POSESIF

3.4K 75 56
                                    

Selamat sore, Inem datang lagi nih. Harusnya part ini adalah part terakhir, tapi sepertinya tidak jadi, dan akhirnya aku rombak lagi drafnya untuk beberapa part kedepan. Makasih ya, sudah selalu menunggu cerita Inem dan Tuan Muda. Semoga nggak garing.

========0000======

Jalal memperhatikan wajah istrinya yang tertidur nyenyak diatas lengannya meski matanya masih terlihat bengkak. Nafasnya teratur dan sesekali mendengkur halus. Tangan Jalal membelai pipi dan juga rambutnya bergantian. Sesekali dikecupnya kening wanitanya dengan sayang.

Melihatnya tertidur seperti itu, rasanya Jalal tidak percaya kalau istrinya bisa marah bahkan sampai menangis sedih. Wajah polosnya terlihat begitu damai. Ternyata memanjakan istri seperti itu menyenangkan juga, Jalal bahkan tidak merasa mengantuk. Dia masih terbayang kemarahan istrinya, tangisannya, rengekannnya. Semua benar-benar baru buatnya.

Ketika asyik memperhatikan wajah istrinya, tiba-tiba kedua mata Jodha terbuka dan menatapnya sayu karena masih dalam keadaan mengantuk. Jalal tersenyum.

"Kamu nggak tidur?" tanya Jodha dengan suara serak. Jalal menggeleng.

"Kenapa?"

"Lagi pengen mandangin istriku tidur."

"Kenapa harus dipandangi sih? Kan mataku bengkak, bikin wajahku jadi jelek aja." Sungut Jodha dengan mulut manyun. Jalal terkekeh.

"Enggak, Yang. Buatku kamu selalu cantik, gimanapun keadaannya."

"Kamu nggak beneran memujikan?" tanya Jodha tidak yakin.

"Beneran kok. Buktinya sekarang aku masih belum tidur, masih belum puas mandangin wajah bidadariku." Jodha tersipu malu.

"Bidadari yang cemburuan dan sensitif kronis." Sahut Jodha menyembunyikan wajahnya didada suaminya. Kembali Jalal tertawa. Dielusnya punggung istrinya untuk memberikan rasa nyaman.

"Enggak kok, Sayang. Aku tahu itu bukan keinginanmu, aku bersedia menjadi tempatmu marah dan mengeluh. Aku akan berusaha agar tidak terpancing emosi kayak tadi sore. Maafin aku ya, aku harus banyak belajar mengerti kamu." Jodha mendongak, matanya berkaca-kaca. Terharu mendengar ucapan suaminya. Telapak tangannya menempel dipipi Jalal.

"Makasih ya, Sayang. Maafkan atas sikapku tadi. Sebenarnya aku nggak ingin marah, tapi aku nggak mampu menahan rasa yang tiba-tiba aja muncul dalam diriku. Aku... aku nyesal...hiks..." Jalal menghapus air mata yang menetes disudut mata istrinya. Dia tersenyum manis.

"Stt, sudah Yang. Nggak usah dipikirkan lagi. Nggak usah menyesalinya. Aku ngerti. Sekarang kamu tidur lagi ya. Jangan tidur terlalu malam, biar bayi kita sehat." Jodha mengerucutkan bibirnya.

"Terus kamu mau kemana kalau aku tidur?" Jalal terkekeh.

"Aku nggak kemana-mana, Yang. Aku disini aja nemanin kamu tidur."

"Janji?" Jalal mengangguk.

"Janji Sayang." kata Jalal memencet gemas hidung istrinya, Jodha ikut tertawa.

"Ih, sakit tau." Kata Jodha sembari mengerucutkan bibirnya. Kembali Jalal terkekeh.

"Habis aku gemas lihat kamu kayak gini. Bawaannya pengen aku peluk aja sepanjang hari dikamar, nggak usah keluar-keluar." Jodha tertawa geli.

"Kamu kayak pengantin baru aja."

"Loh, bukannya kita masih pengantin baru. Belum ada setengah tahun, Man sama si Bawel aja belum pulang bulan madu." Sahut Jalal sambil tertawa.

"Iya sih, tapikan aku sudah hamil. Itu artinya bukan pengantin baru lagi kan?" Jalal mendengus geli.

"Sudah. Terserah aja namanya apa, yang pasti aku nggak akan pernah puas peluk kamu, cinta kamu, cium kamu, dan..." ucapan Jalal terhenti. Jodha menatapnya penasaran.

BIARKAN AKU JATUH CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang