113 : My Dream

765 125 16
                                    

Jangan lupa follow, Vote dan komentarnya☺️

Happy reading💙

❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️

Pin masih memakai bathrobe tanpa apapun di dalamnya. Dia terkejut saat mendapati suaminya yang sudah berdiri depan pintu kamar mandi, seolah-olah dia memang sudah menunggu Pin sedari tadi.

Pin menelan ludahnya dengan iris gelap yang saling bersua dengan suaminya.

"Mendekatlah!" Titah Meen tenang namun sorot matang teramat dingin. Tanpa perlu Pin tanya pun, dia sudah tahu kalau saat ini suaminya marah.

Pin melangkah maju lantas pinggangnya segera Meen raih, padahal tadinya dia takut dia akan mendapatkan serangan dari suaminya yang sama sekali tidak terprediksikan.

Pelukan Meen sangat erat dengan dahi yang menggantung pada pundak Pin. Nafas panjangnya terasa berat. Membuat yang dipeluk membalas pelukannya. "Aku tidak akan bertanya apa yang sedang kamu lakukan dan rencanakan. Hanya saja satu pintaku, kamu jangan sampai terluka. Aku bisa gila jika kamu terluka. Paham?!" Ini perintah, bukan permintaan.

Meen bukannya tidak punya hati maupun rasa sumpati dan empati pada sesama manusia. Dia punya namun dia kesampingkan agar dia bisa bertahan di sisi Pin.

Dia tidak akan menggunakan logikanya jika bersama Pin. Sebab hanya akan membuat hubungannya dengan Pin berakhir menjadi pertengkaran. Dia tidak ingin itu terjadi, sebab hanya Pin yang dia miliki di dunia ini.

Memang benar orang tuanya masih hidup, namun sudah lama dia tinggalkan. Begitu dia memutuskan pergi dari negeri Venus dan meninggalkan gelar serta tanggung jawabnya, dia sudah bukan menjadi mereka lagi.

Walaupun nanti seluruh dunia mengecam Pin, dia akan tetap di sisi Pin.

Dia bukan suami takut istri, lebih pada rasa menghargai dan cinta kasih.

Selain itu, Pin tidak pernah neko-neko maupun melirik Alpha lain. Dia hanya terlalu mencintai Kanghan dan kembarannya sampai dia rela melakukan segala cara agar dua orang itu hidup bahagia.

"Terima kasih." Tanggap Pin setelah mengangguk ringan di saat iris gelap keduanya kini saling bersua.

"Walaupun aku sudah bicara begitu, tapi amarahku masih bergejolak. Lakukan sesuatu agar amarahku mereda." Lanjut Meen langsung di pahami oleh Pin obat ampuh tuk meredakan amarah suaminya.

Pin berjinjit, lalu melingkarkan kedua tangannya oada leher suaminya, dia tarik agar dia bisa mencium bibir suaminya.

Ciuman itu segera Meen sambut dan kini tubuh Pin terdesak ke dinding. Bibirnya di lumat dengan paksa terbuka oleh Meen yang langsung melesakkan lidah panasnya masuk kedalam. Samping leher Pin dicengkeram kuat dan pinggang rampingnya Meen jerat dengan lengan kaku sampai Pin tidak bisa berkelit sedikitpun. Dia terkurung dalam kokohnya kuncian tubuh suaminya.

Sekarang Meen sudah tidak memakai atasan, tubuhnya panas membara, pun lidahnya, terus melumat bibir Pin yang kesulitan memberikan balasan sebab permainan Meen semakin liar.

Ciuman itu bercampur dengan hasrat, cinta, anarah dan obsesi.

"Su—suamiku." Lirih Pin ketika Pin berhasil melepaskan pagutan mulut Meen. Namun tak di gubris, Meen malah mengangkat tubuh langsing Pin naik ke gendongan dan membawanya ke ranjang besar mereka di tengah ruangan.

"Suamiku, tu—tunggu ..." Pin berusaha menahan dada Meen dengan telapak tangannya.

Wajah Pin sedikit meringis, namun Meen tetap melabuhkan bibirnya untuk membelai leher istrinya itu yang kini juga dia gigit gemas dan meninggalkan bekas.

The Abyss : PerthSanta - The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang