Met malem semuanya, ketemu Inem lagi ye. Warning nih : di part ini akan ada adegan kekerasan dan kata-kata kasar, mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan. Buat yang lemah jantung, menjauhlah dari benda-benda tajam, apalagi kalau sampai hp nya dibanting. Sayang banget nggak ketemu Inem lagi. Hehehe... buat yang selalu baper, silakan sediakan tisu, dan yang selalu mual sediakan obat maag ya. Itu aja pesan dari emaknya Inem. Semoga selalu sehat ye... aamiinn...
======000=====
Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya rombongan Bayu tiba juga di kota Pacitan. Karena hari sudah sore, mereka memutuskan untuk menginap saja di hotel dan sekalian istirahat. Bayu memilih tiga kamar, dia dan keluarganya, Jodha dan Nadia, Mansingh dan Jalal. Karena kelelahan, setelah makan malam mereka hanya ngobrol sebentar kemudian segera beristirahat.
Jodha yang ingin segera tidur, segera membaringkan tubuhnya, namun tidak bisa memejamkan matanya. Kerinduannya kepada ayahnya membuat dia terus terjaga. Diliriknya Nadia yang sejak tadi sudah terbang ke alam mimpi, nampak pulas karena kecapekan. Dia membalikkan tubuhnya memcari posisi yang nyaman agar bisa tertidur dengan segera, namun tetap saja kelopak matanya tidak mau merapat.
Akhirnya dia bangun, memakai jaketnya, dan berjalan menuju balkon ingin mencari udara segar. Jam masih menunjukkan pukul 23.00. Masih belum terlalu malam pikirnya. Setelah membuka pintu, dia melangkah keluar. Kamarnya yang berada dilantai 5, memudahkannya untuk melihat keadaan dibawah. Jalan raya masih terlihat ramai, meski tidak terlalu padat.
Jodha mengeratkan jaketnya, karena hawanya dingin. Dia menatap langit yang hanya menampilkan bintang-bintang bertaburan. Sesekali awan mendung berlalu dan menutupinya. Dia mendesah, terasa sangat panjang baginya malam ini, tidak sabar rasanya menunggu pagi.
Teringat akan ayahnya yang selama lebih setahun ini tidak pernah bertemu, bagaimana keadaannya? apa dia sehat? Apa masih mabuk-mabukan seperti dulu? Bagaimana dengan pekerjaannya selama ini?. Ingatan Jodha melayang sewaktu kedua orang tuanya masih lengkap. Ibunya, ayahnya, selalu memanjakannya, bahkan ketika ingin tidurpun, kedua orang tuanya selalu menungguinya sampai dia tertidur sambil mendongeng, setiap kali libur kerja, ayahnya pasti mengajaknya dan ibunya untuk sekedar jalan-jalan saja. Karena itu, meskipun ayahnya semenjak ibunya meninggal tidak pernah memberi perhatian lagi kepadanya, namun Jodha selalu berharap suatu saat ayahnya akan kembali seperti dulu, menjadi ayah yang hangat buatnya.
Jodha mendongakkan kepalanya sambil memejamkan matanya, dari sudut matanya mengalir air mata meski dia sudah berusaha untuk menahannya. Kedua tangannya berpegangan pada pagar balkon. Tiba-tiba saja dia merasakan sentuhan di pipinya, sebuah tangan mengusap air matanya. Dia membuka mata dan terkejut melihat Jalal sudah berada disampingnya dan mengusap air matanya.
Pemuda itu tersenyum dengan tangannya yang masih membersihkan air mata Jodha. Gadis itu terdiam, namun pandangannya masih tertuju pada kekasihnya yang tiba-tiba saja muncul disampingnya.
"Kenapa Sayang?" bisik Jalal. Jodha menggeleng, "nggak mau cerita?" Jodha menunduk, "ya sudah kalau nggak mau cerita." Ucap Jalal dengan lembut.
"Tidak ada-apa. Hanya kangen Ayah." Sahut Jodha lirih. Jalal segera memeluknya, menyandarkan kepala gadis itu di dadanya. Tangannya mengusap-usap lembut punggung Jodha. Sedangkan kedua tangan gadis itu melingkar dipinggang Jalal. Dia sudah tidak menangis lagi.
"Sabar ya Sayang, besok kita akan bertemu dengan ayahmu. Ayah kita." Hibur Jalal. Jodha hampir tertawa mendengar ucapan kekasihnya yang mengucapkan kata 'ayah kita'. Maksudnya apa tuh? Seenaknya saja bilang ayah kita. Kan belum ada persetujuan dari ayahnya. Hehehe...
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
Fiksi PenggemarAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...