27

3K 91 1
                                    

Tak apa, trauma akan cinta itu sudah biasa. Tapi jangan sampai rasa takut itu menguasai segalanya. Berani bangkit dan bertahan agar tidak jatuh adalah obatnya.

💖💖💖

Suara klakson mobil membuat gadis berkuncir dua itu berhenti mewarnai gambar pemandangannya.

Ia berdiri dan berlari menuju lantai satu. Ia tau bahwa mobil itu yang membawa kakak perempuannya pulang.

Langkahnya terhenti ditengah tengah tangga saat melihat seorang anak laki laki sedang ada ditengah tengah kakaknya dan pacar kakaknya itu.

"Kakak!" panggil Hivi. (Anggap aja pake bahasa inggris karna Hivi nya ada di Ausse)

Helena mendongak kearah Hivi lalu tersenyum "Hivi, ayo sini!"

Hivi menurut. Ia kembali melanjutkan langkahnya dengan berjalan.

Helena berjongkok menyamakan tingginya dengan adiknya itu.

"Vi, ini Maxi. Adeknya kak Marthin. Ayo kenalan." Helena berdiri dan menarik tangan Hivi mendekati Maxi dan Marthin.

"Maxi, ini ade kakak."

Hivi mengulurkan tangannya yang langsung disambut ceria oleh Maxi.

"Hai, aku Hivi Raflecia. Kamu?" Tanya Hivi.

"Adithya Maxi Abraham." jawab Maxi "nama kamu siapa tadi?"

"Hivi," jawab Hivi melepas jabatan tangannya.

"Agak susah. Aku panggil Cia aja gimana?" tawar Maxi.

Hivi mengangguk antusias.

Begitulah kira kira kepingan pertemuan Maxi dan Hivi.

Marthin adalah pacarnya Helena. Mereka berpacaran sejak kelas dua SMA.

Kala itu Maxi dan Hivi berumur sembilan tahun. Sampai akhirnya Helena meninggal karna dibunuh.

Ia wafat di Ausse saat berumur 20 tahun. Dan sampai sekarang, Marthin tak Pernah melupakan kekasih yang sangat ia cintai itu.

Mobil sport hitam itu memasuki pagar rumah mewah bertingkat dua berwarna biru-cream itu.

Setelah merasa mobilnya terparkir sempurna. Maxi menoleh kebelakang. Dimana Hivi tertidur dibahu Marthin yang sedang berkutat dengan ponselnya.

"Woi kak. Bangunin noh," suruh Maxi.

Martin memandang Maxi datar lalu memandang Hivi.

"Kasian. Lagipun kata kamu dia sakit," ucap Martin yang memasukkan ponselnya kedalam kantong celananya.

Ia memunggungi Hivi lalu menggendonya disana.

Ting tong....

Maxi membunyikan bel rumah Hivi dengan Martin disebelahnya sedang menggendong Hivi.

Tak lama kemidian, muncul Clarissa.

"Maxi. Marthin. Kalian? Kapan kesini? Ayo masuk" ajak Clarissa.

Maxi dan Marthin masuk.

"Duh, Marthin. Maaf ya, jadi ngerepotin" ucap Clarissa saat Marthin membawa Hivi yang tengah tertidur.

"Gapapa tante, Hivi udah kayak adek Marthin sendiri kok" jawab Marthin setelah meletakkan Hivi di sofa.

Clarissa tersenyum. Dia sangat senang Maxi dan Marthin tetap seperti dulu walaupun yang menyatukan mereka sudah pergi duluan untuk menemani yang maha kuasa diatas sana.

(Don't) goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang