Chapter 18. Truth or Dare?

8.5K 562 17
                                    

***

Menunggu itu tak enak. Terlebih menunggu harapan yang semu. Bagai Menangkap angin. Hanya hampa dan kekosongan yang didapat.

***

Hari ini hari jum'at. Hari dimana seragam pramuka berwarna cokelat membalut tubuh Alena. Salah satu dari seragam yang Alena tidak suka. Menurutnya seragam itu hanya membuatnya gerah. Membuatnya berkeringat dan tak bisa bergerak bebas.

Hanya karena aturan sekolahnya lah, dia harus memaksakan memakai pakaian menyebalkan itu. Alena sangat menghindari dari yang namanya hukuman. Karena menurutnya apa hasil yang dia dapatkan dari semua itu? Apakah kita akan terkenal setelah mendapatkan hukuman tersebut? Apakah kita akan menjadi lebih baik?

Oh Hellas, iya terkenal. Lebih tepatnya terkenal oleh banyak warga sekolah karena reputasinya yang jelek. Dan ah, masalah lebih baik? Apa bercanda? Tentu saja tidak, kita tidak akan dapat terlihat lebih baik ketika mendapatkan hukuman. Yang malah kita akan menjadi buruk.

Alena berjalan memasuki kelasnya, teman sekelasnya menyapanya ketika bertemu. Alena membalasnya dengan senyuman dan anggukan. Dia sedang malas mengucapkan sepatah dua patah kata hari ini. Di sekolah Alena cukup dikenal banyak murid karena rupanya yang bisa dikatakan cantik. Tak salah mengapa banyak siswa yang menyapanya ketika kaki jenjang itu melangkah sepanjang koridor menuju kelasnya.

Memasuk kelasnya, dan mata hitam pekatnya menangkap Diandra Evelyna dan Kintan Putriana sedang berbincang. Mereka berdua adalah sahabat dari Alena Nathalia. Alena tatap melangkah dan tidak menghiraukan keduanya. Gadis dengan rambut yang diuraikan itu menaruh tasnya dan menjatuhkan badan ke kursi. Membiarkan rasa lelahnya perlahan lenyap.

Dengan posisi yang sudah terduduk, Alena kembali memikirkan kejadian dua hari yang lalu. Kejadian dimana Hugie mendatangi rumahnya. Rasa hangat didalam hatinya yang menjalar keseluruh tubuhnya itu terjadi saat membayangkan kesegalanya.

Oh, apa jatuh cinta selebay ini?

Membuka ponselnya berharap ada pesan. Dan nampaknya keberuntungan itu sendiri sedang berada di pihaknya. Dia melihat satu pesan muncul dari orang yang membuatnya jatuh cinta. Hugie. Seorang pria yang mampu meruntuhkan kepingan rasa sakit dari mantannya diganti dengan kebahagiaan yang dulu pernah dia rasa.

Bagai samudera Hindia, Alena tersenyum selebar itu. Tak menghiraukan keadaan sekitar, Alena membuka pesan tersebut. Tentu saja dengan hatinya yang menghangat.

From : Kak Hugie.

Selamat pagi😊

Matanya melihat rincian pesan tersebut, pesan itu ia terima saat pukul 06:35.  Kemudian Alena melihat jam di ponselnya. Tepat itu juga dia menyadari jika sekarang sudah pukul 06:50.

For godness sake', itu artinya Hugie sudah mengirimkan pesan kepadanya sejak lima belas menit lalu. Dengan tepukan didahinya, saat itu juga Alena menyadari jika dia memode silent ponselnya. Pantas saja dia tidak menyadari jika ada pesan masuk.

Dengan cepat secepat sinar matahari menyinari bumi, Alena mengetikan balasan pesan untuk Hugie. Sudah cukup dia membuat seseorang menunggu. Dia tidak bisa membuat seseorang menunggu lagi. Karena dia tahu rasanya menunggu itu seperti apa rasanya. Terlebih menunggu harapan yang semu. Bagai menangkap angin. Hanya hampa dan kekosongan yang diraih! Sakit dude!

Hug Me Hugie (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang