Fast Lane 19.5 - Speaking Session

138 2 0
                                    

"Lo mau ambil minum apa kek ambil aja, gue ada wine di frigidaire (kulkas) gue tuh." jelas Mahendro kepada gue.

"Oke Ndro. Eh, bokap, nyokap... adek lo, duh, siapa tuh namanya..."

"Rachella." jawab Mahendro.

"Iya, mereka pada ke mana?" tanya gue singkat.

Setelah menaiki tangga demi tangga, gue sampai di lantai dua di rumahnya si Mahendro, gue menghela nafas sebentar, sambil melihat lihat seisi rumahnya ini, gue mencoba mengumpulkan serpihan memori lama waktu gue masih menggunakan seragam putih abu - abu dulu, saat sering bermain disini, di rumah ini. (Lebih tepatnya sih seragam gue warna nya biru semua, karena gue kan sekolah di sekolah swasta.)

Di beberapa tempat, terlihat ada foto keluarga si Mahendro, beberapa masihlah foto lama edisi zaman dulu, namun seperti nya ada juga foto yang baru. Baik itu foto yang menempel di dinding, maupun foto yang ditaruh dengan frame pada beberapa furnitur di rumahnya, dengan pernak pernik yang menghiasi rumahnya, seperti lampu gantung kristal dan lain lainnya.

Bergaya gaya modern, cuman, tidak terlalu modern. Aura rumahnya nampak cerah kalau di pagi hari, sayangnya, tidak ada siapa - siapa di dalamnya, tidak seperti dulu, seperti saat kami masih SMA dulu, seisi rumah penuh dengan kehadiran teman - teman kami, teman Mahendro dan teman gue juga. Nggak perempuan, nggak laki - laki, semua pada hobi ngumpul di rumahnya Mahendro, hanya sekedar bercerita, belajar, ataupun ngopi - ngopi di senja hari.

Bahkan kadang saat kami bikin ulah, (ini khususnya buat teman teman cowok gue nih,) kami sempat membuat nyonya Hatmowidhiryo marah dan kesal, karena dinding rumahnya kami nodai dengan cat semprot saat salah satu dari kami mabuk berat dan tidak sadar saat sedang melakukannya... Hahahaha, yang jelas, itu bukan gue.

* * * * *

"Ya gitu lah... mereka pada sibuk. Adek gue di Melbourne sekarang pal,"

"Adek lo ngapain di Melbourne?" tanya gue memotong perkataan Mahendro.

"Kuliah." jawab Mahendro menambahkan.

"Udah berapa bulan parents lo belum balik?" tanya gue.

"6 Bulan kalau nggak salah."

"Mereka lagi dimana? Elo sibuk ngapain sekarang Ndro?"

"Lagi di Swiss, lagi ngurusin merger salah satu institusi perbankan yang udah mau out of business katanya."

"Gue, ya gini aja lah, gue sibuk dagang di showroom... Bosen sih, sebenernya."

"Makanya, piara doggy." jawab gue mengarang bebas.

"OGAH!" tolaknya mentah mentah.

"Hahahahaha." dan gue pun tertawa panjang.

Setelah itu gue merebahkan diri di sofa rumahnya Mahendro, enak juga nih sofa nya Mahendro ini, bisa bikin gue tenggelam di dalam sofa nya. Wiw... wiw... wiw.... maklum, gue agak norak kalau udah lihat barang barang antik dan unik punya si Mahendro. Secara gue nggak pernah menemukan sofa yang kayak begini, katanya ini sofa pake cairan gitu, wih, keren deh pokoknya.

Dan ini sofa yang membelinya udah pasti nyonya Hatmowidhiryo. — Sedang terduduk di sofa nya Mahendro, gue melihat pemandangan danau dari lantai dua rumah Mahendro yang sangat terbuka ini, gimana nggak terbuka, orang jendela rumahnya dari kaca semua.

Dan agak jauh disana, gue memperhatikan, si Mahendro sedang berada di kitchen room yang berada di dekat kulkas aneh miliknya itu, nampaknya dia sedang meracik kopi pagi harinya. — Aroma kopi memang selalu enak, saat dicium saja, apalagi ketika udah meminumnya. Begitu pula dengan Dewinta, nggak dicium, nggak diminum, dua - dua nya enak kok.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang