5

80.3K 1.7K 4
                                    

Navia dan Nathan menuju apartemen Nathan menaiki mobil sporty milik Nathan. Mobil dilajukan dengan kecepatan tinggi. Navia ketakutan dengan terus memegangi pegangan mobil. Sesekali dicengkeramnya lengan Nathan dengan kasar. Tapi Nathan tak bergeming. Tetap konsisten dengan laju cepatnya. Nathan terbiasa begitu.

'Nathan tak peduli dengan ketakutanku. Dia hanya peduli dengan kebiasaan ekstrimnya. Aku akan mati kalo terus begini! Ya Tuhan, selamatkan aku! Aku takut.....!!!' batin Navia.

'Navia... apa lo takut? Kenapa harus takut? Bukankah ini menyenangkan? Ini adalah pengalaman yang tak pernah lo lupakan! ' batin Nathan.

Tak ada pembicaraan yang pasti antara Nathan dan Navia. Mereka hanya sibuk dengan perasaan mereka sendiri. Nathan semakin memaksimalkan kecepatan laju mobilnya. Navia benar-benar dalam dilema besar.

'Nathan semakin gila! Dia sudah gila! Dia semakin gila!' batin Navia.

Karena keadaan semakin memojokkan Navia, akhirnya ia memberanikan diri memulai pembicaraan.

"Bisa nggak sih agak pelan sedikit? Gue bisa mati duduk nih kalo begini terus! Lo nggak punya perasaan ya? Apa lo juga nggak punya empati? Trus nyawa lo ada berapa? Gue takut mati muda! Gue belum nikah." seruku.

Tiba-tiba Nathan menghentikan laju mobilnya. Diparkirkannya di bahu jalan. Navia kaget melihat sikap Nathan. Nathan menatap Navia dengan tatapan horor. Sementara Navia mengatur nafasnya agar kembali normal. Ritme nafasnya masih belum beraturan.

"Yaudah, lo nikah aja sama gue?" tanya Nathan yang membuat hati Navia berlonjak kaget.

"APPAAA??? Lo ngomong apa? Gue nggak salah denger tuh? Lo ngomong apa?? Lo ngigo ya?"

Nathan mengernyit. Disentuhnya kening Navia dengan punggung tangannya. Ekspresinya berubah jadi senyuman manis yang nyaris membuat hati Navia berdesir.

"Lo baik-baik aja kok. Panas tubuh lo masih wajar. Lo nggak sakit. Trus..." Nathan belum menyelesaikan kalimatnya.

"Trus apa? Gue gila?" Nathan membelalakkan matanya kepada Navia. "Lo tuh ya, kalo ngomong nggak dipikir dulu. Lo nggak nyaring dulu, itu omongan lo pantes apa nggak buat didenger. Kalo menurut gue sih, nggak banget! Nyiksa di telinga gue!" kataku jutek.

Nathan menghela nafas berat. Diliriknya Navia sesaat. Pandangannya beralih ke depan. Melihat kembang api di langit hitam. Karena waktu telah berganti malam.

"Malam yang indah. Di sana ada pesta kembang api. Lo mau ke sana nggak?" tanya Nathan tanpa menoleh ke arah Navia.

"Ah nggak usah! Dari sini juga udah kelihatan. Please deh, lo nggak perlu urusin hidup gue. Gue tau, lo mungkin pingin bantu gue. Itu karena lo sangat tau kalo perekonomian keluarga gue sangatlah minim. Jauh sekali dibandingin keluarga elo yang super duper kaya. Lo nggak usah deh bayar mahal si Karin Soraya kalo cuma mastiin gue baik-baik aja. Gue akan baik-baik aja kalo lo nggak ngerecokin hidup gue. Gue tuh ya, paling anti sama cowok model elo gini. Seenaknya jadiin gue pembantu, eh sekarang sok ngatur hidup gue. Trus gue nggak punya hak untuk hidup gue sendiri? Apa gitu?" dengus Navia kesal.

Nathan tertawa renyah.

'Apa salah jika gue lebih perhatian sama lo? Apa salah jika gue hanya ingin hidup dan kehidupan lo lebih baik? Apa perlu gue berlutut di kaki lo, agar lo percaya sama keaslian dan keabsahan perhatian gue?' batin Nathan.

"Kalo saja dari awal gue tau kalo lo mau cari kesempatan untuk ngerampas hak gue, gue nggak bakal sudi jadi pembantu elo. Gue juga nggak mau tanda tangan kontrak jadi pembantu elo. Gue nggak mau!" teriakku. "Lo itu nggak ngerti masalah cinta dan kasih sayang. Lo juga nggak sepantasnya pake kata-kata cinta. Hati lo jauh dari kata cinta. Lo cuma tau kepuasan atas pemaksaan."

SEXY MAID & SEXY BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang