62

2.3K 92 0
                                    

Lalu? Apakah salah jika diriku bermimpi? Membuat skenario seolah-olah dia mencintaiku, padahal nyatanya dia bahkan tak pernah melirikku.

~VR~

💖💖💖

"Hivi?"

Hivi mengerjap sadar dari lamunannya kala suara Vania masuk dalam gendang telinganya.

"Ta–tante?"

"Kamu ngapa—OH ASTAGA! INI KAMU KENAPA? KOK ADA DARAH?!" Vania berteriak hiteris saat tak sengaja melihat noda darah di pakaian Hivi.

"A–Alfa tante..." kata Hivi pelan.

"Alfa? Alfa kenapa?!" Vania kian histeris hingga secara tak sadar mengguncang kuat bahu Hivi.

"Mama! Tenang dulu." Laki-laki itu menarik Vania menjauh dari Vania dan menenangkannya.

"Alfa kenapa?" Suara lebih lembut masuk kedalam pendengaran Hivi. Ia mendongak dan menatap gadis berambut coklat dengan wajah cemasnya saat mendengar nama Alfa.

"Di–dia ada dikamar. Silahkan liat aja."

Langsung saja Vania dan kedua pasangan muda dibelakangnya melangkah tergesa-gesa menaiki tangga.

Hivi terasa menciut. Ia hanya bisa tersenyum kecut dan memandang nanar ketiga orang yang menuju kamar Alfa. Hembusan nafas keluar dari bibir tipisnya. Ia hanyalah orang asing disini. Membantu Alfa hanyalah sebuah loyalitas semata akan pentingnya sesama. Untuk itu, Hivi keluar dari rumah itu dan berjalan keluar dari perumahan.

Angin malam yang dingin menerpa kulitnya yang terbuka. Hivi berusaha menghangatkan dirinya sendiri dengan memeluk tubuhnya. Berharap gesekan antar telapak tangannya dapat memberi kehangatan. Sendalnya yang tinggi mengakibatkan kakinya terasa sakit.

Malam telah sepi, hanya lampu jalan dan terangnya rembulan menjadi penerang Hivi. Ingatannya berputar saat dimana Alfa mengutarakan semuanya padanya. Bohong jika Hivi sudah tak memiliki perasaan lagi pada Alfa, bahkan perasaannya kian tumbuh setiap harinya.

Tapi untuk menerima Alfa bukanlah hal yang mudah. Apalagi saat pertemuannya dengan Lidya terakhir kali. Dirinya benar-benar bingung. Disatu sisi ia juga menginginkan kebahagiaan dari terbalasnya perasaannya. Namun disisi lain, ia tidak mau Lidya tambah menatap rendah dirinya sebagai seorang mantan sahabat.

Itu konyol. Selamanya Hivi akan menganggap bahwa Lidya adalah sahabatnya. Kata mantan tidak akan pernah ditambahkan dibelakangnya. Memikirkan semuanya membuat kepala Hivi pusing. Angin malam yang bertambah kencang membuat anemia yang dideritanya kembali menyerang. Walau hanya sedikit.

Kini Hivi sudah keluar dari perumahan Alfa. Jalanan disini sepi karna disini rata-rata tidak ada yang merayakan tahun baru. Dirinya melihat sebuah halte dan memutuskan untuk duduk disana. Baru saja Hivi mendaratkan bokongnya untuk duduk, ponsel yang sejak tadi digenggamnya berkedip-kedip membuat Hivi tersadar.

Disana tertulis ada 53 panggilan tak terjawab dari Maxi, 24 dari Meila, 32 dari Cassandra, 48 dari Amy dan 26 dari Dio beberapa ratus pesan dari mereka juga anggota akustik lainnya.

Hivi membuat ponselnya ada dalam mode diam, sehingga dirinya tidak menyadari bahwa ponselnya dihubungi seseorang. Apalagi dalam keaadannya yang panik. Dan saat diperjalanan tadi, Hivi lebih banyak termenung sehingga tidak ada waktu untuk takut dalam keaadannya.

Hivi memutuskan untuk menghubungi Maxi. Baru saja berdengung satu kali, Maxi sudah mengangkatnya.

"Vi! Lo dimana?! Kok ngilang?! Lo bikin semua orang panik tau gak?!" Hivi tau Maxi tak dapat membendung amarah bercampur kekhawatirannya disana.

(Don't) goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang