Hai, Inem datang lagi nih. Maaf ya, selalu lama baru bisa update. Kayaknya sekarang aku hanya bisa posting seminggu cuma bisa dua kali aja. Semoga aku bisa konsisten ya posting hari selasa sama sabtu. Sekali lagi minta maaf, karena kesibukan yang nggak bisa ditawar lagi. Hehehe...
==========0000=========
Semua tercengang mendengar ucapan Jodha. Ada nada getir dalam ucapannya. Bahkan Nadia yang biasanya usil, sekarang hanya bisa diam. Sesaat suasana hening. Jodha menunduk, dia memang tidak menangis tapi ketika teringat akan mendiang ibunya, ada rasa perih yang menusuk hati. Perih karena kerinduan yang tak berujung.
Bu Hamidah bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati Jodha yang masih duduk diantara Pak Pramono dan istrinya. Dia memegang kedua bahu gadis itu dari belakang, semua orang masih terdiam.
"Jodha, nggak usah sedih. Kami disini akan selalu berada di dekatmu sebagai keluargamu. Kamu nggak usah sungkan. Ibu sama Bapak, Ayah Pram dan Ibu Nunik juga orang tuamu. Bahkan yang ada disini semua menyayangimu." Ucap Bu Hamidah mengelus rambut Jodha dengan lembut. Jodha mengangguk pelan tanpa bisa berkata apa-apa, "Ibu juga bersyukur karena telah bertemu denganmu, kamu gadis yang luar biasa yang pernah Ibu kenal. Kamu gadis tegar, lembut, dan apa adanya. Bahkan kamu sudah memberikan semangat untuk orang-orang disekitarmu. Jadi, jangan sedih lagi ya. Masalah Ayahmu biar nanti kita bicarakan nanti, yakinlah semua akan baik-baik saja. Ya sayang?" ucap Bu Hamidah mencium rambut Jodha. Sesaat gadis itu memejamkan matanya.
Ah iya, inilah sentuhan yang dia rindukan. Sentuhan lembut seorang ibu. Kehangatan dan kelembutannya bahkan sampai merasuk kedalam hatinya. Iya. Bu Hamidah benar, tidak ada gunanya menangisi ibunya, hanya akan membuatnya semakin terpuruk. Jalal yang melihat betapa mamanya begitu menyayangi Inemnya, hatinya tersentuh. Dia bersyukur kedua orang tuanya menerima dengan kedua tangan terbuka gadis pilihannya.
"Iya Bu. Terima kasih banyak. Ibu dan Bapak, juga Tuan Muda sudah banyak membantu saya. Buat Ayah, Ibu, Abang, Kak Salima dan juga Nadia, saya bersyukur sudah dipertemukan dengan kalian semua. Saya juga bersyukur masih ada orang baik di dunia ini yang bisa saya temui." Ucap Jodha dengan lirih, Bu Hamidah justru memeluknya.
"Bukan karena kami orang baik sayang, tapi karena kamu memang pantas diperlakukan seperti itu. Tidak usah merasa rendah diri, kita ini sama saja. Anggap saja Ibu sama Dek Nunik sebagai ibu kamu sendiri. Mulai sekarang, panggil Ibu dengan sebutan Mama, dan Bapak kamu panggil Papa. Sebagaimana biasa Jalal memanggil kami. Ya sayang?" ucap Bu Hamidah melepas pelukannya. Jodha tercengang. Nah loh? Secepat itukah? Masalah panggilan sayang untuk tuan mudanya saja belum beres, ini malah disuruh memanggil mama sama papa oleh calon mertuanya.
"Terus, manggil aku gimana Ma? Masa dia masih memanggilku Tuan terus?" celetuk Jalal sambil tersenyum menyeringai penuh kemenangan. Wajah Jodha nampak pucat. Nah ini yang memang masalah. Tuan mudanya itu memang pintar mencari celah, agar Jodha bisa terjepit dan tidak bisa mengelak lagi. Semua mata memandang ke arah Jodha menunggu jawaban. Jodha menjadi salah tingkah. Nadia terkikik geli melihat ekspresi sahabatnya itu.
"Memangnya kamu mau dipanggil apa sama Jodha, Sayang?" tanya Bu Hamidah kepada Jalal. Pemuda itu tersenyum kepada Jodha yang menatapnya dengan wajah pucat dan pasrah. Hahahaha....
"Yah, kayak orang biasa gitu loh Ma, yang sweet lah. Masa Tuan? Dimana romantisnya? Apalagi sudah mau jadi istri?" Nadia tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Jalal. Surya dan Mansingh terkekeh. Sementara yang lain hanya tersenyum geli. Wajah Jodha memerah. Dia benar-benar malu kali ini.
"Oh, ya ampun Bang Bos. Kasihan bener nasibmu, dapat calon istri nggak romantis.ckck..." ledek Nadia disela tertawanya sambil menggelengkan kepala. Rahim bahkan ikut tertawa juga melihat tantenya tertawa. Jalal mendelik kearah Nadia yang bahagia sekali meledeknya, "emang mau dipanggil apa Bang Bos, nanti aku bikinkan daftarnya ya, aku konfirmasi dulu sama mbah google biar dapat nama panggilan yang bagus."
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...