15

42K 1K 3
                                    

Nathan terlihat gusar, mencemaskan keadaanku yang sangat lemah. Terlihat seperti frustasi akut. Bahkan tak peduli lagi dengan tatanan rambutnya. Memang, biasanya bergaya ala acak-acakan yang masih dominan stylist. Tapi saat ini, di depan mataku, bukan stylist yang ku temukan. Serba semrawut!

Aku bisa melihat kekhawatiran yang luar biasa dalam manik matanya. Terlebih saat dia menatapku intens. Hanya saja, segala ucapannya dibuat standar dan biasa saja. Apa dia merahasiakan apa yang dirasakannya? Entahlah! Hanya Tuhan dan Nathan yang tau! Aku mah apa atuh?

"Tuan, apa yang bisa ku lakukan untuk Anda?"

Nathan berbalik, membelakangiku yang masih terkulai lemah di ranjangku. Aku bisa melihat, seorang pria yang tak ku kenal, telah bersiaga di sebelah sana. Berdiri tegak laksana seorang bodyguard untuk pejabat setingkat menteri. Mirip paspampres kali ya!

"Kemari! Tolong tebus resep ini! Dan ini kartu kreditku. Segeralah kembali!" perintah Nathan tegas.

Pria itu hanya mengangguk dan kemudian pergi. Siapa dia? Menyisakan tanda tanya.

"Dia Reno. Orang suruhan gue. Jadi, jangan bingung lagi. Nanti, lo akan tau siapa aja orang suruhan gue." dia menatapku lekat dengan senyuman kental khas mesumnya.

"Oh jadi begitu. Bisakah elo pergi dari kamar gue? Gue mau istirahat dengan tenang. Kalo obat udah datang, please bangunin gue ya. Gue takut keterusan sampai besok pagi."

"Oke Sayang!" ucap Nathan dengan manja.

***

Pagi harinya, Nathan tak menunggu hidangan sarapan dari Navia. Karena itu tak mungkin. Navia masih sakit. Kondisinya juga masih belum memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang berat. Navia hanya bisa berbaring di ranjangnya.

"Gue udah siapin makanan buat elo. Dimakan ya!" kata Nathan dengan dipandu senyuman manis yang melegakan, menaruh senampan makanan dan minuman di nakas.

"ELO???" pekik Navia kaget.

"Apa ada orang lain selain gue?" tanya Nathan menggoda.

"Tentu tidak! Tapi masa iya? Bukankah... elo tak bisa masak? Setidaknya selalu ngerepotin gue?" Navia menyanggah.

Nathan menoel hidung Navia dengan lembut. Wajah Navia memerah seketika. Menahan senyumnya yang masih terlihat dari sekilas raut wajahnya yang pucat. Nathan duduk di samping Navia yang masih terbaring di ranjangnya.

"Lo masih sakit?" tanya Nathan.

"Iya. Kepala gue masih pusing nih. Gue nggak tau harus gimana lagi?" jawab Navia yang mulai mencebikkan bibirnya.

Nathan mengusap rambut Navia. Mengecup keningnya sesekali.

"Lo udah baik banget sama gue. Makasih yah!" Navia mencoba duduk.

"Biar gue bantu!"

Nathan membenarkan posisi duduk Navia. Kini, wajah mereka berdekatan.
CUP. Ciuman Navia mendarat mulus di pipi kanan Nathan. Alhasil, Nathan tersenyum sumringah.

'Navia nyium gue? Oh my God!' batin Nathan.

"Kenapa? Lo nggak suka? Jarang-jarang loh gue nyium lo secara ikhlas dan sukarela. Biasanya kan elo paksa kan? Ini tulus dari dalam hati gue!" cerita Navia.

"Iya. Gue sedikit nge-blank pas lo nyium tadi. Ehm, boleh nambah nggak? Pipi yang satunya beluman!" kata Nathan yang nahan tawa.

Navia mencium pipi kiri Nathan.

"Udah kan? Apa lagi? Gue udah laper, Nathan. Minta disuapin dong kalo boleh! Gue lemes banget ini!" pinta Navia.

Nathan mengambil semangkuk bubur yang dibuatnya dengan bersusah payah. Menyendoknya dan disuapkannya ke mulut Navia perlahan. Navia menerima suapan dari Nathan dengan senang hati.

SEXY MAID & SEXY BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang