"Tahu? Penyesalan terbesar seorang anak itu apa? Ketika belum sempat membahagiakan kedua orang tuanya semasa hidup di dunia."
***
Entah bagaimana perasaan nya? Gue sulit membayangkannya. Apa dia kuat? Sahabat gue itu apa sanggup. Sanggup melawan kenyataan bahwa dirinya akan merasa Kehilangan. Kehilangan orang yang disayanginya untuk selamanya.
Sungguh! Keadaan ini mempercayai gue bahwa semboyan kata "Sahabat Bagaikan Organ Tubuh, Satu Organ Sakit Pasti Organ Lainnya Akan Merasakannya" itu memang benar adanya. Terbukti sekarang, Azam pasti terguncang akan keadaanya dan entah perasaan dari mana gue pun merasakan sama terguncangnya sekarang. Apa ini karena gue dan keluarga Azam lumayan dekat jadi gue sedih mendengar pulangnya Papa Azam untuk selamanya, apalagi kabar ini mendadak juga. Hmmm perasaan Papa Azam sehat-sehat aja deh. Tapi ini, namanya umur lah mana ada yang tahu. Iyaa kan?
Azam lo pasti kuat. Gue percaya!
Kini gue membayangkan, jika seandainya posisi Azam ada di gue tentu itu pasti suatu hal yang sulit gue percaya. Kenapa? Karena gue belum siap jika suatu saat salah satu dari orang yang sudah meng-Ada-kan gue di dunia ini lebih dulu meninggalkan gue.
Terus sehatkan mereka Tuhan! Gue pasti takkan sanggup ditinggalkan!
Kabar duka cita dari Azam membuat gue merindukan dua manusia paling mulia yang lama tak gue temui. Apa kabar mereka yaa! Hhhhh dalam waktu dekat gue akan menyempatkan pulang lah. Gue amat merindukan mereka.
Keluarga gue..
Terutama Mama. Apa dia senang jika gue pulang?
Mama Elmi kangen,
"El kata yang lain juga. Sekarang kok mereka ngelayat nya jadi bareng aja katanya!" Kini Riva sudah berhasil gue geret dari kantin. Setelah perdebatan yang lumayan alot akhirnya dia mengerti juga setelah gue perlihatkan pesan dari Azam itu.
"Yang lainnya dimana emang?" Ucap gue seraya melihat arloji ditangan sebelah kiri gue. "Lama gak?" Lanjut gue dan menatap Riva.
"Eumm palingan meraka cuma beli sesuatu buat ngelayat abis itu langsung berangkat ke rumah Azam." Jelas Riva.
"Riv apa gue duluan aja kali yaa. Gue khawatir sama keadaan Azam."
"Yaudah. Ini kunci mobil gue bawa sama lo aja. Gue bareng sama si Nanad ke gampang!" Ucap Riva seraya menyodorkan sebuah kunci pada gue.
Gue menggeleng bermaksud menolak tawarannya. "Gak usah ih gue naik taksi aja males gue nyetir sendiri" Elak gue padanya. Riva pun hanya mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Gue jalan duluan yah. Bilangin sama yang lain!" Pamit gue padanya.
"Yaa, hati-hati." Gue pun langsung bergegas setelah berpamitan pada Riva gue ingin segera bertemu Azam. Resah gue sumpah!
"GUE LANGSUNG NYUSUL ABIS SIAPIN KEPERLUAN !!" Gue hanya menoleh dan melambaikan tangan pada Riva mendengar teriaknya yang cetar itu.
Dasar Riva hobby banget teriak-teriakan. Mirip banget dah kayak Tarzan.
Awalnya gue tenang berjalan untuk keluar kampus ini tapi setengah perjalanan menuju gerbang langkah gue seolah terhenti. Bagaimana tidak, netra gue mengakap sosok Rafa. Kini di hadapan gue ada seseorang yang waktu lalu dibuat sakit karena gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch Love (COMPLETE)
Chick-Lit(DEMI KENYAMANAN MEMBACA, HARAP FOLLOW TERLEBIH DAHULU YAW) WARNING!! DALAM MASA REVISI! HANYA BENERAPA PART YANG SUDAH DIGANTI DENGAN PENYEBUTAN KATA AKU. THANK YOU:* --- Kamu dikirim Tuhan untuk menopangku atau menjatuhkanku? Hubungan ini.. Rumit...