Fast Lane 68 - Kemegahan Concorde

36 1 0
                                    

Hi, Ru, dilanjut ya.

***

"Its your dad's-Jeff," omong gue sambil mengagumi sesuatu yang elok terpajang di hadapan kami berdua.

"I know it's my dad's, i've flown on this one, love it," jawab Jefferson santai.

***

Setelah melihat pemandangan yang betul betul menakjubkan itu, Jefferson yang waktu itu sudah melongo duluan-rupanya bukan melongo hanya karena bizjet punya bokap dia aja, melainkan dia tuh melongo, juling or whatever is that us Indonesian people name it, karena melihat jet yang ada di belakang jet bokapnya lagi.

Gue segera menyipitkan mata gue untuk berada di dalam satu pandangan bersama dengan Jeffy, and, honestly, man, gue tidak pernah merasa begitu tercerahkan oleh kasih Tuhan, kesalehan, serta blessing nya di muka bumi ini-selain menyaksikan sebuah jet legendaris berdiri megah di balik si kecil Falcon milik bokap nya Jefferson. Anjis, man.

It's a Concorde.

Fuck! gue sempat agak merinding disana, man. I'm shaking and i barely stop. It's like you-have a meeting, with the almighty God! and you have been told that you got a free pass to the fucking heaven. (Speaking in an Indian accent, hahahahahaha) Gue tidak pakai sungkan sungkan lagi, langsung aja gue bertanya ke si Anthony, "Excuse me for asking this, Sir, but who's owning that Concorde?" tunjuk gue ke arah jet itu.

Bukan Anthony yang menjawab pertanyaan yang gue lontarkan itu, melainkan Darlene, "Its Triguboff, dear," jawab Darlene gesit. Justru Anthony tidak bisa menjawab samasekali pada saat itu.

"I'm sorry, Triguboff?" tanya gue untuk kedua kalinya sama Darlene, agar Darlene mengulang lagi apa yang baru aja dia omongin ke gue.

"Yes, Triguboff." aku Darlene lagi.

"Oh..." gue akhirnya cuma bisa menjawab, oh... karena honestly, i have no idea who's that fucking Triguboff.

"What's that? did you just smirk?" tanya Darlene kepada gue, sambil ikut menyeringai juga, melihat ekspressi absurd yang gue tampilkan.

"I don't know, Darl, who is that, Triguboff," jawab gue jujur, karena gue merasa agak kebingungan pada saat itu.

"Oh, hahah, that... tho. It's Sharon Triguboff, dear, Jackie's friend, my friend," jawab Darlene menjelaskan lagi, memberitahu siapa owner dari Concorde itu.

"Well, great" sahut gue lagi. Untuk selebihnya gue nggak perlu menjelaskan tentang hal ini lagi karena anggaplah seperti ini, masih ada langit, di atas langit. Without forgetting the fact that there is always one tiny feelings, where you felt small, when you're actually owning a Citation, Embraer, Hawker, Phenom, Bombardier, Falcon, or name whatever you have and feels like you're the dominant one. Kemudian semua itu kalau disatukan, ternyata hanyalah serpihan serpihan mungil bila dihadapkan dengan sebuah Concorde yang amat sangat legendaris itu...

Merasa terpukul? pasti, man. Apalagi untuk orang yang selama ini di didik dan bertumbuh besar, agar sedikitnya mencintai aircraft - aircraft legend yang memiliki nilai historis (lumayan) tinggi, seperti Skyhawk, Fokker, Enola, 172, Bell X1, Air Force One (dikata nggak bersejarah, ini sih istana di atas langit coy), dan masih banyak airplane lainnya lagi. - Dan Pilots, itu, terbagi menjadi beberapa aliran, yeah, us Pilots, are divided into two genres, pertama ada yang seumur hidupnya cuma cinta Blackbird, Raptor, Bleriot, Gripen, Sukhoi, that means dia biasanya bekerja di instansi militer. Say, u.s air force, dan kalau di orang kita, tahu sendiri lah ya apa nama instansi nya.

Dan ada juga Pilot yang rada rada flamboyan, mereka lebih menyukai airplane secara menyeluruh, tapi lebih berat, atau lebih memiliki tendensi untuk menyukai pesawat pesawat sipil. Maka ya, menyaksikan Concorde seperti itu adalah pukulan telak bagi kami - kami ini-kok hari ini, gue belum bisa punya Concorde, ya? kemana aja duit gue selama ini? hahahahaha, bercanda, man. That's not even necessary to be said. Devilish jokes ya memang begitu, jangan diambil hati ah, nggak bagus.

Padahal sih tetap, secara diam diam, di dalam hati nya tuh dia menjerit keras, "Concordeee, when did you'll be mineeeee!?" sambil nangis nangis dan ngumpulin centurion karena limitnya kebanyakan dipakai belanja sama istri. Fuck my wife and her fashionable world. Loh, kok gue jadi kasar begini ya? ampun DJ.... - Jadi ya, as a living Pilot (you know when i'm dead, i'm a corpse), i didn't stop by just loving the Airbus, Cessna, Boeing, ATR, all of their instrument, not for a long time if you're really (or trying to be) passionate about it.. Because you'll find yourself loving every flavour of aircraft that ever, existed, in this universe.

I deliberately would condemn myself, my capability, if I ain't handy in operating or being in the seat of that Concorde, but that's no big deal, though, since i have my Skymaster being my only happiness for a very-very-long-time. Hip hip, hooray! Hip hip, hooray! (Norak)

Dan enggak bisa lebih lebay lagi, gue pun hanya bisa tersenyum disana :-) karena beruntung banget gue bisa mengalami momen seperti itu sekali seumur hidup-dalam hidup gue. Dan nggak pakai pecicilan lebih lanjut lagi man, karena ya, gue nggak ketemu langsung sama owner Concorde nya, masa sihhh gue harus ke Blagnac atau Brooklands dulu untuk melihat Concorde lainnya yang sudah di museumkan, kan enggak lucu, man, kalau bikin ribet sih iya... dan ya waktu itu gue cuma mengitari bagian ekor dari Concorde itu aja, nggak kuat karena bakal merinding lebih dahsyat lagi. Walaupun tetappp, gue kepengin banget lihat flight gear yang ada di dalamnya. Kerumitan nya itu lah yang membuat gue jatuh cinta terhadap dirinya. I know, shame on me.

***

"Let's fly!" teriak Jefferson seru, he feels excited, secara tiba tiba, dia juga mengagetkan lamunan gue. Dan akhirnya Darlene pun ngomong lagi sambil meremas pipi anak kesayangannya nya itu, "Have a safe flight, so long, sweetheart." lalu lanjut ngomong lagi ke arah gue, "Palma, I trust you, please take care of him," tunjuknya kepada Jefferson lalu langsung gue respon, "No worry," sambil cipika cipiki sama Darlene. Sedangkan si Anthony mulai memasangkan katrol pushback truck nya ke depan pesawat punya Jackie.

"Bye mum!" teriak Jefferson sangat girang, Darlene is now leaving us, she's exiting the hangar, walking away. Saat si Anthony sibuk dengan tugasnya, gue segera melakukan tugas gue sendiri, making sure my stuff is all good, and that goodie bag in Jeff's back still stays on him. Gue berjalan ke arah Falcon milik Jackie ini, segera membuka plane door, menurunkan airstair lalu masuk kedalamnya.

Jeff mengekor di belakang gue, gue tadinya sempat mau iseng dan jail sama dia, but considering the fact that he is moody, gue enggak jadi deh mau ngejailin dia lagi, karena kalau tiba tiba dia murung dan mengadu sama mami atau papi nya kan gue yang kena imbasnya man... yang jelas, membuat Jeff tetap bertingkah dingin dan tidak memaksa untuk memasuki flight deck saja sudah lebih dari cukup, dan itu adalah hal yang terbaik yang bisa gue lakukan...

Setelah berhasil masuk kedalam pesawat, gue segera menaruh semua barang gue di dalam kabin penumpang, kemudian berjalan menuju galley, gue lihat, snack nya lengkap, berarti Jackie baru baru ini habis terbang juga.

"Sir, may i?" tanya Anthony agak berteriak kepada gue dari front visor pesawat ini.

"Hold a moment," jawab gue sambil memberikan isyarat, mengeluarkan jari telunjuk gue.

Jeff sudah duduk manis di salah satu passengers seat, dia sedang mamam Lays, waktu itu kondisinya jet masih belum gue hidupkan, karena demikian lah bajingan kecil itu mulai mengoceh, menghampiri gue yang lagi sibuk checking sendirian di dalam flight deck,

"Lever.."
"Fuel.."
"Nav,"
"Alti," kemudian gue duduk dan memasang radio.

"Kingsford Ground. This is Foxtrot Nine Golf Charlie." ucap gue menguji komunikasi didalam pesawat ini.

Lima detik kemudian.

"Foxtrot Nine Golf Charlie. Kingsford Ground." jawab orang tower cepat. Setelah itu gue langsung melepas radio nya. Hanya meminta feedback saja.

"Alright, comm's good," ucap gue sendirian.. masih sibuk mengatur pesawat ini, and then suddenly, "Von!" teriak Jefferson, sudah hadir lagi dia didalam flight deck ini.

Alamak, here comes the kid. Oh lorddd, you know how i hate children!

"Yes?" jawab gue sambil menggaruk ringan kulit kepala gue, lalu menatap Jeff kecil yang sedang menyandarkan tubuhnya di dekat galley itu, sambil ngunyah makanan nya dia itu kan.

"Are you talking to the controller?" tanya dia comel kepada gue.

"Are you in a closed-loop communication?" tanya dia bertubi tubi, kepada gue.

"Are you?"

"Do you?"

"Will you?"

Oh fuck, just let me die.

"Sir, hold on," ucap gue memberikan instruksi kepada Anthony setelah lima belas menit gue gunakan untuk memulai pengaturan awal pada pesawat ini. Setelah itu gue mengajak Jefferson pergi kembali ke kabin penumpang sambil menjawab beberapa pertanyaan yang sudah dia ajukan kepada gue.

"Yes, i am talking to the controller." jawab gue kepada Jefferson. Hanya gue lah yang baik hatinya, yang mau menjawab wawancara mendadak dari dirinya itu.

Setelah menaruh dia di kursi penumpang, gue kembali berjalan masuk ke dalam kokpit, sibuk dengan urusan yang harus gue lakukan.

And then, dia (Jefferson) kembali berjalan menuju kokpit, mengikuti gue.

Dasar tolol.

"Hello... you might want to sit down while you are eating that Lays, Jeff..." omong gue kepada Jeff karena dia sembarangan aja makan snack nya di dekat flight deck ini, tumpah tumpah lho itu remah dari kentang nya...

"Look, it's spreading around, making a mess," jelas gue lagi agak sebal karena dia makan nya tumpah tumpah kannn...

"What..." tanya dia, masih asyik mengunyah makanan nya, masih tumpah tumpah juga. Muka nya belagu banget man, belagu ala anak kecil gitu lah...

"The potato's crumb," tunjuk gue kepada kantung snack yang Jeff pegang dengan kedua tangannya.

"Oh, oh, sorry, sorry," jawab dia akhirnya tersadarkan.

Kalau bukan putra nya Jackie, sudah gue teriakin itu anak, gue keluarkan semua Indonesian rude words yang notabene nya akan langsung menyayat nyayat hati kecil nya (bila di terjemahkan ke bahasa Inggris guys). Tapi kan gue tidak di didik untuk tumbuh besar seperti demikian oleh Ibu dan Papa, jadi ya, enggak ada basic buat gue dalam mengutuki perilaku seseorang, unless my own behaviour, mungkin?

Yeah, probably.

"Thrust.."
"Emergency, off.." ucap gue, masih melakukan konfigurasi pada pesawat.

Nggak lama setelah selesai melakukan konfigurasi terhadap Falcon itupun, gue segera meng 'ok' kan jari gue kepada Anthony, sambil berseru ke arah dia, "Sir, let's freed this girl," ucap gue santai. Kemudian Anthony pun segera menghidupkan pushback truck nya dan menarik pesawat kami keluar dari dalam area hangar. Bukan keluar di dalam, ya... bukan, hahahah.

Anyhow Jeff sudah gue amankan di passengers seat (lagi), tepat di tengah tengah, kalau bisa sih jauh jauh dari kokpit, dan gue rasa saat itu gue punya cara khusus untuk membungkam si anjing itu dari tingkah pecicilan nya, lalu apakah itu, caranya simpel... berikanlah dia... flightradar24.

Dan ampuh memang, Jefferson kecil pun langsung asyik memain mainkan ponsel gue sambil memperhatikan jenis jenis pesawat apa saja yang sedang mengudara secara real time pada saat dia melihat ponsel gue itu, terima kasih HTC, elo memang pahlawan dalam hidup gue.

"Cirrus!"
"There is another Cirrus!" gue mendengar Jeff berteriak dari belakang sana, asyik sendirian.

***

Setelah pesawat kami berhasil keluar dari hangar, gue sempat berpikir untuk turun lagi kemudian keluar dari pesawat lalu memberikan beberapa lembar hepeng kepada si Anthony, tetapi gue ingat, itu bukanlah cara yang pas untuk memberikan gratitude atau suatu bentuk terima kasih di sini, di Sydney, because, kalau nggak salah, dalam ingatan gue, Australians didn't love tipping or that sort kind of thing. Beda dengan di tempat kita, melempar koin seratus perak di dermaga ketika sedang menaiki kapal laut saja pasti ada yang ambil.

Australians, mereka lebih suka dibelikan hadiah atau kado saja nantinya. Maka oleh karena itu gue ngomong aja ke si Anthony, gue bilang gini, "Sir, thanks for helping, i'll save you some souvenirs from Rotorua later, gave it to Darlene," kata gue antusias dari atas kokpit karena telah dibantu oleh jasa nya.

"Certainly," jawabnya nyantai. Wah ganteng ini orang, kalau gay mau gue lempar ke si Didiw sih, hahahahahahahaha. Tapi enggak, dia enggak gay man, tahu persis itu gue. Jarang² marshallers macam dia orientasi seksual nya homo, kecuali yang kerjanya di industri fesyen.

"Okay, that's all," jawab gue lagi.

"Good, i'm leaving now?" dia menunjukkan gestur tubuh, meminta izin untuk pergi.

"Sure, goodbye," jawab gue mantp.

"Bye!" jawab Anthony.

Setelah Anthony selesai menutup hangar dan berpisah dengan gue, dia pergi berjalan menjauh dari pandangan mata gue. Akan kembali bertugas. Nggak lama, gue yang sudah terduduk di captain seat ini pun segera mengambil pulpen dan checkboard sambil kembali menghubungi tower untuk meminta clearance sebelum akhirnya bisa lepas landas dengan jelas dan sempurna.

"Kingsford Ground. This is Foxtrot Nine Golf Charlie at gate eleven. Ready to taxi." ucap gue kembali berkomunikasi dengan air traffic controller. Ini adalah suatu keharusan.

"Foxtrot Nine Golf Charlie. Kingsford Ground. Follow taxiway Romeo. Turning left at Tango." jawab tower merespon permintaan gue untuk melakukan proses taxiing.

Setelah berhasil senggol kanan senggol kiri. Gue ngomong lagi, "Kingsford clearance, Foxtrot Nine Golf Charlie ready to copy IFR to Rotorua." walaupun gue tahu, Dassault Falcon sebenarnya tidak terlalu butuh atau perlu perlu banget untuk menggunakan IFR, karena sudah menggunakan VFR, (thanks to the fucking honeywell) yang mana bersifat lebih modern daripada IFR. Tapi tetap, gue kadang membutuhkan IFR, karena, you know, old habits never lost in my way.

Empa menit menunggu, tower merespon lagi.

"Foxtrot Nine Golf Charlie, cleared to Rotorua via radar. Fly on runway heading, north, terminal one one left. Climb and maintain seven thousand feet; expect three four thousand twenty. Squawk 4365." jawab tower menjelaskan, menyuruh gue untuk melakukan proses identifikasi.

"Squawk 4365. (Four three six five)" jawab gue kepada tower. - Kemudian setelah itu, gue dikagetkan dengan kehadiran seorang Jefferson yang berdiri tepat di samping kanan gue, menatap gue dengan wajah ingin dipeluk nya, assuming that he is a deadhead, but no, he's not even a fucking deadhead, he's this adorable little bastard whose overly in love with all sort of this aircraft motion.

Rupanya flightradar24 itu tidak berhasil membungkam dirimu ya, Jeff...

After that i went to talk again with the ATC. "FNGC requesting clearance for takeoff to Kingsford tower." ucap gue meminta permissions untuk segera melakukan proses lepas landas dari bandara Kingsford.

Dua menit menunggu. Akhirnya di respon kembali, "Foxtrot Nine Golf Charlie. Kingsford tower. Cleared for take off runway one one left. Wind is three five one at four knots." oh, this one is a good day, man, flying is easy.

..50.. 60.. rotate. Flaps up, airspeed alive. Jet is cruising (terdengar bunyi tet tot tet tot, hal ini selalu terjadi) and... we're flown away, Choco.

"Hi, boy," ucap gue menyapa Jefferson setelah pesawat mengudara pada ketinggian tiga puluh ribu kaki di langit Sydney yang nampak membiru. Rotorua, here we go. (Lebay banget, padahal durasi terbang nya hanya satu jam empat puluh menit doang)

"Von....." ucap Jeff halus.

"Yes, Jeff?" balas gue lagi.

"May i try...?" ucap dia lalu menunjuk ke arah yoke (kendali) pesawat yang sedang gue pegang ini.

Ya, Jeff sudah berubah, dulu dia lompat lompat di kabin penumpang. Sekarang, dia ingin memegang kendali pada pesawat yang sedang gue terbangkan...


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang