Walaupun aku mundur, izinkan aku untuk tetap mengagumimu dalam diam.
~HA~
"Dek, kamu bisa nunggu bentaran gak? Kakak ada pertemuan akustik. Bentaran doang kok, tiga puluh menit."
"Iya kak. Anna nunggu dikedai es krim depan sekolah ya. Samperin Anna disitu nanti." Jawab Anna mengerti.
"Yaudah, tunggu situ. Jangan kemana mana. Tiga puluh menit lagi nyampe."
Klik.
Telepon dimatikan. Anna memasukkan ponsel bernuansa pink-silver itu kedalam saku seragamnya. Ia kemudian melangkah riang menyebrangi jalan lalu masuk kesebuah kedai es krim.
Ia ikut mengantri bersama beberapa orang yang ingin memesan dan membawa sendiri makanan ke mejanya masing masing.
Desain kedai ini juga unik menurut Anna. Dengan meja piknik sebagai meja makannya dihiasi nuansa alami dengan warna pink. Warna kesukannya. Ia dan kakak angkatnya itu memang suka sekali dengan suasana bernuansa alam. Tapi bedanya, Hivi lebih menyukai cafe teh umi yang bernuansa alami hijau. Sedangkan dirinya tertarik pada kedai ini yang bernuansa alami pink. Uniknya lagi, ini namanya kedai. Bukan cafe. Padahal kelihatannya lebih mirip suasana cafe. Itu yang membuat Anna terkesan sejak awal.
Kini giliran Anna. Dirinya memang tak sempat makan dikantin tadi karna ada sedikit rapat antar anggota pramuka. Walaupun begitu, dirinya hanya memesan semangkok es krim.
"Mbak. Es krim strowbery-vannila nya satu. Topping-nya campur ya." Pesan Anna.
Selagi Anna menunggu pesanannya siap, ia memeriksa kantong rok nya. Dimana ia sering meletakkan uang disana. Raut wajahnya terlihat panik ketika merasa saku itu dalam keadaan kosong. Ia meraih tas nya dan memeriksa dompet yang ia selalu taruh disitu.
Anna mengobrak ngabrik tasnya mencari benda panjang pink itu. Tak ada. Kepanikan Anna bertambah saat pesanannya datang. Dirinya jadi gugup sendiri.
Tanpa sadar, perilakunya menarik perhatian seorang pemuda jangkung dibelakangnya. Ia juga tanpa sadar bergeser kesamping memberi akses untuk pemuda itu memesan.
"Mbak, macchiato panasnya satu." Suara bariton itu masih tak menyadarkan Anna. Gadis itu sibuk dengan pemikirannya.
Tak lama kemudian, pesanan pemuda itu datang. Barulah Anna menyadarinya saat suara bariton itu kembali keluar.
"Sama es yang ini jadi berapa mbak?"
Anna menatap tak percaya pemuda yang menggunakan seragam putih abu abu itu.
"Makasih." Setelah mengambil kembalian uangnya, tatapan pemuda itu beralih pada Anna.
"Ini punya kamu kan?" Tanyanya seraya menyodorkan es krim Anna.
"I-iya kak." Jawab Anna gugup. Tangannya juga terjulur mengambil mangkok berisi es krim pesanannya itu dengan gugup juga. "Ma-makasih kak."
"Iya. Gimana kalo kita duduk?" Tawar pemuda itu. Awalnya Anna ragu karna ingat pesan bunda agar tak mendekati orang tak dikenal. Tapi saat meihat wajah tampan dan senyum manis pemuda itu, kepalanya mengangguk mengiyakan. Membiarkan dirinya dituntun kesebuah meja dibelakang dekat jendela.
Mereka duduk berhadapan. Pemuda itu menyeruput macchiato panasnya sedangkan Anna menyendok es krimnya.
"Jadi?" Anna membuka suara membuat pemuda didepannya mengangkat sebelah alisnya.
"Jadi apa?" Tanya pemuda itu heran.
"Kakak ga niat mau culik aku kan?" Tanya Anna was was.
Bukannya menjawab, pemuda itu malah tertawa terbahak bahak. Sekarang gantian, Anna mengangkat alisnya tak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Don't) go
Teen FictionMereka mengira, Tuhan mempertemukan mereka hanya untuk menjalin cinta kemudian berakhir bahagia. Namun takdir tidak berkata demikian. Dengan yang telah digariskan, mereka tidak dipertemukan bukan untuk berkisah sebagaimana yang mereka fikirkan. 99...