Hai, Inem datang lagi. Maaf telat dipostkan, karena ada kesibukan kemarin. Buat Mbak Vina Rere Lina, makasih atas referensi gaun pengantinnya untuk Nadia. Aku suka, dan yaahh...part kali ini panjang banget. Semoga nggak bosan ya.
Warning nih ye.. 21+. Kalau belum 21 tahun, sebaiknya jangan coba-coba. Kalau memaksa juga, resiko ditanggung pembaca. Jangan bilang belum aku kasih tau. Oke?
Perhatian : Nadia dan Man mengundang semua reader untuk hadir diacara resepsi pernikahan mereka. Mohon dua ribu, eh do'a restu dari semua undangan untuk kedua mempelai. Hehehe...
<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>>
Semenjak dinyatakan hamil, Jodha menunda dulu keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya ke pasca sarjana. Dia harus konsentrasi dengan dengan kehamilannya. Rupanya keinginannya di dukung penuh oleh suaminya dan juga mertuanya.
Pagi seperti biasa Jodha ingin bangun dan turun dari ranjang. Namun belum sempat dia turun, suaminya terbangun dan mencekal tangannya. Dia menoleh dan tersenyum melihat suaminya dengan mata masih memerah berusaha melawan kantuknya yang masih tersisa.
"Mau kemana Sayang?" tanya Jalal dengan suara masih serak.
"Mau turunlah. Kan sudah pagi." Jalal bangkit dari duduknya.
"Kok nggak bangunin aku sih Sayang? Biasanya kan bangunin aku." Ucap Jalal dengan cemberut. Jodha terkekeh.
"Masih belum waktunya kok, nanti aku bangunin juga. Jalal cemberut.
"Tapi jatah pagiku nggak dapat nih?" Jodha mengelus perutnya.
"Sayang, lihat Ayah kamu. Belum sempat dicium sama Bunda aja, Ayah ngambek tuh. Nanti kamu kalau sudah lahir jangan kayak Ayah ya." Kata Jodha berulangkali mengusap perutnya. Jalal tersenyum. Dia segera bergerak mendekati istrinya dan menjatuhkan kepalanya dipaha Jodha. Dia mencium dan mengusap perut istrinya yang masih datar itu.
"Selamat pagi, baby Sayang. Baik-baik sama Bunda ya. Jangan nakal dan jangan bikin Bunda capek. Cepet gede ya Nak biar bisa main sama Ayah." Ucap Jalal dengan tersenyum senang. Jodha tertawa geli melihat ekspresi suaminya dan juga mendengar ucapannya.
Bagaimana tidak geli? Suaminya yang terbiasa manja, berbicara seolah-olah dia sudah menjadi seorang ayah. Apa iya bila nanti anaknya lahir kemanjaannya akan berhenti? Atau mungkin semakin menjadi-jadi? Mana tahukan? Atau tanyakan kepada rumput yang bergoyang, siapa tahu dia bisa mengerti. Hahaha...
"Kok ketawa sih Sayang?" tanya Jalal melihat istrinya tersenyum geli. Jodha menggeleng.
"Enggak. Cuma membayangkan nanti anak kita lahir, apa kamu akan tetap seperti ini? Manja gini?" Jalal cemberut sebentar sebelum akhirnya tersenyum lagi, dia menelentangkan tubuhnya namun kepalanya masih dipangkuan istrinya.
"Ya kalau dihadapan anakku, tentu saja enggak dong Sayang. Tapi kalau anaknya tidur, bisa dong. Hm?" kata Jalal memainkan kedua alisnya kepada Jodha sambil tersenyum jahil. Jodha hanya bisa terkekeh.
"Kamu ini ya. Paling pintar nyari kesempatan, mana nggak mau disalahkan." Gantian Jalal terkekeh.
"Nggak salah kok, masa mau ngaku. Hayoo?" Jodha mencubit hidung suaminya dengan gemas.
"Selalu ngeles. Selalu saja ada jawabannya Tuan."
"Iya dong. Siapa dulu suami kamu ini, Nem?" sahut Jalal dengan bangga. Jodha berdecak.
"Iya, iya, Tuan. Kamu memang ahlinya tuh." Jalal kembali terkekeh, "ya sudah, kita sholat dulu yuk. Udah adzan."
"Iya deh, tapi..." ucap Jalal terhenti sambil menatap istrinya dengan tersenyum jahil. Jodha mengerutkan keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...