118 : Camelia

437 86 10
                                    

Jangan lupa follow, Vote dan komentarnya☺️

Happy reading💙

❄️❄️❄️💙💙💙❄️❄️❄️

Balkon kamarnya merupakan salah satu tempat favorit Santa. Karena dari sini dia bisa melihat gerbang masuk white Castle.

Dia sering menghabiskan waktu di situ, terutama menjelang senja. Selain memperhatikan pemandangan sore hari yang indah dari kejauhan, dia kerap menyelesaikan tugasnya di sini. Terkadang dia juga tidur di sini jika dia ingin tidur dibawah langit malam yang bertabur bintang gemintang.

Iringan burung-burung terbang pulang di antara redup matahari senja biasanya mampu menjadi penenang di sela-sela kesibukan Sanga.

Dia sengaja membuat dirinya sangat sibuk tuk mengurangi kerinduan yang melanda dirinya.

Tak terasa, sudah 5 tahun saja dia dan Perth tak bersua. Pertemuan terakhirnya ya di hari itu, hari pertama mereka perang melawan zombie. Setelahnya, begitu negeri Venus bersih tanpa zombie, Perth beserta pasukannya merambah ke luar negeri.

"Papa, kenapa papa di sini? Apa papa menangis lagi karena merindukan daddy?" Suara lembut Juan bertanya pada Santa yang kini tersenyum kepada Juan. Bocah tampan itu naik keatas paha santa lalu duduk di sana.

Santa menggeleng. "Papa tidak apa-apa, tidak rindu juga. Papa baik-baik saja. Hanya saja di dalam gerah."

Juan mendesah tak percaya, "Gerah? Gimana bisa papa gerah, memangnya ac kamar papa rusak? Setahuku gak, tadi ketika aku masuk, adem. Papa ngelamunin apa sih, apa yang papa pikirkan?" Juan sangat yakin dengan instingnya. Papa pasti merindukan daddynya yang sudah 5 tahun tidak pulang-pulang. Hanya memberi kabar melalui video call. Itupun hanya sebentar dan juga jarang. Namanya juga di medan perang, mana punya waktu bersama-lama tuk menelepon.

Santa menatap putranya dengan alis terangkat, "Dari mana kamu tahu papa melamun?"

"Juan dari tadi di sini, papa. Papa melamun terlalu jauh sehingga tidak tahu juan datang," Jawab Juan paling romantis daripada Arthur. Arthur itu terlalu bolak-blakan.

Santa tertawa pelan. Putranya yang satu ini memang serbatahu, selalu begitu. Dia tidak pernah bisa menyembunyikan apa pun dari insting putranya yang tajam.

Hening sesaat, kini Juan ikut memandang kegelapan yang semakin bertaburan bintang gemintang, "Apapun yang papa pikirkan, mau itu rindu dan sejenisnya. Percayalah, daddy pasti lebih merindukan papa."

Santa menatap putranya dengan alis terangkat, sepertinya lebih dia jujur saja dengan putranya. "Kelihatan banget ya nak papa merindukan daddy?"

Juan mengangguk cepat lalu membingkai wajah cantik Santa. "Juan dan Arthur juga merindukan daddy, jadi tidak mungkin papa tidak merindukan daddy... oleh karena itulah, papa tidak perlu malu dan tunjukkan saja perasaan papa apa adanya. Soalnya, gak baik di pendam, nanti jadi penyakit." Perkataannya diakhiri dengan mengecup pipi Santa lalu memeluknya dengan erat. Dia juga merindukan daddynya. Semenjak Perth sudah lama tidak pulang, dia jadi mengerti dengan apa yang Liam dan Reina rasakan. Terlebih Liam dan Reina tidak bisa lagi melihat Pin tuk selama-lamanya. Karena itulah, dia jadi memaklumi Liam dan Reina yang sering tidur di depan pintu kamar Pin tuk mengobati rasa rindu mereka.

Santa terkekeh lalu dia hujani putranya dengan kecupan yang membabi buta. Membuat Juan tertawa karena geli.

Sementara di sini Arthur sedang bermain simulasi perang di game yang dulu diciptakan oleh Fourth, Gemini, Perth dan Ben. Dia bermain bersama Ray dan Noah. Mereka belajar perang melalui game.

Ketika lagi asyik main game, Reina datang dan mencabut stop kontak. Membuat game itu terpaksa berakhir dengan paksa karena tidak ada arus listrik yang mengalir.

The Abyss : PerthSanta - The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang