41

22.9K 479 10
                                    

Hari ketiga pernikahanku dengan Navia. Ada perubahan yang signifikan dalam kehidupanku.

Pertama: Tentang statusku di KTP yang awalnya dinyatakan belum menikah, sekarang berganti menjadi menikah. Itu pengakuan yang luar biasa dari negaraku yang tercinta.

Kedua: Dulu sering disebut sebagai pria lajang, kini orang mengenalku sebagai pria beristri satu. Janji nggak nambah! Yakin?

Ketiga: Bisa tinggal sekamar, bahkan seranjang dengan wanita kesayangan. Dulu mah paling banter satu apartemen!

Keempat: Bisa bebas menjalin cinta kasih dalam bentuk apapun dengan Navia. Kebebasan ini berkaitan dengan aktivitas bercinta dong! Pamer!

Aku sudah sangat jarang menyalurkan hobi terbaikku, melukis. Bagaimana bisa aku melukis, jika di dekatku ada Navia yang selalu menggodaku. Jujur saja, aku lebih menyukai menyibukkan diriku dengan Navia, daripada yang lain. Termasuk hobiku sendiri.

"Sayang, jadi kan?" kata Navia tiba-tiba.

"Kenapa ya?" tanyaku.

"Kok nanya lagi? Tadi kan gue udah bilang sama lo kalo minta dianterin ke mall. Gue mau shopping sepatu buat hadiah Karin. Bentar lagi dia ultah. Gue mau kadoin dia sepatu! Lo masa udah lupa?" kata Navia.

"Oh itu. Iya gue baru ingat! Gue ambil kunci mobil di kamar dulu ya!" kataku.

Aku bergegas ke kamarku, mengambil kunci mobil yang ku letakkan di meja rias istriku. Aku meraih ponselku yang juga tergeletak di sana. Ada banyak pesan dan panggilan yang masuk. Dari Mama, Reno, dan mayoritas dari orang yang nggak berarti bagiku, Grinda.

Menyebut namanya saja, aku sudah alergi. Bagaimana jika diharuskan berlama-lama dekat dengannya? Rasanya bergidik membayangkan ada Grinda di sampingku. Dan parahnya, dia dulu pernah menjabat sebagai kekasihku. Kok bisa aku dulu mau sama dia? Aku kena sihir atau apa sih?

Kembali tentang ponsel yang ku genggam. Terlihat di layar beberapa pesan dari Grinda.

"Nathan, gue harap lo segera temui gue di apartemen gue. Gue akan mati jika elo nggak datang. Iya tau, elo sangat benci sama gue. Tapi gue tau, elo nggak akan tega melihat gue meregang nyawa dengan cara tragis!'

Pesan-pesan lain pun, tak jauh berbeda dengan pesan sebelumnya. Aku muak membaca pesan dari Grinda.

"Nathan, ada apa?" tanya Navia yang sudah berdiri di depan pintu kamar. Entah sejak kapan dia ada di sana.

"Gapapa. Gue harus menemui Grinda!" kataku.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Navia lagi.

"Tidak, dia akan mati jika gue nggak nemui dia." jawabku.

"Temui dia! Selesaikan masalah kalian. Gue bisa ke mall sendiri!" kata Navia yang berlalu dariku.

"Navia! Tunggu! Gue anterin lo!" kataku.

"Kan lo harus nemuin si Grinda itu. Lo bisa kehilangan kesempatan selametin nyawa Grinda kalo tetep maksain nemenin gue!" ucap Navia menahan sedih.

"Gue bukan nemenin, tapi gue anterin lo!" tegasku.

"Oh, baiklah!" ujarnya pasrah.

Aku bisa melihat raut kekecewaan dari sorot matanya. Aku tau, dia sangat mendukungku untuk memastikan Grinda dalam keadaan baik-baik saja. Tapi sejujurnya, dia terlihat tak rela jika aku menemui wanita lain selain Mamaku dan Ibunya.

***

Secepat mungkin ku lajukan menuju apartemen Grinda. Berharap wanita jalang tersebut masih bisa bernafas dan tak merepotkanku. Aku bisa masuk ke apartemennya, karena aku masih hafal kode sandi pintu masuknya. Masih sama seperti dulu. Apa dia sengaja tak merubahnya, agar aku bisa masuk ke sana kapanpun aku mau?

SEXY MAID & SEXY BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang