Hai semuanya, Inem datang lagi nih. Dah kangen banget, ternyata seminggu itu cepat ya. hehehe... dan begitu juga dengan ff ini, tidak terasa sudah part 38. Sepertinya akan mendekati detik-detik penghujung cerita. Hiks... aku nggak nyangka bisa sejauh ini, dan masih tidak percaya kalau aku bisa rempong juga. Maaf kalau di part ini bertaburan kata yang bikin mual. Hahaha... makasih yang sudah setia membaca ceritaku yang lebih banyak absurd dan sudah menunggu. Lup u all.
============0000=========
Mansingh membuka matanya yang terasa berat, ketika merasakan sentuhan-sentuhan lembut di wajahnya disertai suara cekikikan pelan. Dia mengerjap-ngerjap matanya dan melihat sosok cantik di depannya yang tersenyum jahil dengan posisi tengkurap disampingnya.
Wajahnya segar dan rambutnya masih terlihat basah. Dia sudah memakai pakaian biasa. Sementara Mansingh masih polos hanya menggunakan boxer dan ditutupi selimut.
"Selamat pagi Abang." Senyum cantik itu membuat Mansingh merasa sudah tidak mengantuk lagi.
"Pagi juga Beb." Sahut Mansingh dengan suara serak, dia meraih kepala istrinya dan mencium keningnya, "kamu sudah bangun Beb? Kok nggak bangunin Abang." Nadia terkekeh.
"Abang kayaknya capek banget, jadinya aku nggak tega mau bangunin." Mansingh tersenyum.
"Kamu nggak sakit Beb?" tanya Mansingh dengan nada khawatir. Nadia menggeleng.
"Enggak kok Bang. Tadi malam aja sih sedikit sakit, tapi nggak terlalu kerasa. Heee..." ucap Nadia dengan wajah sedikit memerah. Mansingh terkekeh melihat istrinya yang tersipu malu.
"Kok malu gitu Beb? Bukannya kamu suka?" goda Mansingh, Nadia semakin tersipu malu.
"Suka sih Bang," sahutnya malu-malu, "malukan biasa Bang. Apalagi perempuan." Mansingh kembali tertawa. Dia beringsut duduk menyandarkan tubuhnya disandaran ranjang dan menarik serta selimut untuk menutupi tubuhnya sampai perut dan membiarkan dadanya terbuka.
"Abang malah suka kalau kamu nggak malu Beb, karena orang yang malu-malu itu susah ditebak." Nadia mengerucutkan bibirnya. Dia merubah posisinya dan duduk bersila menghadap suaminya.
"Tapi tetep aja ada malunya Bang." Mansingh tersenyum. Tangannya menjulur mengusap rambut istrinya dengan sayang.
"Iya, Abang ngerti kok Beb. Tapi sikap kamu tadi malam bikin Abang senang banget. Makasih ya Sayang. Abang makin cinta deh sama kamu." Nadia terkekeh.
"Lama-lama Abang kayak Bang Bos deh. Lebay." Mansingh tertawa lagi,
"Nggak apa-apa, kan sama istri sendiri juga. Asal jangan sama orang lain aja. Ya kan?" Nadia cemberut.
"Coba saja kalau Abang berani, aku pastikan Abang nggak akan melihat aku lagi." Ancam Nadia.
"Mana berani Abang kayak gitu Beb. Lagian Abangkan cintanya sama kamu aja." Ucap Mansingh mengambil tangan kanan istrinya dan menempelkannya di dada kirinya, "karena hanya kamu yang sudah mengisi hati Abang, dan jantung ini selalu berdebar bila ingat sama kamu." Nadia terkekeh, namun tidak bisa menyembunyikan rona merah diwajahnya.
"Iya deh, aku percaya sama Abang. Sekarang Abang mandi dulu sana."
"Kamu nggak mau ikut mandi Beb?"
"Akukan sudah mandi Bang."
"Ya sudah kalau begitu, temani Abang mandi aja ya. Sekalian gosokin punggung Abang." Rayu Mansingh. Nadia tersenyum miring.
"Abang mulai modus yaaaa...?" tebak Nadia sambil menunjuk wajah suaminya. Mansingh terkekeh. Dia mengusap tengkuknya. Wajahnya sedikit memerah. Memang susah sih mau modusin istri. Nadia bukan Jodha yang tidak mengerti apa-apa. Ini istrinya yang selalu tahu rayuan licik laki-laki. Dia saja yang bisa beruntung menaklukkan hati istrinya, yang selalu galak setiap bertemu laki-laki yang baru dia kenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIARKAN AKU JATUH CINTA
FanfictionAku bukan ingin mencintai karena nama dan kekayaan. Aku hanya ingin cinta yang sederhana, tidak rumit dan nyaman. Karena itu aku jaga hatiku agar tidak mudah luruh terhadap segala rayuan. Aku hanya ingin mencari yang benar-benar tulus, bukan hanya c...