Fast Lane 57 - Piazza Galleria

46 1 0
                                    

"This one..."

"No,"

"This one.." omong gue dengan diri gue sendiri.

"Questo sembra buono," sapa seseorang dari belakang gue.

"What?" tanya gue kepada dia.

"Oh, sorry, you don't speak Italy sirr?" tanya dia kepada gue.

"Yeah... unfortunately. I know, not cool, right?" jawab gue menyesal karena tidak bisa berbahasa Itali, tidak sekeren sobat gue si Debbie yang memang fasih banget berbicara bahasa Itali.

"Hahaha." tawa orang ini, ringan.

"How can i help you, sirr?" tanya si gadis ini lagi, yang nampaknya memang pelayan di galeri lukis yang sedang gue kunjungi ini.

"Oh, i'm looking for a painting." jawab gue berlagak cerdas.

"What genre do you like, sir?" tanya dia kepada gue kemudian.

"Excuse me, genre?" tanya gue yang nggak paham sama si gadis pelayan ini, yes, kecerdasan gue berkurang ketika gue nggak paham hal hal remeh kayak begini.

"Yes, painting's genre."

"Like, surrealism, abstract, impressionist, or...,"

Shit, man, gue kira genre hanya ada pada musik aja, ternyata di dunia perlukisan seperti ini punn..., genre does existed. — Sebingung bingungnya gue karena tidak tahu genre lukisan macam apa yang gue suka, maka gue hanya membawa diri gue untuk terus berjalan jalan mengacak tak tentu arah di dalam galeri lukis itu, lalu manggut manggut saja seperti orang yang sok tahu, sambil diikuti oleh si gadis pelayan ini.

"This, is what i like." tunjuk gue kemudian, ke arah sebuah lukisan kecil yang terpajang di galeri lukisan ini, yang memang menarik perhatian gue.

"Ah... You like impressionism, sirr." jawabnya setelah gue tunjuk lukisan itu tadi.

"Yep." angguk gue meyakinkan.

Yeah, whatever, untung gue bisa bawa santai diri-gue-tadi, jadi gue tidak kelihatan seperti orang yang nggak paham soal lukisan dan tetek bengek nya, sebenarnya asal gue suka dengan lukisan nya, gue nggak peduli genre apapun pada genre lukisan itu. Gue beli, ya asal jangan beli the green dancer nya Degas saja. Ratusan miliar hanya untuk sebuah lukisan? — Mending gue pesan satu buah citation X lagi saja hanya untuk senang senang di udara. Hahahahaha.

►♀◄

"Grazie tante." or "Thank you for shopping in our gallery, sirr." ucap gadis pelayan itu berterima kasuh kepada gue.

"Sure, no worry." Jawab gue begitu santai kemudian terjadilah adegan gue yang nggak ngerti sama bahasa Itali karena si pelayan itu ngomong Prego yang artinya adalah, sama – sama. Tetapi gue malah mendengarnya jadi seperti pre-gay. Hahahaha. — Setelah itupun, gue pergi melenggang keluar dari galeri lukisan ini. Dan sekitar pukul tiga sore pada saat itu, Portofino menampakkan matahari nya yang sejak kemarin selalu bersembunyi.

Bagoesssss!

Hahaha, akhirnya.

Dalam hati rasanya gue mau teriak keras keras, face this, diehard fans of Riviera, Maldives or Acapulco, because now my old friend Portofino is now gloriously SHINING in this fucking Novembah!

Lalu sejenak, sebuah senyum tipis muncul merekah dari tepi bibir gue. Tidak lama setelah itu gue mulai berputar putar lagi dengan skuter gue entah kemana tidak tentu arah, mungkin agak mendekat ke arah pantai, agar gue bisa menikmati pemandangan yang lebih layak untuk dipandang, sampai akhirnya gue tiba di sebuah bar kecil yang menjual beraneka macam minuman menyenangkan itu.

Disana, gue memesan segelas cocktail a la italian people, just so you know, entah minuman macam apalagi yang gue pesan itu, yang jelas, buatan orang Itali. — Dan bukannya merasa senang, gue malah terduduk di sebuah kursi yang bar itu sediakan bagi para pengunjungnya untuk melihat pemandangan di sekitar pantai Portofino, meski tidak terlalu dekat dengan bibir pantai, namun setidaknya gue bisa mendapatkan view yang lumayan bagus ketika melihat lihat dari sisi pantai ini.

Tapi, gue malah menemukan diri gue terbalut sendu, dibawah sinar matahari senja pada bulan November disini, di Portofino, memain mainkan android gue dan kemudian mulai merasakan suatu kebimbangan yang entah tidak jelas darimana asalnya. — Yes, betul, gue masih terbayang bayang atas wajah wanita yang rasa rasanya sudah seperti Arwen ketika do'i menyelamatkan Frodo dari, shit, that colossal shit is still ringing on my head.

Membuat gue segera ingin menelfon Diwangka, co-pilot sekaligus sobat ex-gay gue itu untuk segera pulang dari Portofino, paling telat, besok pagi, dan kemudian menulis pesan singkat yang bernada super membingungkan teruntuk paman gue tersayang.

	Membuat gue segera ingin menelfon Diwangka, co-pilot sekaligus sobat ex-gay gue itu untuk segera pulang dari Portofino, paling telat, besok pagi, dan kemudian menulis pesan singkat yang bernada super membingungkan teruntuk paman gue tersayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Portofino at it's finest.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang