Youre Pregnant, Right?

3.1K 132 3
                                    

Tanpa sepatah kata ia tak sedikitpun berbicara. Dengan tangan yang terus menggenggam, ia berjalan membawa gue entah kemana.

Gue terkejut setelah menjumpainya waktu lalu, Agam datang dengan muka lelah tapi rahangnya yang mengeras jelas gue lihat. Gue memikirkan sebenarnya apa yang ia rasa? Ia rindu atau marah melihat gue sekarang? Dan sebenarnya dia ingin membawa gue kemana?

Gue lelah, kenapa kami kembali di pertemukan?

Apakah ini takdir atau hanya kebetulan?

Gue menoleh ke samping demi melihat Agam yang sedari tadi hanya diam mengemudi, setelah pertemuan gue dengannya waktu lalu, gue hanya diam saat Agam dengan tak sopan nya membawa gue dan meninggalkan Riva sendirian di taman. Jujur, gue syock saat melihatnya tiba-tiba, dia sebenarnya tau dari mana gue bertemu dengan Riva? Tapi, satu sisi gue sangat merindukannya, merindukan Agam dengan segala kebiasaannya.

Oh Tuhan..

Gue menghela nafas seraya menutup rapat mata dan tak lama gue merasakan mobil yang di kendarai Agam pun berhenti disana, "Turun," Ucapnya singkat dan langsung turun dari mobilnya, gue mengerutkan dahi atas tingkah nya, tak bisakah sedikit lembut perlakuannya, mau tak mau gue pun mengikutinya. Dan setelah gue turun, baru lah gue ngeh dimana gue sekarang.

Ini area apartemennya! Mau dia apa sebenarnya membawa gue kembali kesini?

"G-gue gak mau masuk," Ucap gue gugup dan membuat Agam menoleh dengan tampang datar, "Biarin gue pergi, Agam..," Ia menghela nafas lalu berjalan mendekat dan langsung menyeret gue tanpa berucap sepatah katapun.

Di sepanjang perjalanan menuju apartemennya dia masih tetap bungkam, dan gue? Gue bingung harus bersikap apa? Ingin berontak tapi hati ini menolak. Dan, ini tak bisa gue biarkan. Ini salah!

"Lepasin gue!" Gue berusaha berontak tapi genggaman tangan Agam semakin kuat, rasanya akan percuma jika gue terus melakukannya karena gue tau ini semua akan sia-sia. Baiklah, gue akan menurutinya, apa sebenarnya yang ingin dia lakukan?

"Mau lo apa?" Ucap gue setelah tiba di dalam apartemennya dan Agam mengunci pintunya disana.

"Kenapa lo pergi?" Tanyanya dengan sirat penuh amarah, gue meneguk saliva susah payah karena tatapannya membuat gue merasa bahwa Agam tak rela gue tinggalkan.

Oh benarkah? Hati gue sungguh menghangat.

Tidak! Tidak!

"Cukup Agam! Jangan pernah mengundang perasaan," Ucap gue dengan mata tertutup rapat, gue tak ingin lagi goyah.

"Kemana lo selama ini?"

"ITU BUKAN URUSAN LO!!" Teriak gue seraya dengan berani membalas tatapannya. "Please, don't make a burden..," Lanjut gue dengan suara lirih. Agam menghela nafas dan mengusap kasar wajahnya. Ia terlihat frustasi dan sangat kacau.

"Kita sudah selesai, dan biarin gue pergi sekarang, Gam," Dia hanya diam dan gue memutuskan untuk melangkah saja, mungkin dia menyerah.

"Ay..," Lirih nya menyebut nama gue, tapi gue tetap melangkah walau gue tersiksa, tapi ini memang harus gue lakukan. Gue dan Agam berbeda. Kita akan bahagia, tapi dengan kehidupan kita masing-masing nantinya. Dan untuk masalah anak ini akan gue pikirkan.

"Ayudia!" Gue tak menghiraukan panggilannya, kaki gue tetap melangkah walau terasa berat.

"Elmi!"

Deg.

Gue berhenti melangkah setelah tangan ini ingin mencapai knop pintu apartemennya, gue kembali menutup rapat mata. Dia tadi memanggil gue Elmi? Sejak kapan? Apa dia sudah percaya bahwa gue wanita yang pintar pura-pura.

Touch Love (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang