Di suatu tempat yang jauh dari keramaian. Di sebuah villa yang hanya dihuni beberapa orang saja.
"Tuan, apa yang terjadi? Siapa anak kecil yang digendong istriku?"
"Tidak penting siapa dia. Ibunya lah yang terpenting bagiku. Suruh istrimu mengurus keperluan anak itu untuk sementara. Aku tak peduli dengannya. Hanya saja, pengakuan dari ibunya untukku, sangat penting bagiku. Jangan tanya apapun padaku!" kata Bragi.
"Tapi Tuan, untuk apa dia dibawa ke sini?"
"Hey Pak Agus, bukankah sudah ku katakan untuk tidak bertanya apapun! Anda tidak dengar? Uhm, baiklah! Akan ku jelaskan garis besarnya."
Pak Agus gemeteran setelah mendengar penjelasan dari Bragi.
"Tuan Bragi, ku harap Tuan segera memulangkan anak kecil itu. Kasian Tuan, dari tadi nangis terus. Pasti dia kangen sama ibunya. Anak kecil seperti dia tak bisa berlama-lama terpisah dari orang tuanya, terutama sosok ibunya."
"Apa yang Anda bicarakan. Tahukah Anda kalo aku itu jauh lebih sengsara dan menderita dibandingkan dengan tangisan anak kecil itu. Dia hanya beberapa jam saja terpisah dari ibunya. Sementara aku? Harus terpisah beberapa tahun lamanya untuk menemukan ibunya. Cinta pertama dan terakhirku. Apa Anda tak mengerti tentang itu? Anggap saja Anda terpisah dengan istri Anda? Bagaimana perasaan Anda? Sedih? Terluka? Ingin mati? Begitulah aku!" seru Bragi memecah keheningan di ruangan itu.
"Lalu apa rencana Tuan? Kapan anak itu dikembalikan kepada orang tuanya?"
"Secepatnya. Tepatnya, secepat Navia memutuskan untuk bersamaku. Tugas Anda hanyalah memastikan keamanan anak itu. Anggap saja, dia calon majikanmu nanti. Jika sesuai rencana, aku akan menikahi ibunya. Bisa dipastikan, aku akan menjadi ayahnya nanti. Seperti yang ku katakan, mau atau tidak mau, itu harus terjadi. Pastikan dia selalu sehat sampai ibunya bertekuk lutut padaku. Itu yang ku mau!"
Meski dalam pikiran sedang beradu argumen apakah membenarkan kelakuan majikannya atau tidak, Pak Agus hanya diam. Mencoba mengiyakan apa yang majikannya perintahkan.
***
"Nav, ayo ku antar pulang! Penampilanmu sungguh sekacau hatimu. Aku tak menyangka jika kenyataannya kamu itu istri pengusaha muda Nathan Ardian. Itu tak tampak seperti dirimu saat ini. Ayolah, kamu harus merawat dirimu seperti sebelumnya. Jangan terlalu menyedihkan begini! Tenangkan dirimu sejenak! Aku yakin, keponakanku Kevin akan segera kembali ke pelukanmu." kata Karin berusaha menenangkan Navia.
"Rin, kamu tak mengerti perasaanku. Hatiku pilu. Pikiranku kacau. Aku sungguh tak peduli dengan penampilanku. Aku hanya terpikirkan putra kesayanganku, darah dagingku. Bagaimana bisa aku bersikap tenang? Bagaimana jika Kevinku menangis terus? Kamu tau kan, dia bahkan tak pernah pisah denganku. Bagaimana jika dia kelaparan? Kamu belum tau kan, bagaimana pria dingin semacam Bragi itu? Aku tak akan memaafkannya jika terjadi sesuatu pada Kevin."
Navia kembali melanjutkan tangisnya. Karin pun kembali berusaha menenangkan Navia. Sementara, Nathan dan Reno tengah berdiskusi dengan beberapa orang suruhan Nathan.
"Navia, aku dan Reno akan membawa kembali putra kita. Kamu baik-baik di sini ya. Tak apa jika kamu belum mau pulang. Dan kamu, Rin, tolong jaga Navia untukku. Di luar gedung ini, aku sudah menempatkan orang suruhanku untuk memastikan keamanan kalian." kata Nathan.
Navia memeluk Nathan dengan ketakutan.
"Pastikan kamu kembali dengan Kevin. Janji! Kamu harus berjanji padaku!" ucap Navia.
"Baiklah." kata Nathan.
Kemudian Nathan dan Reno diikuti beberapa anak buah Nathan bergegas pergi meninggalkan gedung galeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEXY MAID & SEXY BOSS
Romansa"Lo nangis? Sshhhtt, gue nggak mau lo nangis lagi. Gue mau lo bayar semua kerugian yang gue derita!" Dia mendekatiku dengan wajah sok iba. Aku kesal. Masalahnya dia hampir mengambil ciuman pertamaku. Ikh, ngeselin! PLAAAKKKK Sebuah tamparan ku tuju...