Jodha menghela nafas panjang. Matanya menatap bangunan di hadapannya itu. Dia masih diam belum bergerak sama sekali. Masih ragu-ragu untuk melangkah masuk kedalam bangunan tersebut. Wanita yang diikutinya itu sudah melangkah lebih dahulu, namun kemudian berhenti dan dia berbalik menghadap kebelakang.
"Kok belum turun Jo? ayo masuk. Nggak apa-apa kok."
Jodha tersenyum dan mengangguk. Akhirnya dia membuka pintu mobil dan turun melangkah mengikuti wanita yang di depannya itu sambil menyeret koper yang dibawanya.
Wanita itu tersenyum, dia menggandeng tangan Jodha masuk kedalam rumah. Jodha hanya diam dan mengikuti langkah wanita itu dengan sedikit canggung.
"Silakan duduk dulu Jo." ucap wanita itu kepada Jodha menunjuk sofa di ruang tamu, dia juga menghempaskan pantatnya di sofa di samping Jodha.
"Makasih Bu Hamidah." Sahut Jodha dengan sungkan. Bu Hamidah tersenyum.
"Tidak usah sungkan, Jo. Santai aja. Anggap rumah kamu sendiri ya sayang." Bu Hamidah mengusap bahu Jodha yang masih tertunduk malu.
"Baik Bu."
"Jangan seperti itu, Jo, angkat wajah kamu dan lihat Ibu. Anggap saja Ibu ini orang tua kamu sendiri, setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya sayang. Kuncinya hanya satu, bersabar. Jangan buru-buru mengambil keputusan. Yang penting sekarang kamu istirahat dulu, tenangkan pikiran kamu. Nanti Ibu kenalkan dengan suami Ibu dan anak Ibu." Jodha mengangguk.
"Iya Bu. Terima kasih sudah mau menampung saya dan mau mempekerjakan saya. Saya tidak tahu harus berterima kasih dengan cara apa." Bu Hamidah kembali tersenyum. Tangannya menggenggam tangan Jodha yang berada di atas pahanya.
"Nggak usah seperti itu. Ibu senang wanita sepertimu yang punya pendirian dan kemauan yang kuat. Sekarang kamu istirahat dulu, nanti Bi Ijah menunjukkan kamar kamu." Bu Hamidah memanggil nama pembantunya. Dengan sigap Bi Ijah datang.
"Ada apa Nyonya?" tanya Bi Ijah dengan sopan.
"Ini ada Jodha, nanti dia kerja sebagai sopir saya. Tolong tunjukkan kamar dia ya Bi."
"Baik Nyonya." Bi Ijah mengangguk kemudian menatap Jodha dan tersenyum dengan lembut, "mari saya antar Nak Jodha." Jodha mengangguk dan berdiri.
"Iya Bi. Maaf Bu, saya permisi dulu ya."
"Iya Jo, istirahat ya."
"Baik Bu."
Jodha pun melangkah mengikuti Bi Ijah menuju kamarnya. Hamidah menatap punggung Jodha dengan tatapan kasihan. Dia menghela nafas, kemudian berdiri dan melangkah menuju kamarnya.
"Nah, Nak Jodha ini kamarnya. Semoga betah ya, walaupun agak kecil. Kalau ada apa-apa panggil Bibi aja ya, Bibi ada di dapur." Ucap Bi Ijah mempersilakan Jodha masuk ke kamarnya.
"Makasih ya Bi. Ini bagus juga kamarnya Bi. Tenang aja, saya akan betah kok." Sahut Jodha dengan senyum tulus.
"Sama-sama Nak Jodha, kalau begitu Bibi ke dapur dulu ya."
"Panggil Jojo aja Bi, biar lebih akrab."
"Baiklah Jo, Bibi permisi dulu ya."
"Ya Bi." Bi Ijah pun keluar dari kamar Jodha untuk melanjutkan pekerjaannya di dapur.
Sejenak Jodha memperhatikan kamarnya, kamar dengan warna cat hijau yang lembut, seperti warna kesukaannya. Kebetulan sekali gumamnya. Kamarnya tidak terlalu besar, kira-kira ukuran tiga kali tiga meter saja. Jodha tertawa, mana ada kamar pembantu yang luas. Mimpi. Sesaat dia menggeleng menertawakan pikirannya sendiri dan mengalihkan pandangannya ke arah ke arah tempat tidur single bed dengan nakas kecil di sebelahnya, sebuah lemari pakaian ukuran sedang dan sebuah meja belajar di sampingnya. Lumayan pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...