Fast Lane 4 - Sebuah memori dalam sensualitas

2.7K 16 0
                                    

Bagian ini agak gue panjangin ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian ini agak gue panjangin ya... Sedikit saran sebelum elo semua mulai baca ini. Coba masuklah ke dalam kamar, buat diri elo senikmat dan senyaman mungkin, lalu setelah semuanya serba senyap, putar lah musik dari Michael E—Suzie's Smiling itu. Kalau nggak ada, cari aja di YouTube.

"Ih... Dia berdiri dong..." ekspresi Dewinta bener-bener jail saat dia ngucapinnya.

Next, dia tutup mulutnya dengan kedua tangannya yang udah basah itu, sambil perlahan-lahan membuka mulutnya lagi, seolah itu adalah sesuatu yang 'wow' bagi dia. Matanya yang biasanya menyiratkan eksotika kini berbinar-binar, seperti orang yang kaget dan kagum ketika melihat 'sesuatu'.

Kami berhadap-hadapan, lebih tepatnya, gue yang memutar balik badan gue ke hadapan dia, masih asyik berdiam diri di bawah shower. Gue hanya menyeringai menikmati momen kami berdua yang begitu priceless itu. Ini yang gue selalu pikirkan saat momen seperti ini terjadi. Yang gue nggak tahu, bilik shower yang bernuansa alam ini menjadi salah satu memori erotika yang nggak pernah bisa hilang dari dalam kepala gue.

Jauh gue raba-raba, gue rasa memori ini sudah hilang. Eh, taunya, masih menancap, bro. Kuat lagi nancep-nya, kayak palang "Awas, anjing galak" yang ditancapkan sebelum elo masuk ke rumah seseorang yang elo rasa cukup mencurigakan. Bilik shower berukuran tiga kali tiga meter itu bener-bener masih ada di otak gue sampai hari ini. Thus, why, I write this memoir. Inilah kenapa bilik shower itu nggak pernah hilang dari kepala gue.

Sebenernya, di dalam bilik shower itu semuanya serba gelap, dari mulai permukaan lantai atau keramik, sampai tembok-temboknya, semuanya murni berbahan dari alam, seperti keramik dan bebatuan yang berwarna abu-abu, yang akan menjadi lebih gelap warnanya apabila tersiram air. Yang bener, bro?

Ya bener lah, bro...

Hahahaha, bangke. Lelucon murahan. Satu hal yang gue sadari dalam diri gue adalah, sejak kecil, gue adalah penikmat detail. Yep, gue merupakan seseorang yang seperti itu. Gue ingat, pernah ada suatu kelompok psikologi yang mengklaim bahwa ada beberapa individu dengan kemampuan khusus yang dinamakan Hyperthymesia. Apaan tuh? Well, itu adalah sindrom yang mempengaruhi memori autobiografi di kepala seseorang.

Kemampuan dalam diri seseorang yang menderitanya tidak dibatasi untuk mengingat peristiwa secara spesifik dari pengalaman hidupnya. Penderita memiliki kemampuan luar biasa untuk mengingat ingatan spesifik yang ada di masa lalunya.

Gilaaa, jiper banget, bro, pas gue pertama kali tahu soal hal itu. Khayal banget gue, berasa menderita hyperthymesia juga jadinya.

Oke lah, mungkin gue nggak hyperthymesia banget gitu ya, tapi seenggaknya, untuk rak erotika di otak gue, sudah pasti rak itu bakal selalu lebih bersinar dibanding rak-rak memori yang lainnya. HAHAHAHA.

Bilik shower itu terlihat agak gelap, hanya sedikit cahaya yang masuk ke dalamnya. Dengan cahaya yang berasal dari ventilasi kaca, yang samar-samar namun tetap transparan, menerangi bilik tersebut. Diletakkan persis di bagian atas bilik shower-nya, di mana waktu itu gue sedang berdiri di sebelahnya.

Dan bahkan, brand shower-nya pun, gue ingat sekali, it's Perrin & Rowe. Jujur, sebagai seorang penikmat detail, gue sangat memperhatikan hal-hal yang gue suka seperti ini. Gue sering dengar, lihat, dan bahkan cermati brand plumbing seperti American Standards, TOTO, dibandingkan dengan Perrin & Rowe, Kohler, dan lain-lain.

Itu jauh sekali kualitasnya, bro. Karena Perrin & Rowe sudah masuk ke taraf luxury bathroom brands. Dan yang menggunakannya pun, mendapatkan kepuasan yang berbeda. Apanya yang beda, yaelah bro, toh fungsinya cuma ngucurin air doang, ya kan? Gue juga punya shower metalik-metalik kaya begitu tuh. Beli aja di Pasar Senen, cepek dapat banyak.

Hehe, iya bro. Ampun deh, kali ini elo yang menang. Tapi, kasih gue sedikit kesempatan buat nge-bullshit ya. Perbedaan di antara shower-shower demikian adalah built-in material-nya, durabilitas, daya tahan, dan umur si shower itu sendiri, bro.

Jadi, ini ceritanya kisah gue berubah judul, ya? Dari doyan cewek, jadi doyan shower, ya? Yaa enggak lah bro, hehehehe, tapi ya udah sih....

Kembali lagi ke bilik mandi gue. Saat itu, kami sudah berhadap-hadapan, gue dan Dewinta. Untuk kondisi badan... ya elo-elo bisa membayangkan sendiri lah ya, kalau orang masuk kamar mandi, kondisi berpakaian-nya kayak gimana. Hihihihihi.

Dengan hanya secercah cahaya, gue memperhatikan Dewinta—wajahnya doang, eh sorry, keseluruhan dirinya. 

Dalam diam, kami berdua, Dewinta..., mendekati gue perlahan-lahan, dengan segenap kasih dan keanggunan-nya. Dia berlutut di bawah gue.

Dia...

Memanjakan gue. Di antara gemericik tetes air yang berjatuhan dan kabut asap tipis yang menemani pagi kami berdua, setulus jiwa (cie bahasanya, byeeee!). Dari suhu air hangat kuku itu, sebuah surga tercipta di dalamnya.

Bagai nirwana, di saat-saat seperti itu, gue melihat pecahan-pecahan visual saat gue masih kecil dulu. Hadir menyapa di kepala gue. Saat gue pertama kali menjumpai Dewinta, saat berkenalan dengannya, saat pertama kali gue memanggilnya dengan sebutan Dee.

Saat pertama kali gue kedapatan boner (ngaceng) sama dia—waduh, malunya minta ampun, kalau enggak salah, itu terjadi saat gue berada di kelas enam SD. Dan, saat kita harus berpisah untuk pertama kalinya, dan tumbuh besar terhalangi oleh jarak, waktu, dan rindu akan ingin bersama-sama.

Saat gue sudah lama enggak bertemu dia, kita saling menahan rindu, bahkan sering gue dapati diri gue berada dalam keadaan seperti itu. Terbalut gengsi, dan disibukkan oleh pekerjaan kita masing-masing, di dunia masing-masing pula.

Kalau ada yang nanya, ujian macam apa yang udah gue hadapi bersama Dewinta, banyak, bro, banyak. Ujian mental, ujian fisik, ujian-ujian lainnya yang kadang kita buat sendiri, beralasan sendiri, padahal sebenarnya nggak menjadikan hal itu suatu permasalahan yang rumit-rumit banget gitu loh....

Adalah suatu anugerah, gue bisa doyan sama cewek. Adalah suatu anugerah, gue bisa kenal sama Dewinta. Adalah suatu pemberian yang sangat berarti, karena gue kenal dia udah lama, dari sejak SD. Jangan salah, keadaan seperti ini banyak menguntungkan gue, bro.

Karena gue sering mendapati, kalau umur dalam suatu hubungan itu ibarat akar yang kokoh, begitu penting. Ia mampu menopang pohon yang tinggi dan besar di atasnya, dari hembusan angin dahsyat sekalipun. Meskipun tidak menutup kemungkinan banyak sahabat gue yang skeptis, mengatakan kalau gue sama Dee itu cuma sebatas itu aja. Cuma ya realitanya begini saja, yang gue jalani, kita berdua ini beyond something, beyond a friend.

Karena nanti ada chapter di dalam kisah gue ini, gue akan menceritakan di mana dia sama gue pertama kali ngelakuin kegiatan 'begituan' ehe, ehe, eheh. Kisah gue yang doyan cewek agak berbeda dengan kisah seorang raja playboy fantastis yang faktanya lebih sering mendapat jumlah rating dan popularitas di dalamnya. Kisah gue yang doyan cewek juga ada cemburu-cemburunya, terutama cemburu-nya seseorang yang amat sangat mencintai gue—cemburu-nya seorang Dewinta, cemburu-nya cewek-cewek yang menghiasi hidup gue.

Disini, ada suka, duka, lupa, serta serial komedinya. Dengan dosa-dosa dan angkara murka dari Tuhan Yang Maha Kuasa, gue dipersilakan untuk menikmatinya.

Perihal jika esok masih ada, biarlah gue yang berbahagia dengan setiap kejutannya. Karena hidup akan terasa lebih indah apabila ada cewek-cewek yang menemani gue di dalamnya

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang