja laki-laki itu merupakan salah satu teman Aldrean asli.
"Bisma?"
Bisma memiringkan kepalanya ke samping, matanya menatap Aldrean yang anehnya terlihat berbeda. "Ya, gue?"
"Lepas!" Tanpa menjawab Aldrean menyingkirkan tangan yang bertengger dipundaknya.
"E-eh?"
Aldrean benar-benar mengabaikan Bisma dan melanjutkan langkahnya untuk memasuki kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO
Teen FictionDia Zero. Sosok spesial yang akan hadir setelah kematian seseorang. [On Going]