Fast Lane 15 - AXELO STRS

316 6 0
                                    

*Buzz*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Buzz*

*Buzz*

Galaxy Note gue bergetar. Beberapa kali. Membangunkan gue yang udah nikmat terlelap sejak tadi malam. Ada aura - aura yang terasa asing saat gue mulai terbangun. Kini, mata gue terbuka, perlahan lahan. Gue melirik ke arah jendela, rupanya langit masih gelap.

Dan lelampuan dari gedung kota Jakarta masihlah menyala, seperti sebuah kisah tentang kehidupan, jika orang orang berkata. — Gue mengusap usap mata gue. Mencoba menyadarkan diri. Gila, dingin sekali, berapa ya suhu ruangan ini pada saat gue tertidur tadi malam. Kadang gue suka lupa, air conditioner atau AC nya nggak gue matikan secara otomatis. — Dan karena gue tidur hanya mengenakan piyama yang disediakan dari pihak hotel, jadilah ketika gue bangun, gue hanya bisa menggigil saat bangkit dan terduduk di atas kasur ini.

"Jam berapa ini?" desah gue dalam hati.

Kalau gue boleh cerita sedikit...

Suasana di momen itu. It's, quite a lag. Meski udah berada di ketinggian hotel seperti ini, kadang, suara dari jalanan kota Jakarta masih tetap saja terdengar. Rasanya seperti sebuah vibrasi mendalam yang enggak berhenti henti. Sulit dilupakan. Masih menggenang di dalam memori, meski hingga hari ini, tetap menggoda desir hati.

"Please Palma, bahasa nya enggak usah terlalu nyastra, deh." (Nyastra= terlalu sastra.)

"Tapi aku sukaaa," ucap seorang Dewinta lagi.

Hahah. Ucapannya itu, selalu terbayang bayang di kepala gue, ucapan itu, dimaksudkan oleh dia buat gue seorang, kalau bahasa gue udah mulai lebay, persis sekali, dia akan mulai bertingkah seperti diatas itu. Next, gue bangun, berdiri, dan berjalan ke arah dekat jendela, memandangi langit kota Jakarta dari tirai jendela ini hanya untuk beberapa saat saja, gue mencoba menerka nerka waktu dari warna awan - awan diatas sana.

Masih gelap. Sambil memperhatikan air mancur besar yang berbentuk bundar yang menyala dengan terangnya itu, menemani malam penuh sibuk tepat di jantung kota Jakarta. — Seeing through the window. Adalah satu hal kecil yang selalu menjadi ciri khas gue sejak gue masih kecil dulu. — Setelah itu, gue berusaha mencari air conditioner remote dan segera mematikan AC nya. Kemudian dilanjutkan lagi dengan menghidupkan table lamp yang berada di dekat tempat tidur gue ini.

Sebuah lampu pijar berwarna kuning, atau yellow bulb lamp, in English. Adalah salah satu dari sekian banyak jenis lampu yang gue sukai, karena warna nya yang adem. Nikmat dipandang mata, tidak terlalu menyeruak menyilaukan, tidak juga seperti mengiris iris pupil mata ketika gue menatapnya.

Gue duduk, terbengong, masih di atas kasur, dan kini sedang berusaha menarik narik nafas, agar gue lebih tersadar lagi. — Gila, pikir gue saat udah sepenuhnya tersadar, rupanya, ruangan hotel ini terlalu besar jika hanya ada gue seorang diri saja di dalamnya. Dalam gelap itu. Gue mengambil Galaxy Note di dalam flight bag gue yang udah bergetar beberapa kali sejak tadi.

Doyan Cewek, I Am A Boy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang