Fast Lane 14.5 - Sebuah perhentian, pada akhirnya...

398 7 0
                                    

"Ibu... Palma maa," tibatiba omongan gue dipotong sama ucapan Ibu.

"Mas Diman? Waduh... Enggak nyangka... Saya bisa ketemu kamu disini mas..." sapa Ibu kepada M-i-s-t-e-r Soewandiman.

Hello? where am in in this meeting?

"Hehe... Apa kabar kamu Elfa?" gue cuma bisa bengong memperhatikan nyokap gue dengan begitu antusias nya saat menyapa bapak Suwandiman ini. Jujur kaget gue.

Ibu menyambung kalimatnya lagi, "Kabar saya baik mas dim.... aduh... bener bener nggak nyangka ya, mas banyak berubah nih." ucap nyokap gue yang gue enggak ngerti apakah itu memuji atau bukan kepada pak Suwandiman.

"Hehe. Bagus lah, kalau gitu. Ah enggak juga lah El." sanggah pak Suwandiman ini.

Nggak pernah gue lihat wajah nyokap gue se 'bahagia' malam ini, setelah sekian lama. Ternyata, selidik punya selidik, pak Suwandiman adalah mantan pacar nyokap gue... Waktu nyokap masih gadis dulu... Waktu umur gue masih sekitar 25 tahunan lebih sedikit, nyokap gue masih berusia 50 tahunan lebih.

Jadi waktu nyokap tersenyum ramah kayak barusan, cantiknya yang lama bersembunyi itu agaknya kembali terang di malam ini. Oh... Ternyata pak Suwandiman itu dipanggilnya Diman aja... Gila, waktu lagi bertegur sapa sama nyokap, ini orang super cool banget pembawaannya, salut lah ya... biasanya laki lain kalau disapa sama nyokap gue suka jadi tibatiba bego gitu.

"Duh, anak Ibu ini sampai lupa Ibu sapa. Sini sayang, jangan bete gitu ah, mukanya." kemudian nyokap akhirnya berbicara kepada gue.

"Siapa yang bete. Bu?" tanya gue yang ya.... agak agak judes sih.

"Tuh, kamu." nyokap akhirnya memegang dan mengelus bahu kanan gue di bar hotel ini. That night, nyokap mengenakan dress berwarna merah ruby... dan jujur, gue terpana, sih. Mungkin kalau bukan nyokap gue sendiri, i would definitely already bang her.

Dan juga setelah lumayan lama gue nggak ketemu nyokap gue, ada sih mungkin sekitar enam hingga tujuh bulanan. — Do'i tetap sama anggun nya dalam berpakaian, seperti waktu masih sama bokap, dulu, nyokap alias ibukuuuu ini, selalu tampil anggun. Bleh.

Setelah kami bertiga bertemu, nyokap meminta pak Suwandiman untuk duduk di meja bar, dan memesan minuman. Dengan gaya nya yang super cool, pak Diman, selanjutnya dia gue panggil. Segera memesan cognac kepada seorang Bartender.

"Hmm... Ini pasti Ysl, Jazz?" sahut Ibu bertanya kepada Ibu gue.

"Betul bu, kok tahu?" tanya gue keheranan.

"Ya tahulah nak... Ini kan aroma fragrance bekas mendiang Papa mu dulu..." jelas nyokap kepada gue.

"..... Hahaha, Papa ya bu.." jawab gue datar. Entah itu datar atau sedih, sebenernya.

"Iya... Ya udah, sekarang kamu istirahat dulu, ya. Kamu turun ke lobby, temui resepsionis, minta akses buat ke kamar hotel mu ya, tertulis atas nama Mrs. Ashburn, nanti orang front office berikan informasi mengenai ruangan kamu itu. Soalnya udah Ibu persiapkan."

"Iya bu, thanks ya."

"Sama - sama sayangku..." jawab Ibu menanggapi ucapan terima kasih dari gue.

Kemudian gue turun menuju lobi hotel, dengan perasaan dan tubuh yang udah remuk redam, apa yang ada di kepala gue pada saat itu sebenernya cuma satu, wine, wine mana wine... Gue butuh wine...

Gue nggak peduli mau itu white wine, red wine, sparkling wine, lafite, riesling, shiraz atauuu apapun itu, yang penting, wine... dan masih dengan pakaian gue sejak tadi pagi, rasanya badan gue ini udah mulai gerah. — Gue butuh hot shower, wine, dan istirahat, desah gue dalam hati.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang