Chapter 20. Hell to Vano!

6.3K 406 12
                                    

***

Mungkin caraku berlebihan. Tapi inilah wujud perhatianku.

- Devano Rizkyana.

***

Bukankah semua orang punya kelemahannya tersendiri?

Bukankah manusia itu tidak ada yang sempurna?

Benar bukan?

Termasuk dengan cewek berseragam olahraga yabg sedang berusaha memasukan bola basket kedalam ring. Alena nampak kesulitan saat berusaha memasuki bola itu.

Alena lemah dalam pelaajaran olahraga. Alena hanya menyukai pelajaran olahraga mengenai jogging, renang dan senam. Lainnya mungkin tidak disukai?

Maybe?

"Alena masa sedari tadi kamu gak bisa masukin bola satupun?"

Pak boto, guru olahraga menegur Alena yang sedari tadi tidak bisa memasukan bola satupun. Padahal dia sudah mencoba lima kali tembakan.

Kedua sahabatnya, Diandra dan Kintan sedang cekikikan menatap Alena dari pinggir lapangan. Seolah melihat kesusahan Alena adalah cara untuk menghibur diri.

Oh sialan..

"Baiklah. Untuk para cewek kalian dibagi menjadi dua bagian ya. Bagian pertama 12 orang nanti itu dibagi menjadi dua kelompok. Jadi satu kelompok terdiri dari enam orang. Silahkan tentukan kelompoknya sendiri!"

Pak Boto memberi amanat kepada seluruh murid dua belas mipa tiga untuk membuat kelompok tanding bola basket. Dan yang main pertama itu kelompok cewek.

Setelah grasak-grusuk diskusi, akhirnya sudah terbentuk dua kelompok. Alena, Kintan, dan Diandra satu kelompok dan mendapat giliran pertama.

"Ah ini gimana gue gak ngerti sekali?!" Alena menepuk dahinya frustasi. Jelas saja. Memasukan bola saja tidak bisa, apalagi tanding.

Oh tuhan...

"Lo tenang aja len. Kalau lo dapet lemparan bola, lo oper aja lagi ke kelompok kita. Lo udah hafalkan muka muka kelompok sendiri?" Nasihat dari Kintan setidaknya bisa membuat keresahan Alena mengendur.

***

Sudah sepuluh menit mereka tanding basket. Peluh kian membasahi paras mereka. Alena benar benar menuruti nasehat Kintan. Perintah dimana dia harus mengoper ke kawannya saat menerima bola.

Alena menunduk berusaha membenahi keringatnya yang terus menerus meluncur dari pelipisnya. Menggerakan sedikit kausnya, setidaknya bisa memberi sedikit angin.

"Alenaaa... Tangkap bolanyaaa..."

Lita, teman sekelasnya mengoper bola basket kearah Alena dengan kencang. Mungkin terbawa suasana? Alena yang tak siap sesegera mendongak. Namun sialnya malah bola itu menghantam wajahnya. Yang mana membuat kepala Alena seolah berputar putar.

"Kok muter ya?!" tiba-tiba Alena jatuh tersungkur, dan kegelapan menerpanya.

***

Hug Me Hugie (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang