105 : Tirai

1.3K 185 29
                                    

Jangan lupa follow, Vote dan komentarnya☺️

Happy reading💙

❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️

"Apa begini cara mama bikin aku marah?"

Engfa membeliak saat Meen mencekal tangannya. Aktivitasnya memotong bunga mawar seketika terhenti. Engfa punya hobi merangkai bunga. Wajahnya terangkat, sepasang matanya menatap Meen dengan tajam. Dia mendesah. Begitu jelas rasa kesal yang dia tampakkan.

"Apa maksudmu? Bikin marah apa? Yang ada, malah kamu yang membuatku marah!"

"Apa maksud dan tujuan mama mengizinkan Thanapob tinggal di sini? Apa mama tahu apa ya g telah dia lakukan pada istriku. Istriku hampir saja keguguran karena dia! Andaikan kakau terjadi apa-apa dengan istri dan anakku, apa mama mau bertanggung jawab, Hah?!"

Dan lagi, Engfa berusaha melepaskan tangannya dari Meen, tapi Meen justru semakin mengeratkan cekalan tangannya. Sebenarnya dia tidak mau berbuat kasar kepada mamanya, tapi mau bagaimana lagi, mamanya sudah terlalu sering melewati batas kesabarannya.

"Dari mana semua tuduhan itu berasal? Apa buktinya kalau aku yang mengizinkan Thanapob tinggal di sini? Kenapa kamu sangat mempercayai istrimu ketimbang aku yang telah melahirkan dan membesarkanmu? Apa kamu tidak takut seandainya aku mengadukan semua ini kepada ayahmu dan juga kepada tetua dewan?" Engfa mencecarnya dengan memutarbalikkan fakta. Mana mungkin dia akui kesalahannya dengan mudah.

"Bukan begitu, ma. Aku tidak menuduh mama tanpa bukti. Aku sudah menemui Thanapob, dan memang mama yang mengizinkan dia tinggal di sini. Buat apa? Biar dia bisa menganggu istriku? Jika dia memang tamu di negara ini, mama kan bisa meletakkan dia di luar istana. Hotel misalnya, kenapa harus di istana? Bukankah mama sendiri tahu, kalau dia itu pernah memiliki hubungan yang kurang baik dengan istriku."

"Jangan lebay, Meen. Kamu jangan terlalu memanjakan istrimu. Memang benar dia cacat, tapi tak seharusnya sampai seperti ini juga kamu melindunginya." Mudahnya dia bicara sembari melepaskan genggaman tangan Meen dari lengannya.

"Jangan ngeremehin begitu mama. Apa mama tidak tahu, setelah dia menemui istriku, istriku hampir saja keguguran. Makanya sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sebaiknya dia segera mama minta tuk angkat kaki dari sini!"

"Apa buktinya dia penyebab istrimu hampir keguguran? Itu hanya alasan istrimu agar dia bisa mengelak dari pemeriksaan mengenai jenis kelamin dan gender kedua anak kalian!" Maki dia membuat Meen tidak habis pikir.

Meen mengusap kasar wajahnya, namun tak jua berhasil menenangkan gejolak amarah di hatinya, lantas dia menendang meja yang ada dibelakang Engfa. "Gila aku lama-lama ngomong sama mama. Picik, licik, manipulatif, tukang fitnah, dan sangat buruk hati serta pikiran mama." Keluh Meen tidak tahu lagi harus berkata apa, "Sebenarnya aku ini anak mama atau bukan? Kenapa aku merasa kalau aku ini anak pungut? Tak sedikitpun mama dan papa biarkan aku bernafas lega barang sejenak, kalian selalu menuntutku ini itu. Mencekik ku dengan berbagai aturan dan permintaan kalian yang sangat egois! Bukankah kalian yang memintaku tuk menikah? Kalian jugakan yang memintaku tuk segera punya anak? Giliran istriku sudah hamil, kenapa kalian sangat suka mencari gara-gara dengan istriku? Anaknya belum lahir tapi kalian sudah memintanya tuk melakukan tes gender kedua. Perlu mama ketahui, apapun jenis kelamin dan gender keduanya, dia tetap putraku dan dia juga yang akan menjadi penerusku." Geram dia, andaikan wanita di hadapannya ini bukan mamanya, sudah dia gantung di alun-alun kota.

Engfa tertawa keras, sangat keras. Dia merasa lucu dengan perkataan Meen tadi. "Darimana kepercayaan dirimu itu datangnya sampai kamu sangat yakin kalau kamu yang akan menggantikan posisi daddymu, Hah? Lucu sekali, hahahaha."

The Abyss : PerthSanta - The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang