Met malam semuanya, nih aku tepatin janjiku ya. Semoga aja nggak mengecewakan di part ini. Hehehe...
========0000======
Keesokan harinya setelah suaminya berangkat kerja, ketika Jodha sedang menemani Bi Ijah di dapur, ponselnya berbunyi. Jodha mengira kalau suaminya yang menelpon, tapi ternyata Nadia.
"Ya Nad?"
"Jo, nanti malam datang ke apartemen Abang Man ya. Ajak Bang Bos juga."
"Emang ada acara apa Nad?"
"Aku sama Abang pindah ke apartemen Jo. Belajar hidup mandiri katanya. Tapi kalau siang aku dirumah Ibu, soalnya aku kesepian disana sendirian ditinggal Abang kerja."
"Gitu ya? iya deh, nanti aku bilangin ya."
"Iya Jo, oke deh. Aku tutup dulu ya, aku mau masak. Hehehe..." suara Nadia terdengar senang sekali. Jodha sampai menggelengkan kepalanya.
"Iya Nad, masak yang enak ya. Dan jangan lupa nanti sediain es krim ya, aku pengen soalnya."
"Oke, tenang saja. Dengan senang hati, yang penting kamu datang dulu."
"Iya, nanti aku bilangin."
"Oke Jo. Bye."
"Bye."
Jodha menutup ponselnya.
"Siapa Jo?" tanya Bi Ijah.
"Nadia Bi. Dia ngundang kami berdua untuk datang ke apartemen Man. Katanya mereka pindah kesana." Bi Ijah manggut-manggut.
"Baguslah kalau begitu. Memang harusnya seperti itu sih, sudah berkeluarga kan harus bisa mandiri." Sahut Bi Ijah membuat Jodha sedikit sewot.
"Bibi nyindir aku nih?" Bi Ijah terkekeh.
"Bibi sama sekali nggak nyindir kamu kok Jo. Kalau kamu itu wajar aja masih ikut mertua, lagian kamu lagi hamil gitu kok. Mana Tuan Muda itu anak satu-satunya lagi." Jodha masih mengerucutkan bibirnya, "kalau Nadia sama Man kan wajar, Abangnya Nadia kan tinggal dirumah orang tuanya. Begitu juga sama Man, masih ada adiknya ikut orang tuanya. Jadi kamu nggak usah merasa disindir." Ucap Bi Ijah dengan lembut. Dia takut juga kalau perempuan itu bakal ngambek seperti yang dilakukannya kepada suaminya, tetapi ternyata Jodha tersenyum.
"Nggak apa-apa Bi. Aku nggak marah kok." Bi Ijah ikut tersenyum.
"Syukurlah Jo, Bibi senang mendengarnya." Jodha menghela nafas, dia duduk di kursi pantry dengan tangannya menopang dagunya. Sementara Bi Ijah juga duduk disamping Jodha karena kerjaannya sudah beres.
"Tapi kadang aku merasa malu Bi." Bi Ijah menatap Jodha dengan heran.
"Malu?" Jodha mengangguk, "malu kenapa?" lagi-lagi Jodha menghela nafas.
"Aku kadang merasa malu dengan sikapku akhir-akhir ini selama hamil. Aku kasihan dengan suamiku yang selalu kena marah olehku, harus bersabar membujukku disaat aku ngambek." Bi Ijah terkekeh, "aku sebenarnya nggak ingin Bi, tapi gimana lagi? Rasanya semua itu keluar dengan sendirinya. Aku bingung cara mengatasinya." Kata Jodha dengan bibirnya mengerucut. Bi Ijah menggenggam tangannya.
"Nggak usah merasa malu ataupun merasa bersalah gitu Jo. Itu hal yang wajar kok, mungkin memang karena sifat anak kalian nanti akan seperti itu." Jodha menoleh dengan cepat kepada Bi Ijah.
"Masa gitu Bi?" Bi Ijah mengangkat bahu.
"Ya katanya sih gitu Jo, tapi Bibi pikir ada benarnya juga sih. Kan sifat anak itu banyak menurun dari orang tuanya. Kamu nggak ngerasa apa, sifat kamu sekarang berubah gimana selama hamil?" Jodha berpikir sebentar, kemudian dia manggut-manggut.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
Fiksi PenggemarAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...