27

26.7K 762 21
                                    

Seperti biasanya, aku membersihkan hampir semua ruangan di apartemen Nathan. Mengelap kaca meja, guci keramik, vas bunga beling, cermin dan hiasan-hiasan lainnya. Menyapu, mengepel, bahkan mengganti kelambu sudah ku lakukan dengan baik. Untuk urusan cuci baju, ku serahkan pada ahlinya. Mesin cuci andalan, yang bisa sekalian mengeringkan.

Tiba-tiba lagu Worth It mengalun merdu menyemangatiku. Ada panggilan masuk pastinya. Aku segera meraih ponselku yang ku letakkan di atas meja ruang tamu.

"Halo Ibu... Apa kabar?" sapaku setelah tau, ada telpon dari ibu.

"..."

"Benarkah? Ibu sedang ada dimana sekarang? Navia akan jemput ibu."

"..."

"Udah sama si Nathan? Kok bisa?" tanyaku nggak percaya.

"..."

"Trus posisi Ibu ada dimana? Ibu nggak disekap atau disakitin kan ya sama si Nathan?"

"..."

"Bu, kalo masalah..." tiba-tiba sambungan terputus.

Ibu memutuskan telpon secara sepihak. Padahal aku kan masih ingin ngobrol banyak. Entahlah, tadi Ibu mengatakan sedang bersama Nathan. Nathan yang mana lagi? Ku harap itu Nathan yang ku kenal yang menjabat sebagai boss sekaligus kekasihku. Kalo bukan gimana? Double Nathan dong?

CEKREEKKK

Pintu apartemen ada yang buka. Pasti itu Nathan, jadi aku tak langsung menoleh ke arah pintu. Aku masih fokus dengan ponselku. Berkirim pesan dengan Ibu, yang ku harap akan mengirimiku pesan balasan mengenai keberadaannya yang misterius.

"NAVIA!!!" panggil seseorang yang suaranya mirip dengan Ibu.

Aku menoleh ke sumber suara. Ku dapati wanita yang wajahnya sudah mulai keriput, tapi tetap sama cantiknya denganku. Dialah Ibu. Tangisku pecah saat melihat wanita berhati malaikat yang selalu terselip namanya dalam doa-doaku.

"IBU...!!!" teriakku saat berhambur memeluk Ibu.

"Ibu kangen sama kamu, Nav!" bisik Ibu yang sudah menangis sepertiku.

"Navia juga Bu. Oya, Bapak nggak ikut, Bu?" tanyaku.

Ibu melepas pelukanku. Diusapnya pipinya yang sudah basah dengan air mata.

"Bapak nggak ikut, Nav. Bapak masih ngurusin sawah. Nungguin padi siap panen. Gapapa kan?"

"Harusnya sih ikut jenguk Navia di sini, Bu. Tapi yaudah kalo misal nggak bisa kesini. Tapi kok bisa Ibu kesini, bareng sama Nathan pula. Aneh!" seru Navia.

"Bisalah, apa sih yang nggak bisa!" gumam Nathan.

"Nak Nathan ini loh yang berbaik hati nyuruh suruhannya buat jemput Ibu dan Bapak. Karena Bapakmu nggak bisa ikut, ya Ibu aja yang ke sini." penjelasan Ibu.

Aku mendelik ke arah Nathan yang sok santai dan pura-pura tak melihatku. Aku tak ingin memarahinya. Tapi dia berhutang penjelasan padaku. Bisa-bisanya membawa orang tuaku tanpa meminta izin terlebih dulu padaku.

"Yaudah, Ibu istirahat dulu aja. Nav, tolong ajak Ibumu ke salah satu kamar tamu yah!" kata Nathan dengan suara lembut.

Nathan pandai berbasa-basi ternyata. Biasanya kalo ngomong sama aku, boro-boro bisa lembut dan manis. Tapi okelah, aku tak mau terlalu pusing mikirin Nathan. Aku segera mengajak Ibu menuju kamar tamu yang berada di lantai bawah. Aku berjalan sembari memeluk Ibu. Menurutku, ini adalah posisi ternyaman selain memeluk... ehm... Nathan.

"Kamu senang kan tinggal di sini?" tanya Ibu.

"Lumayan Bu. Daripada ngekost sama orang gila, kan mending di sini. Navia bantuin Nathan beres-beres juga di sini." jawabku.

SEXY MAID & SEXY BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang