55

12.5K 403 18
                                    

Navia masih pulas tertidur di samping ranjang rawat inap Nathan. Dalam tidurnya, Navia tetap menggenggam tangan kanan Nathan. Navia berharap menjadi orang nomor satu yang menyambut kembalinya Nathan yang siuman. Nathan belum juga sadarkan diri. Ia sangat bergantung pada peralatan medis. Setidaknya ada alat bantu pernafasan dan infus yang terhubung di tubuhnya. Di tubuhnya juga terdapat bekas luka lebam akibat terbentur saat kecelakaan.

Sesaat seseorang berkostum perawat, masuk ke dalam kamar tempat Nathan dirawat tersebut. Dia membawa peralatan medis. Matanya memastikan keadaan si pasien, yang tak lain adalah Nathan.

'Sebenarnya aku tak ingin membuatmu celaka. Aku bahkan ingin membuatmu menjadi pangeran yang selalu tersenyum manis untukku. Seorang kekasih yang senantiasa memperhatikanku sebagai wanita idaman. Aku ingin itu. Tapi ternyata kau mengacuhkanku. Secara terang-terangan, kau melukai hatiku. Di depan umum, di depan sahabatku juga, kau tega menyakitiku. Aku bisa apa? Aku sungguh terluka. Rasa sakitku mungkin tak seberapa bagimu. Tapi ini benar-benar menyakitkan! Lebih sakit daripada sakitmu sekarang.' batinnya.

Kemudian ia segera mencabut alat bantu pernafasan Nathan. Alhasil, Nathan langsung bereaksi kejang-kejang. Navia tak menyadari kejadian itu. Navia masih pulas tidurnya. Entah karena sangat lelah berjaga semalaman, atau memang tak merasakan gerakan tangan Nathan.

"Amanda!!!" seru Hani.

Amanda yang menjelma sebagai perawat palsu, langsung mendekati Hani yang berdiri mematung di dekat pintu.

"Amanda, apa yang kau lakukan? Itu salah!" bisik Hani.

"Tidak! Aku sudah berpikir secara mendetail tentang ini. Ayolah kita pergi!" ajak Amanda.

"Tapi, Nathan akan mati jika dibiarkan seperti itu... "

Amanda langsung menarik Hani sebelum Hani menyelesaikan ucapannya.

"Na... Navia....!" lirik Nathan dalam sakit yang luar biasa.

Navia merasakan pergerakan tangan Nathan dalam genggaman tangannya. Navia mengangkat kepalanya. Dilihatnya Nathan mengalami kejang-kejang. Nafasnya tersengal-sengal. Navia yang panik, segera memasangkan memencet tombol bantuan darurat. Navia sendiri tak tau harus berbuat apa. Dirinya tak begitu paham dengan masalah medis.

Tak menunggu waktu lama, Dokter diikuti perawat segera datang dan memasang kembali alat bantu pernafasan Nathan. Navia hanya bisa menangis melihat kondisi suaminya. Dengan kecekatan dan kerja keras, akhirnya Nathan sudah bisa melewati masa kritisnya.

"Syukurlah... Tuan Nathan masih bisa diselamatkan. Tapi, apa yang terjadi, Nyonya? Apakah ada seseorang yang masuk ke kamar ini? Karena dari pengamatan saya, tak mungkin jika Tuan Nathan yang membuka alat bantu pernafasannya sendiri." kata Dokter.

"Maksud Dokter apa? Tidak mungkin saya melakukannya. Saya berjaga semalaman untuk memastikan bahwa suami saya baik-baik saja. Saya tak mungkin melukai suami saya sendiri." kata Navia membela diri.

"Maaf Nyonya, bukan begitu maksud saya." ucap Dokter.

"Dok, apa perlu saya mencari tau keadaan di kamar ini melalui CCTV?" tanya perawat itu.

"Baiklah, urus semuanya!" kata Dokter itu pada perawat.

"Nyonya, saya berharap Tuan Nathan cepat kembali seperti sedia kala. Berdoalah, kami akan berusaha membantu dalam proses kesembuhan Tuan Nathan." ujar Dokter.

"Iya Dok. Terima kasih." kata Navia.

***

Amanda masih menarik Hani hingga mereka terhenti di sebuah tempat duduk di ujung koridor.

SEXY MAID & SEXY BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang