Fast lane 42 - A Laidback Life

54 1 0
                                    

Gue menyapa Dewinta, singkat, "Dee."

"Yes." jawabnya singkat pula.

"Ke Tidung, jadi?" tanya gue.

"Nggak usah tanya itu laaagiiii..."

"Nggak mau kamu Dee, santai bareng aku?"

"Bukan karena itu..." jawabnya berbeda kepada gue..

"Okay, got it."

"Ya sudah, aku pergi dulu. Anyway, thanks for the meal." gue berterima kasih atas jamuan makan siangnya nona Dewinta.

"Sure." jawabnya santai.

Dari seorang sahabat, gue belajar sebuah cara untuk reconnecting sekian banyak memori di hidup gue. Meskipun belum mahir, ya gue coba aja... barangkali berhasil gitu.

That day, setelah gue makan siang di rumah Dewinta, gue cabut pakai mobil, seinget gue tadinya rencana gue mau ke Tidung sama do'i, tapi do'i bilang enggak, yo wes, gue nggak masalah besar kalau cuma gitu.

Ruang makan di rumahnya Dewinta sebenarnya gimana ya, agak - agak kurang ramah gitu sama gue, rasa rasanya, ada semacam perasaan disana yang bikin gue pengen cepat cepat keluar dari ruang itu kalau bukan karena Dewinta. Mungkin karena gue ini adalah seorang badjingan dan rumahnya Dewinta tahu kalau gue bakalan macem – macem. (heh? LOL)

Nggak ada acara genit genitan karena ngeliat Dewinta lagi kaya gitu, gue sudah paham artinya dia lagi nggak ingin gue ganggu, dia minta waktu buat dirinya sendiri, kayaknya, gue ngerti, udah nggak aneh buat gue, kalau ada sinyal, ya gue pengen... (LOL HAHAHA)

Setelah makan gue turun ke lantai bawah, buka pintu, bilang makasih sama pembokat nya yang udah melayani nona besar and seisi rumahnya, kemudian gue berjalan ke pagar depan rumah, nggak pakai ditemani sama Dewinta ya, dan langsung masuk mobil, di mobil, banyak godaan bermunculan di kepala gue, antara mampir ke Blok M, telfon temen - temen gue buat gelar sesuatu dan boom!

Something happens, you kno wha i mean. Tapi gue selalu inget nasehat Papa gue, he says that, "Palma, the moment you got drunk, you lost your world."

"And i don't work with drunken officer."

Dang, Papa, No shit though.

Gue nggak tau kenapa, entah karena gue yang rada rada dongo di satu sisi atau memang aura kota Jakarta yang terlaloe menggoda gue untuk ngelakuin sesuatu yang penuh dengan intrik. Tapi di siang menjelang sore hari itu, gue putuskan buat balik ke hotel.

So while i am driving, gue tetap meluruskan kemudi gue buat balik ke hotel, sudah cukup buat gue bermasalah sama yang namanya Dewinta di hari itu, ini masalah yang sepele, cuma... cuma kalau Ibu tau dan dia jadi bawel karena hal itu, gue yakin dunia gue di hari itu bakalan berasa kayak ada sesuatu yang mengganjal.

It's like, I must clean the shit outta ma face. Percaya sama gue, orang yang biasanya pretending kalau dirinya bukan anak kecil lagi biasanya behave just like a fucking kid, dan daripada gue berpura pura, lebih baik gue mengaku, kalau gue memang orang gede yg kadang kelakuannya masih kayak anak kecil.

Giliran kapan gue mulai kumat, gue nggak perlu berpura pura lagi, gue cukup mengakui kalau gue itu memang childish.

....

Sesampainya di hotel, nothing much, gue cuma baca baca majalah natgeo sambil switching channel on tv, Gue sih pengennya jelajah sana sini, nyodok, main ke archery atau ngapain kek, the problem is, beberapa bulan mendatang gue harus ke Genoa.

Jadi ruang gerak gue nggak bebas. This is one of so many reasons of why i live in the air, and didn't realize that actually the people living is on the land.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang