Fast Lane 50 - Pluviophile

44 1 0
                                    

Kembali ke Genoa....

Sudah sekitar 20 menit gue berada di dalam mobil ini dengan heater yang menyala, maklum, diluar dingin bro, dan kali ini, lumayan banyak personal insight yang sudah gue gali dari sosok seorang Vee, nyokapnya dan juga bokapnya, asumsi gue jatuh kepada anggapan bahwa mereka ini adalah Batavian's busy fella. (Orang orang Jakarta yang hidupnya super sibuk)

Mereka adalah orang - orang supersibuk yang punya banyak sekali kegiatan, Mr. Eiffel, seperti yang sudah gue ketahui sebelumnya, memiliki sebuah law firm di Jakarta.

Sedangkan nona Eiffel sendiri senang dengan bisnis berkonsep restoran, kalau gue tidak salah. — Dan Vee, senang menghabiskan uang papi dan maminya. Hahah, bercanda, waktu itu dia memang belum tahu kemana arah yang akan dia tuju, semacam passion hidupnya, kalau istilah populernya di dunia ini.

Jadi saat mengobrol dengan gue, Vee masihlah seorang mahasiswi di fakultas hukum. Katanya sih, mau ngikutin jejak papahnya, jadi lawyer dan memenangkan banyak kasus, kalau tidak, ya jadi notaris.

Jadi agenda berlibur seperti yang sekarang mereka lakukan ini, tidak dapat selalu mereka lakukan dan berhasil didalam menikmatinya. Nah, terlihat disini, betapa precious nya kesempatan - kesempatan seperti ini bagi keluarga mereka. Jadi kalau gue nggak antusias menyambut ajakan mereka, lebih baik gue pulang dan berkutat dengan kebodohan - kebodohan super membosankan, yang sebenarnya, gue ciptakan sendiri.

Hey, lagian. Nggak ada salahnya kan berlibur di bawah hujan?

Belasan menit kemudian, Mr. Eiffel menghentikan mobilnya di depan sebuah kafeteria, Cioccolteria du Maison, seingat gue, yang menjadi nama tempatnya itu, waktu itu karena kondisi awan di atas sana lagi mendung, jadi kafe dengan kanopi berwarna merahnya ini tampak dramatis dengan lampu yang menyala bersama deretan coklat coklat yang berada didalam kafe nya.

"Palma, kamu suka coklat?" Tanya Mrs. Eiffel kepada gue.

"Suka, tante." jawab gue santai — Siapa yang nggak suka coklat, coba?

"Bagus deh, berarti cocok kamu sama anakku yang satu ini." Cocok? Cocok? Hahah, dia lagi bercanda kayaknya. Gue baru kenalll hahaha.

"Heheh. Kenapa memangnya tante?" tanya gue penasaran.

"Karena dia suka coklat." owalah... itu toh rupanya, hahaha.

The next thing is, Mr. Eiffel agak tergesa gesa membuka dan segera memasuki mobil karena jika berlama - lama diluar sana dia bisa saja menjadi basah kuyup. — Setelah berhasil memasuki mobil, dia menyodorkan istrinya satu cup minuman panas, apa sih, itu? Nggak lama kemudian, dia menyodorkan minuman panas itu kepada gue, dan kemudian kepada Vee, putri nya Mr. Eiffel.

"Hot chocholate, for a pleasurable rain, Hensey." dengan tangan kirinya, dia memberikan minuman itu untuk gue.

"Thank you, sir." jawab gue berterima kasih.

"Anyway, I'm a pluviophile, Hensey, so don't get cocky when you see that I always smile under a rainy weather." jelasnya kepada gue. Buat kalian yang belum tahu apa itu Pluviophile, Pluviophile adalah sebuah sebutan bagi orang orang yang menyukai dan mencintai hujan.

"Oh.... Yeah." jawab gue mencoba memahami. — Damn.... Ternyata, ini orang emang pecinta HUJAN. Hahaha. This explains a lot!

Mungkin ada yang bertanya tanya, suara Vee, mana? Kok kayaknya semenjak di Soetta dia nggak pernah banyak bicara lagi? Well, she is... apa ya bahasa yang pas untuk mengambbarkan sosoknya,—dia itu nggak banyak berbicara? Mungkin kalau kita menyapa duluan? Barulah dia berbicara, dan juga, dia.... Dia tidak terlalu senang menyambung pembicaraan?

Mungkin juga sih, karena kan gue juga baru kenal dengan dia. Gue tahu kok, membuka diri terhadap orang yang baru kita kenal memang nggak mudah.

Apalagi kalau model orang barunya adalah seorang womanizer (semacam penjahat kelamin) kayak diri gue ini, hahahaha. Harus banyak hati - hati nih cewek - cewek. Di sisi lain, gue sebetulnya ada tahu tentang beberapa rahasia didalam keluarganya Vee dan Mr. Eiffel ini, Cuma ya, bukan bisnis gue untuk mengurusinya. Well, setelah itu, kami berempat kembali melanjutkan perjalanan kami menuju ke Portofino.

►♀◄

30 menit mobil berjalan, jalanan Genoa menuju Portofino pada sore menjelang malam hari itu benar - benar sepi, dan, sudah lumayan banyak jalanan yang mobil kami lewati, dengan nama namanya yang sulit sekali gue ingat, seperti sessarego, dan lain - lainnya.

Kenapa tidak ingat, karena gue kalau ke Itali diamnya bukan di Genoa, tapi di Liguria, Papa suka mengajak gue kerumah seorang nenek - nenek yang pandai memasak pork cheeks a la orang Itali, yang merupakan salah seorang teman Papa.

Kini, gue yang duduk di kursi belakang mobil pun hanya bisa menatapi rumah - rumah yang berderet, serta ladang ladang kecil milik warga di sub urban sekitar, sambil menikmati minuman coklat panas gue, sebelum akhirnya kami semua sampai di Portofino.

"Hensey." Tiba - tiba Mr. Eiffel menyapa gue.

"Yes, sir?"

"There's something on your mind?" Loh, kok, nanyanya tiba tiba seperti ini?

"Hahah. No, sir." Jawab gue singkat. Karena memang tidak ada apa - apa kok.

"Don't hesitate, son. Please tell me."

"...." Gue terdiam sejenak, kemudian melihat keadaan sekitar mobil, Vee sedang tidur, dan gue rasa, Mrs. Eiffel juga.

"Hahah, that's so obvious, sir?" Sambil gue mengangkat salah satu tangan gue dan menatap ke arah kaca spion yang berada di dasbor mobil, melihat sepotong bagian dari wajah Mr. Eiffel.

"Hahahaha.. I was just wondering, Hensey." jawab Mr. Eiffel ramah.

"It's about a girl?" tanya lelaki itu lagi kepada gue.

"...."

"Ah...." Jawab gue agak ragu - ragu.

"Sort of, sir."

"Just reminiscing an old event." Gue jawab kalau gue hanya sedang mengingat sesuatu dari masa lalu, soalnya pikiran gue sedang berjalan - jalan, heheh.

"With her?" tanya dia lagi.

"With.... Her. Hahaha." jawab gue menyetujui pernyataan dari Mr. Eiffel.

"Who is this girl, Hensey?" tanya dia terus menerus, seperti mulai menginterogasi diri gue.

"Uh... A high school lover, sir. It's a long story, sir."

"Hahahaha alrright... Well, I hope for the best happening to you, Hensey." gue percaya, Mr. Eiffel ini adalah pria yang paham komunikasi, gaya gue yang dingin dalam menjawab pertanyaannya, membuat dia langsung berhenti bertanya. Good....

"Thank you, sir."

Bangke banget ini hujan, bikin gue merasa sendu - sendu nggak jelas gini, udah gitu, pakai di tanyain pertanyaan yang rasa rasanya dramatis begini pula... Hahaha, hey, hujan, cepatlah berhenti! The next minute I found myself crossing the sinuous road of Ligure, along with it outspreading of Italian riviera.

Yang artinya, saat ini posisi gue sudah dekat banget sama Portofino, mungkin, perkiraan gue, sekitar dua puluh menit lagi kita bakal sampai di tujuan.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang