Fast Lane 25 - It's Exploding!

152 3 0
                                    

"Even on the darkest night. There lies a sprinkle of light."

— Papa! '2005

►♀◄

Di dalam mobil.... Untuk beberapa saat... Hening....

Nggak lama setelah itu, pikiran gue kembali tersadar, ah, rupanya tadi pikiran gue menerawang begitu jauhnya mengingat serpihan masa kecil gue dengan bokap. Tak ingin terus menerus merasa sendu, gue memutuskan untuk memulai percakapan dengan driver gue ini.

"Pak, bapak rindu nggak sama keluarga di kampung halaman?" tanya gue iseng kepada driver gue ini.

"Waduh... Kalau ditanya soal itu, bisa panjang saya jawabnya Tuan." jawab driver gue ini dengan jujurnya.

"Jadi, bapak kangen sama mereka?" tanya gue lagi.

"Saya rindu sekali Tuan dengan keluarga di kampung halaman..." jawabnya.

"Dimana pak, kampung halaman bapak?" tanya gue penasaran.

"Di demak Tuan..." jawabnya. Ohhh, demak! shit, i don't actually knows that place.

"Demak... Demak itu di mana pak?" tanya gue kayak orang bodoh.

"Di jawa tengah Tuan..."

Sambil diiringi permainan piano dari lagu - lagu Bill Evans yang selanjutnya, gue bersenda gurau dengan driver gue. Maklum... Kalau lagi gundah gulana, gue cenderung senang mengobrol dengan seseorang, daripada berdiam diri, mungkin yang ada nanti malah tambah gundah...

"Hahahaha, jadi bapak kira tadi temen saya itu laki laki ya?" sambung gue lagi, berbicara dengan driver gue ini.

"Iya Tuan, serius, sampai saya lihat matanya, eh bulu matanya lentik, ya ini sih pasti perempuan..."

"Perempuan pak itu... Hehe. Gaya nya saja yang sudah mirip laki - laki." jawab gue menerangkannya kepada driver gue ini.

"Iya Tuan, haduh, iyaa, gaya berbusana nya kayak lanang toh... Memang ya anak zaman sekarang... — Itu, kalau boleh saya tahu, temannya Tuan, betul kan?" tanya dia lagi.

"Hahahaha, kayak cowok ya? Zaman sekarang emang bikin geleng geleng kepala pak.... Betul pak, hehe, temen saya waktu masih SMA."

"Cuakep tenan..." jawabnya dengan logat khas daerahnya itu.

"Hahahahaha, bapak mau?" tanya gue jahil sambil agak sedikit mendekat kepada driver gue ini.

"Mau Tuan, mau." jawabnya sigap, — kayaknya driver gue ini udah mupeng duluan bro.

"Entar saya carikan ya. Hahahahaha."

"Hehe, hehe, oke Tuan."

Ironis, di luar sana hujan, tapi di dalam mobil gue bercanda penuh tawa dengan driver gue. Seperti kembang api kecil yang berada di lautan kegelapan, yang super luas, meski jauh, gue tetap enjoyyyyyyy. — Tidak terasa, mobil sudah kembali memasuki pintu jalan tol.

"Jadi menurut Tuan, dulu itu rumahnya pak Mahendro suka dipakai mrusuh ya?" driver gue ini akhirnya mencoba menanyakan sesuatu dari apa yang sudah gue ceritakan kepada dia sebelumnya tentang gue dan kawan kawan gue.

"Iya, pak, ah.... Ya begitulah, kelakuan kawan – kawan saya itu. Bikin onar semua kerjanya." jawab gue agak termenung.

"Hahahaha." tawa driver gue ini.

"Pak tolong AC-nya agak sedikit di rendahkan ya, dingin." jawab gue meminta driver gue ini untuk mengecilkan air conditioner mobil gue.

"Hohhh, oke, baik Tuan."

"Ngomong - ngomong pak, kalau di Indonesia, menikah di usia muda itu jadi hal yang wajib ya?" tanya gue mengalihkan topik pembicaraan kami tentang hal yang lainnya.

"Sebetulnya tidak Tuan... Tapi karena banyak orang melakukan hal demikian... Jadi kelihatannya seperti wajib."

"Oh... Hehe, saya kira beneran wajib pak. Bisa takut saya kalau gitu hahahaha."

"Hehe, memangnya kalau di tempat Tuan, bagaimana?" tanya dia lagi.

"Oh kalau disana kami agak telat pak menikahnya, usia 40-50 baru menikah... Kelamaan ya, pak?"

"Hahahahaha, itu kalau disini, bukan telat lagi, tapi udah pada menjanda dan duda tuann..."

"Huahahahaha." tawa gue melebar.

"Ah si bapak ini ada - ada saja." sahut gue lagi.

"Memangnya kenapa sampai baru menikah di umur segitu, Tuan?"

"Banyak faktor pak... Finansial salah satunya. Tapi ya secara keseluruhan, biasanya belum ketemu dengan yang cocok saja..."

"Oh... Begitu toh..."

*vooolare, oo oo oh, contaree*

Ada panggilan masuk bro.

"Pak, bentar ya, saya angkat telefon dulu." jawab gue kemudian terburu buru mengangkat telefon yang masuk ke ponsel gue.

"Oh, oh, silakan Tuan." ucap nya santai mempersilakan gue.

►♀◄

*Click*

*Call Connected*

"Palma......" ucap seseorang dari telefon.

"Halo Quin." jawab gue pada telefon ini.

.......

"PALMAAAAAAA!!"

Aw, bloody hell. Suara teriakan cewek ini keras banget, gue sampai meminggirkan ponsel dari telinga gue dan terkaget kaget. — Pas gue lihat layar ponsel gue, mampus! *tepokjidatsendiri*

"Tuan, ada apa ya?" tanya driver gue ini.

"Nggak pak, maaf, sebentar ya." — Gue kembali melanjutkan, menelpon.

"Haalo.... Dewinta....." jawab gue ramah.

"How, r, u..... Hehe." canda gue cengengesan.

"......" tidak ada suara dari Dewinta.

"Palma!"

"Yes, Ibu Negara?" — Gue terkesiap bagai prajurit yang diperintah oleh komandan nya.

"Kamu habis main sama Quinza? Ngaku! Nggak usah BOHONG!!"

"Iya." — Skakmat!, dan gue pun hanya bisa mengaku.

*tut, tut, tut*

*Call Closed*

Obladi oblada, obladi oblada...... lii life goes on bra! — Seperti tiba tiba mendengar lagunya The Beatles. Gue menghibur diri gue sendiri. — Dewinta marah besar, telefon gue ditutup sepihak sama dia. Kali ini gue lagi nggak rapi mainnya bro, gara - gara habis havin' fun sama Quinza, kepala gue sampai ke bawa - bawa kalau the whole day itu adalah Quinza. Makanya, mampus gue bilang. Karena kalau Dewinta tahu gue main sama Quinza, abracadabra!

Dan gunung berapi pun meletus!! Tapi tenang... Urusan ini bisa gue beresin. Just chill, mate. Just chill... Padahal kalau gue inget – inget lagi, waktu itu gue lumayan panik, tapi gue cuma bisa menarik nafas dalam – dalam... Dan beberapa menit kemudian gue kembali rileks. Rileks total. Dan ponsel gue pun gue masukkan ke dalam pocket bagian dalam pada jas gue ini.

Lalu tanpa diduga....

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang