ALYA & EGI

1.7K 57 29
                                    

Hai...hai...aku datang lagi nih. Maaf menghilang lama. Sejujurnya aku nggak konsen buat nulis, banyak banget kegiatan selama bulan agustus ini. Bukan pamer, Cuma ngasih tau aja. Hahaha...

Aku minta maaaaf, banget komen kemarin nggak sempat kebalas. Akunya keburu ketiduran. Trus, besoknya udah sibuk. Maaf yaa...

=======00000======

"Masalahnya aku dan keluargaku sudah menyiapkan untuk lamaran minggu depan." Sahut Egi lesu.

Rahim dan Aram saling pandang. Terbersit rasa kasihan dihati mereka berdua. Harusnya kedua orang yang ada dihadapan mereka saat ini berbahagia, namun nyatanya mereka harus bersabar ketika rencana tidak sesuai dengan kenyataan.

"Terus, apa yang akan kalian berdua lakukan?" tanya Rahim, Egi menghembuskan nafas. Dia menggeleng.

"Nggak tau Den. Aku juga bingung. Yang pasti aku ingin menghabiskan waktu kami seharian ini." Sahut Egi sembari melirik kepada Alya yang hanya diam saja. Entah apa yang dipikirkan gadis itu, wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi apapun. Namun Rahim dan Aram bisa menduga kalau Alya pasti merasa sedih.

"Kamu gimana Al?" Alya menatap Aram yang bertanya kepadanya.

"Nggak masalah Kak." sahut Alya datar. Egi menoleh cepat.

"Maksud kamu apa Yang? Jadi kamu nggak sedih kalau aku pergi besok?" Alya terdiam agak lama, kemudian menggeleng pelan. Rahim dan Aram tertawa.

"Sudahlah Al, kamu nggak usah gengsi gitu. Aku yakin, Egi pasti senang banget kalau bilang sedih." Ucap Rahim. Alya mendengus.

"Benar Al, ngapain juga sih gengsi-gengsi mulu. Kayak Kakak nih, Kakakkan cinta sama Abang, ya bilang aja. Nggak usah ragu. Hari gini gengsi, yang ada bakal sakit hati." Egi mengangguk setuju sembari tersenyum mendengar ucapan Aram.

"Tuh Yang, dengerin. Abang tau kok isi hati kamu. Jadi kamu nggak usah membohongi perasaan kamu. Nggak akan berhasil." Kekeh Egi.

"Kalau tau nggak usah nanya." Sahut Alya ketus. Rahim sampai menggeleng.

"Alya, Alya. Kamu ini Dek. Tapi, baguslah kalau Egi pergi. Biar kamu tahu rasanya ditinggalkan. Biar kamu bisa mengerti dengan perasaan kamu sendiri. Jangan sampai kayak Abang dulu, nyesel karena sudah menyia-nyiakan kesempatan. Apalagi Egi berjuang dengan bahaya, kita tidak akan tahu gimana keadaan disana." Alya terdiam.

"Emang ada pengaruhnya?" gumamnya Alya. Rahim berdecak.

"Tentu saja ada Dek. Setidaknya Egi akan berhati-hati selama disana, karena dia tau ada seseorang yang menunggunya." Alya melirik Egi yang tersenyum kepadanya, namun kemudian dia mengalihkan pandangannya kearah lain, "kamu tahu sendiri gimana keadaan Abang sewaktu ditinggal sama Aram. Menyesal berkepanjangan," Aram tersenyum mendengar ucapan Rahim, "Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau Abang orangnya nggak peka sampai akhirnya ditinggalkan."

"Siapa bilang aku nggak peka?" sangkal Alya.

"Iya. Kamu memang peka, tapi gengsi." Kembali Alya terdiam. Dalam hati dia membenarkan. Sementara Egi hanya mendengarkan sembari tersenyum lebar melihat kekasihnya kehabisan kata-kata.

"Abang mau mojokin aku ya?" Rahim terkekeh melihat Alya cemberut.

"Abang nggak mojokin kamu, Abang cuma ngingatin ucapan kamu waktu itu. Yang akhirnya bikin Abang menyesal." Alya kembali terdiam, Rahim menoleh kepada Egi. "dilamar malam ini aja gimana Gi? Darurat masalahnya." Usul Rahim sembari tertawa. Aram mengangguk setuju.

"Iya Kak Egi. Malam ini aja. Setidaknya Alya ada ikatan sama Kakak." Menyambung usul suaminya. Egi berpikir sejenak. Lalu menoleh kepada Alya.

"Gimana Yang? Mau nggak?" Alya mengangkat bahunya.

BIARKAN AKU JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang