Investigasi

2.6K 121 0
                                        

"Saat kau Meninggalkan, aku merasa kata KITA adalah sebuah Kesalahan"

***

"Jadi, Agam Vikri Permana, jelaskan semuanya?" Gue menelan saliva susah payah menatap kini para orang tua berdiri di hadapan kami berdua, gue dan Agam. "Kamu gak bisa apa kuliah saja dulu yang baik, tentang masalah Volly aja kamu belum selesai, sekarang kamu menambah ulah lagi, astaga Agam!" Lanjut pria yang gue ketahui bernama Surya itu seraya memijat pelipisnya, fiks gue menerka sih Agam dengan ayahnya tak berhubungan baik, buktinya Agam yang tengah di omeli sekarang malah memasang wajah acuh tak acuh saja.

"Ma, liat! Anak kamu gak ada sopan-sopannya lagi diajak bicara juga," Pak Surya kembali bersuara sambil menatap Rissa istrinya yang sekarang hanya mampu meringis tak bisa berkata-kata melihat anak sulungnya tak pernah berubah.

Agam yang berada di samping gue menghela nafas panjang, dengan memilih posisi duduk agar lebih tegak, ia mendongak di tatapnya sang ayah yang tengah berdiri sambil bersidekap, "Kapan sih papa ngedukung hobby Agam? Cukup hanya musik yaa pa, untuk volly Agam gak bisa meninggalkan," Ucap Agam kepada sang ayah, gue yang tak tahu masalah di antara merekapun hanya mampu diam, memilih untuk menjadi pendengar saja.

"Bukan papa gak ngedukung, papa hanya minta kamu fokus belajar di bisnis agar nanti keluar sebagai sarjana, kamu siap membantu papa," Agam berdecak dengan tangan yang mengetuk-ngetuk meja ia kembali bersuara,

"Sarjana atau tidaknya Agam, Agam akan tetap masuk ke perusahaan papa kan?" Ucap Agam santai dengan punggung kembali ia sadarkan di sofa. "Jadi, untuk apa Agam bersusah-susah belajar jika endingnya sudah tau kemana Agam nantinya,"

"Jadi, kamu masih mempermasalahkan kan masalah jurusan kamu itu?" Surya meradang dengan tangan yang bertengger di meja ia menatap tajam sang putra, "Kamu masih ingin bermusik? Iya?" Gue mengerutkan dahi, jadi si Agam di tentang bermain musik, padahal setahu gue Agam anak band di kampus. Duh, kok gue yang pusing yaa.

"Udahlah, Agam kesini bukan mau ngebahas yang begituan!" Gue menoleh menatap Agam dengan mukanya yang tak enak untuk di pandang, "Kasian juga tuh anak orang dari tadi kebingungan," Gue refleks duduk tegak dan kini mendapati orang tua Agam menoleh ke arah gue dengan perasaan tak enak.

"Maaf sayang, kamu bingung yaa?" Ucap Rissa seraya menyentuh bahu gue, gue menoleh dan hanya bisa tersenyum kikuk, "Semoga kamu gak nyesel nantinya menikah dengan anak tante yang keras kepala itu,"

"Agam keras kepala, karena siapa coba, Ma," Celetuk Agam seenaknya.

"Mama teh pusing sama kamu A," Ucap Rissa lesu yang berada di samping gue, "Mama emang kepengen nimang cucu, tapi minimal pas kamu sudah lulus kuliah kek A," Lanjutnya.

"Agam khilaf, ma," Gue terkejut karena Agam tiba-tiba menyenderkan kepalanya di bahu gue, "Lagian udah terlanjur juga!"

PLETAK..

Gue meringis. Dengan segera Agam kembali mengangkat kepalanya.

"Aww-- sakit, Ma, mau kepala Agam benjol," Ucap Agam kesal dengan tangan mengusap kepalanya.

"Lagian, kalo ngomong tuh selalu di anggep enteng terus," Rissa beranjak kembali menghampiri suaminya,

"Terus Agam maunya gimana?" Tanyanya yang mulai kembali serius.

"Iya, mau kamu gimana?" Ulang pak Surya.

"Menikah," Singkat Agam dan gue hanya bisa menghela nafas.

Touch Love (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang