Jangan pernah pergi dengan meninggalkan luka. Dan kembali menyakiti, ketika singgah disini. Dihati.
***
Mematut diriku pada cermin untuk sekedar melihat, apakah penampilanku sudah rapih? Atau hanya sekedar melihat tidak ada air liur yang terselip diantara sudut bibirku. Uh, Bahkan aku tidak bisa membayangkannya jika itu terjadi. Aku Merapihkan sedikit dasi dengan corak polkadot yang melilit kerah kemejaku pagi ini.
Aku berkelana dan juga berfikir. Kapankah ada seorang wanita yang setiap pagi membantuku memakaikan dasi, menatapku usai bangun tidur, menyambutku dengan senyuman hangat ketika diriku sesudah berkelut dengan pekerjaan, tidur bersama beratasnamakan suami istri.
Ah, entah mengapa berbicara mengenai istri, tiba-tiba wajah Alena mampir di benakku? Sialan! Ada apa ini? Mengapa bisa begini? Apakah ini tanda kuasa Tuhan jika Alena adalah calon ibu dari anak-anakku kelak nanti?
But, wait...
Wife? Bahkan dia masih terlalu muda. Dan lagipula akupun belum menyatakan perasaanku padanya. Aku Berangsur kearah nakas untuk mengambil ponsel. Aku ingin mengirimkan pesan untuknya, ya sekedar mengucapkan selamat pagi mungkin?
To : Alena nathalias
Hai. Selamat pagi Alena. Apa kamu sudah sarapan sebelum berangkat sekolah?Aku merasa terlalu konyol akan sikapku, sikapku yang selalu mengirimkan sebuah pesan hanya sekedar untuk mengucapkan selamat pagi, malam, ataupun mengingatkannya untuk tidak telat makan. Dan entahlah, aku merasa senang saja ketika melakukan kegiatan bodoh itu.
"Hugie apa kamu mau sarapan terlebih dulu? Papahmu sudah berangkat tadi!" tawar mamah ketika dia melihat aku sedang menuruni tangga dan berniat turun.
Aku lantas mengangguk, "ya mom, saya ingin sarapan terlebih dulu!"
Sesibuk apapun diriku, setidaknya sarapan bersama keluarga adalah hal yang wajib aku lakukan. Mengingat keluarga adalah segalanya. Dan ya, Lagipula aku juga tidaklah sanggup menolak jerih payahnya yang sudah rela membuka mata sangat pagi, hanya untuk menyiapkan sebuah sarapan.
Menarik kursi disebelah kanan beliau. "Mau nasi atau roti?" tawarnya ketika aku sudah terduduk dan mata biru ini menatap kearahnya.
Dan pilihanku jatuh pada roti yang mana kurasa itu cukup untuk sekedar mengganjal perut di pagi hari. Lagipula, aku juga tidak akan ingin pekerjaanku terbengkalai hanya karena rasa kantuk yang menerpaku ketika terlalu kenyang.
Saat menelan gigitan terakhir, kulihat ponselku yang ada di meja menyala tanda pesan masuk. Selanjutnya yang kulihat nama Alena sebagai pengirim.
From : Alena nathalias
Pagi juga kak😙 iya ih gue udah makan😳 eh btw jangan ngirim pesan dulu kak. Disini masih ada guru. Takut gue ketangguan, haha.Oh Damn! Bahkan aku tidak sadar dan juga ingat, jika sekarang sudah jam delapan. Artinya, kegiatan belajar mengajar di sekolah Alena telah berjalan.
Aku taruh kembali ponsel diatas meja dan mengambil gelas susu guna menghilangkan dahaga yang kupikir timbul sesudah memakan roti tadi.
"Jadi," mamah sudah menatapku. "Kapan kamu mau bawa Alena kesini?" Dia menumpuhkan lengannya ke meja. "Mamah ingin tahu, siapa gadis yang sudah bisa membuat anak semata wayang mamah yang bernama Hugie ini bisa jatuh cinta lagi?"
Mendengar penuturannya barusan, membuatku sedikit terkekeh. Maka dari itu juga aku usap noda susu di bibirku sendiri, lalu menjawabnya. "Ah, entahlah mah. Hugie pikir akan cukup sulit mengenai itu. Ya, mamah jelas tahu, jika Alena masih sekolah. Dan saya, masih cukup banyak pekerjaan belakangan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug Me Hugie (TERBIT)
RomanceVERSI BARUNYA DITERBITKAN OLEH BIBLIOPUBLISHING. SEBAGIAN PART TELAH DI HAPUS. Alena Nathalia Saudad harus bernasib buruk ketika bertemu dengan om-om sejuta percaya diri. Terlalu narsis dan perayu ulung. Astaga... Bahkan Alena harus geleng...