"Hai cantik." Jodha terkejut.
Dia terkejut bukan karena panggilan cantik itu, tetapi lebih kepada siapa yang memanggilnya begitu. Karena memang dia mengenal siapa orang yang berada di hadapannya itu, meski Jodha tidak tahu apa laki-laki itu kenal dengannya atau tidak.
Siapa yang tidak mengenal seorang Jalal yang terkenal di kampusnya itu, cowok yang selalu menjadi incaran para gadis-gadis di sana. Cowok yang selalu tebar pesona dan menganggap semua perempuan sama saja.
Tapi yang Jodha tidak menyangka adalah, kalau Jalal itu anak dari Rektornya sendiri, Bu Hamidah. Ya Tuhan, bagaimana ini? jangan sampai aku jatuh cinta dengan playboy cap teri ini. Tiba-tiba Jodha terkikik sendiri dalam hati mengingat omongan Bi Ijah tadi sore.
"Hei cantik, kenapa senyum-senyum sendiri? aku tampan ya? Aku tau kok kalau aku tampan, kalau kamu naksir aku juga boleh." Ucap Jalal sambil terkekeh, dia memasang aksi yang biasa dia lakukan untuk mempesona kaum hawa dengan mengedipkan matanya.
"Apa katanya? Dia tampan? Pede amat ya ini laki." Gerutu Jodha, "lagian kenapa juga tuh mata kedip-kedip gitu kayak bohlam lampu mau mati." Meski Jodha menggerutu dengan lirih namun rupanya telinga Jalal masih bisa menangkap kata-katanya.
"Apa kamu bilang?" Jodha kaget, dia tidak menyangka kalau Tuan Mudanya itu mendengar semua ucapannya.
"Ng...nggak kok Tuan. Bukan apa-apa. Tuan salah dengar aja." Ucap Jodha sambil meringis. Takut juga dia.
"Eh, Inem. Telingaku masih sehat dan masih bisa mendengar dengan jelas ucapanmu. Minggir, aku mau masuk." Sentak Jalal. Karuan saja Jodha menjadi sewot di panggil Inem, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain minggir memberi jalan untuk Jalal.
Ketika Jalal melewatinya tercium aroma khas yang dia yakin itu bukan parfum, apa ya? Pikirnya. Tapi, ketika melihat gelagat Tuan Mudanya itu seperti orang linglung berarti itu bau alkohol dan Tuan Mudanya itu lagi mabuk. Astaga, benar. Jodha lupa kalau dia sering mencium bau alkohol ketika ayahnya sering pulang malam dan mabuk, namun aroma alkohol dari mulut Tuan Mudanya itu tercium lebih lembut dan samar, mungkin jenis minuman yang harganya mahal makanya baunya tidak terlalu kentara. Jodha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya apalagi ketika melihat pakaian laki-laki agak berantakan. Ck.
"Heh, Inem. Ngapain bengong di depan pintu seperti orang bego."
Grrr.....ingin rasanya Jodha memukul kepala Tuan Mudanya itu dan menjambak rambutnya biar tidak bicara sembarangan.
"Hm...Tuan, nama saya bukan Inem, tapi Jodha. Panggil Jodha saja ya Tuan." Pinta Jodha yang berjalan mendekati Jalal yang sedang duduk di sofa, badannya disandarkan dan kepalanya mendongak ke atas, matanya terpejam. Tetapi ketika mendengar permintaan Jodha dia membuka matanya dan menatap Jodha dengan tajam.
"Bukan urusanku. Memangnya kenapa kalau kamu aku panggil Inem? Nggak terima?"
"Bu...bukan itu Tuan, hanya saja kasihan orang tua saya yang sudah motong kambing untuk memberi nama buat saya, masa Tuan dengan seenaknya menggantinya dengan sesuka hati." Kata Jodha pelan-pelan, takut Tuan Mudanya marah.
"Ya sudah kalau gitu nanti aku kasih seekor sapi yang besar buat nama kamu, bikin yang panjang ya namanya. Kan sapinya besar. Nama Jodha aja pakai kambing, nah kalau seekor sapi nanti namanya apa ya?" ucap Jalal sambil menggaruk kepalanya. Kakinya yang masih menggunakan sepatu diangkat di atas meja. Jodha hanya bisa menggeleng melihat kelakuan Tuan Mudanya itu.
"Nggak bisa begitu Tuan, bagaimana pun saya tidak ingin merubah nama pemberian orang tua saya biarpun Tuan memberikan saya seekor sapi yang besar." Jalal menoleh lagi kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...