Met malam semuanya. Maaf baru bisa hadir kembali. Dan maaf juga jika feelnya agak kurang, maklum 2 minggu nggak nulis. Jadi agak kaku. Heee...
=======0000=====
"Mama..." Bu Hamidah tersenyum. Dia mengusap kepala Jalal yang sekarang itu sedang berada dipangkuannya.
"Ya Sayang?"
"Mama kok pergi nggak bilang-bilang sih? Kami masih butuh Mama." Bu Hamidah tertawa kecil. Dia mencubit pipi Jalal pelan.
"Kamu kok manja banget sih Sayang? Kan sudah ada Jodha yang ngasih perhatian, cinta, dan hatinya untuk kamu dan cucu Mama."
"Ya tapikan beda Ma. Mama adalah cinta pertamaku didunia ini. Mama lah yang membuat aku bisa memahami arti cinta kepada wanita." Lagi-lagi Bu Hamidah tersenyum lembut.
"Sayang, tugas Mama sudah selesai. Dan Papa kamu perlu Mama. Papa kamu tidak bisa jauh dari Mama. Dan Mama sudah janji akan selalu mendampingi Papa kamu. Kami akan selalu bersama kalian meski raga kita tidak bisa lagi bersama. Mama bahagia kamu sekarang sudah menjadi seorang ayah dan suami yang baik. Jaga menantu dan cucu mama ya." Jalal mengangguk. Matanya terus menatap wajah mamanya yang begitu teduh. Selalu tersenyum menenangkan.
"Ma..." terdengar panggilan. Bu Hamidah mendongak, menatap kedepan. Dia tersenyum. Jalal bangkit dan duduk memandang papanya yang datang menghampiri mereka berdua.
Pak Humayun meraih tangn istrinya, dan Bu Hamidah bangkit dan berdiri disamping suaminya, keduanya memandang Jalal yang masih menatap mereka berdua dengan tatapan rindu.
"Kamu baik-baik saja Jalal. Papa sama Mama pergi dulu."
Jalal terbangun dari tidurnya. Mimpi itu lagi. Mimpi yang sama. Sudah seminggu semenjak kepergian kedua orang tuanya, Jalal terus menerus didatangi oleh kedua orang yang sangat dia hormati itu lewat mimpi.
"Mimpi lagi Yang?" tanya Jodha yang ikut terbangun.
Jalal mengangguk tanpa menoleh. Dia bangun dan duduk. Dia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Jodha pun ikut duduk.
"Iya Nem. Papa sama Mama datang lagi lewat mimpiku." Jodha mengusap-usap bahu suaminya.
"Terus?"
"Ya, seperti yang sudah-sudah. Mama sepertinya sangat bahagia, dan berpesan agar aku menjaga keluarga kita." Jodha tersenyum. Dia menjulurkan tangan dan meraih kepala suaminya agar bersandar di bahunya.
Jalal menurut. Jodha mengusap-usap kepala suaminya itu dengan lembut.
"Itu artinya Papa sama Mama meminta kita untuk mengikhlaskan mereka Yang. Meski mereka berdua sudah tidak ada lagi di dunia ini, tetapi mereka akan selalu ada dalam hati kita." Jalal mengangguk.
"Kamu benar Nem. Kita tidak bisa selamanya bersedih. Lagian, Mama sudah bersama Papa disana. Mereka pasti tidak akan kesepian." Jodha tersenyum.
"Aku hanya kasihan sama Zee. Dia begitu terpukul kehilangan neneknya yang mendadak." Jalal menegakkan kepalanya. Dia menatap Jodha dengan tatapan prihatin.
"Iya. Kamu benar Yang. Tugas kita agar bisa membuat Zee melupakan kesedihannya. Jangan sampai dia berlarut-larut tenggelam dalam duka." Jodha mengangguk.
"Aku ke kamar anak-anak dulu ya. Aku ingin melihat mereka." Kata Jodha bergerak turun dari ranjangnya.
"Aku ikut Yang." Ucap Jalal ikut turun. Jodha menoleh.
"Baiklah."
Mereka berdua keluar dari kamar tersebut. Kamar itu adalah kamar Jalal dahulu sewaktu masih bujangan. Yaa... mereka masih berada di rumah orang tua Jalal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...